PELUANG PENGEMBANGAN TEKNIK EMBRYOGENESIS SOMATIK KELAPA DALAM PERBANYAKAN BENIH Oleh : Badrul Munir, S.TP, M.P
Diposting Selasa, 29 Agustus 2023 10:08 amPENDAHULUAN
Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman bernilai ekonomi tinggi di Indonesia, disamping kelapa sawit, karet dan kopi (FAO, 2017 dalam Sisunandar 2017). Indonesia merupakan negara dengan perkebunan kelapa terluas di dunia dengan luas area lebih dari 3,5 juta hektar (Hendaryati & Arianto, 2017). Meski sejak tahun 2005 – 2021 luas areal perkebunan kelapa mengalami penurunan sebesar 0,79 %/tahun dan produksi turun menjadi 16,82 juta ton, namun Indonesia masih menjadi negara penghasil kelapa terbesar pertama disusul India (Media Perkebunan, 2022).
Namun demikian, terdapat banyak kendala yang dihadapi dalam keberlanjutan budidaya kelapa di Indonesia. Luas area perkebunan kelapa di Indonesia terus mengalami penurunan selama lima belas tahun terakhir (2005-2020). Banyak faktor yang diduga menjadi penyebab berkurangnya luas area perkebunan kelapa di Indonesia, di antaranya adalah tingginya serangan hama dan penyakit, seperti hama kumbang badak (Oryctes rhinoceros L.), ataupun jamur Phytophthora palmivora. Faktor alih fungsi lahan menjadi tempat hunian ataupun tanaman budidaya lain yang bernilai ekonomi lebih tinggi juga menjadi penyebab berkurangnya luas perkebunan kelapa di Indonesia.
Kendala lain yang dihadapi pada perkebunan kelapa di Indonesia adalah tingginya persentase pohon kelapa berusia lebih dari 50 tahun, yaitu sekitar 15 % atau lebih dari 0,5 juta hektar perkebunan kelapa (Novarianto, 2008), sedangkan sisanya merupakan pohon berusia produktif (73 %) ataupun usia muda (12 %). Akibatnya, perkebunan-perkebunan tersebut memiliki tingkat produktivitas yang relatif rendah, hanya sekitar 1,2 ton kopra per hektar per tahun dari potensi produksi sekitar 3 – 5 ton kopra per hektar per tahunnya (FAO, 2014).
Upaya peremajaan perkebunan kelapa di Indonesia juga mengalami banyak kendala. Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki kebun induk dengan luas dan jumlah yang memadai sehingga tidak mampu menyediakan benih kelapa yang unggul dengan jumlah massal (Novarianto, 2008). Oleh karena itu upaya produksi benih kelapa unggul dalam jumlah yang massal melalui teknik kultur jaringan menjadi kebutuhan yang mendesak pada saat ini. Dengan penggunaan teknologi kultur jaringan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan benih kelapa dalam program peremajaan tanaman kelapa.
TEKNIK KULTUR JARINGAN EMBRYOGENESIS SOMATIK
Kultur adalah budidaya jaringan sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Kultur jaringan disebut sebagai tissue culture. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik yang digunakan untuk menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik yang dilakukan secara in vitro (Yusnita, 2003).
Teknik embryogenesis somatik merupakan salah satu teknik kultur jaringan yang banyak digunakan untuk memproduksi benih tanaman melalui proses pembentukan embryo dari sel-sel somatik. Teknik tersebut telah berhasil dan banyak diaplikasikan pada berbagai jenis tanaman. Namun demikian aplikasi teknik embryogenesis somatik untuk produksi benih kelapa masih sangat terbatas (Nguyen et al., 2015) dalam Sisunandar (2017).
Upaya produksi benih kelapa melalui teknik embryogenesis somatik telah dilakukan dengan menggunakan eksplan batang muda pada tahun 1977 (Eeuwens & Blake, 1977). Langkah selanjutnya upaya produksi benih kelapa dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis eksplan seperti daun muda (Pannetier & Buffard Morel, 1982; Karunaratne et al., 1991), immature inflorescence (Verdeil et al., 1994; Magnaval et al., 1997; Antonova, 2009), embryo zigotik (Kumar et al., 1985; Adkins et al., 1998; Samosir, 1999), plumulae (Chan et al., 1998; Fernando et al., 2003; Perez-Nunez et al., 2006), maupun ovarium (Perera et al., 2007; Perera et al., 2009; Bandupriya et al., 2017) dalam Sisunandar (2017).
Namun demikian, di antara eksplan yang telah dicobakan, hanya plumulae dan ovarium yang menunjukkan hasil yang menjanjikan. Perez-Nunez et al. (2006) melaporkan bahwa dari 100 eksplan yang ditanam memiliki kemampuan untuk menghasilkan kalus embryogenik sampai lebih dari 1 juta kalus, meskipun para peneliti tersebut belum mampu melaporkan berapa banyak benih yang dapat dihasilkan dari kalus embryogenik tersebut. Hasil yang mirip juga dilaporkan oleh Bandupriya et al. (2017) dalam Sisunandar (2017) dengan menggunakan eksplan ovarium.
Di Indonesia, upaya untuk memproduksi benih kelapa melalui teknik embryogenesis somatik belum banyak dilakukan. Samosir (1999) dan Sukendah (2009) yang telah melakukan upaya untuk memproduksi benih kelapa dengan menggunakan teknik tersebut dengan menggunakan eksplan embryo zygotik. Namun demikian hasil yang diperoleh masih belum memuaskan dan belum dapat diaplikasikan untuk memproduksi benih kelapa secara vegetatif (Samosir, 1999; Sukendah, 2009). Kemudian Sisunandar bersama CRC-UMP (2020) juga berhasil melakukan pengembangan teknik embryogenesis somatik kelapa dengan menggunakan eksplan plumulae (Gambar 1). Di samping itu, Sisunandar pada tahun 2021 mampu menghasilkan varietas baru kelapa kopyor dengan persentase buah kopyor hampir 100 %.
(Gambar dokumentasi CRC-UMP)
Gambar 1. Tahapan embryogenesis somatik kelapa dengan menggunakan eksplan plumulae
Meskipun hasil penelitian masih belum memuaskan, namun hasil penelitian menunjukkan kemungkinan yang tinggi untuk menggunakan teknik tersebut dalam produksi benih kelapa di masa yang akan datang. CRC-UMP juga telah mengembangkan teknik embryo incision (Patent no IDP000041045) untuk menggandakan jumlah benih yang dihasilkan (Gambar 2). Teknik embryo incision merupakan modifikasi dari teknik kultur embryo, yaitu setelah embryo mulai berkecambah (umur 1 – 2 minggu setelah tanam), bagian titik tumbuh (plumulae) ditoreh dengan menggunakan pisau steril. Langkah selanjutnya embryo tersebut ditanam kembali sampai menghasilkan embryo dengan dua tunas (Gambar 2.A). Selanjutnya kedua tunas tersebut dipisahkan dan ditanam mengikuti langkah-langkah kultur embryo yang telah dijelaskan sebelumnya ataupun dipelihara lebih lanjut untuk dihasilkan benih kembar (Gambar 2.B) yang selanjutnya akan dihasilkan benih kelapa kembar siap tanam ke lahan (Gambar 2.C). Dengan menggunakan teknik tersebut dapat dihasilkan kelapa yang dapat ditanam dua pohon dalam satu lubang sehingga meningkatkan jumlah pohon kelapa per hektarnya (Gambar 2.D). Dengan jumlah populasi pohon kelapa per ha lebih banyak maka produktivitas buah kelapa akan meningkat.
(Gambar dokumentasi CRC-UMP)
Gambar 2. Tahapan teknik embryo incision CRC-UMP (Hak Paten No IDP000041045)
PENUTUP
Teknologi kultur jaringan pada tanaman kelapa telah mengalami kemajuan sangat pesat. Pemanfaatan teknologi kultur jaringan embryogenesis somatik dalam produksi kelapa kopyor telah mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas persentase buah kopyor kelapa. Teknik embryogenesis somatik juga telah berhasil menghasilkan benih kelapa kembar dari 1 embrio kelapa, meskipun dalam perawatannya membutuhkan waktu dan tenaga lebih ekstra agar tetap berkembang dengan optimal. Ke depan, dengan perkembangan teknologi yang ada sangat memungkinkan untuk memperbanyak benih tanaman kelapa melalui kultur embrio, sehingga didapatkan benih kelapa dengan jumlah dan kualitas yang sangat baik.
BAHAN BACAAN
Ditjenbun. 2022. Media Perkebunan edisi Agustus 2022. Jakarta
Hendaryati DD, Arianto Y (2017). Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa 2015 – 2017. Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Jakarta.
Mashud (2010). Pengembangan metode kultur embryo kelapa kopyor yang lebih efisien (30 %). Laporan Penelitian Program Insentif Riset Terapan, Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain.
Sisunandar, 2017. Kultur Jaringan Tumbuhan untuk Program Perbaikan Kualitas dan Konservasi Kelapa di Indonesia. Yusnita, 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta. Agromedia Pustaka