BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN SURABAYA
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

PENAMBAHAN PUPUK SILIKA DAN BIOCHAR MAMPU TINGKATKAN KETAHANAN TANAMAN TEBU OLEH: ERNA ZAHRO’IN – POPT AHLI MADYA

Diposting     Selasa, 31 Januari 2023 09:01 am    Oleh    Admin Balai Surabaya



Ketahanan dan peningkatan kesehatan tanaman tebu merupakan titik penting dalam peningkatan produktivitas tanaman tebu, sehingga perlu strategi dalam meningkatkan ketahanan serta kesehatan tanaman tebu dengan aplikasi pemupukan serta pengendalian OPT ramah lingkungan, salah satunya adalah dengan penerapan c yang diintegrasikan dengan penambahan pupuk silika serta Biochar (pembenah tanah).

Hama dan Penyakit Tebu

Penggerek pucuk (Schirpophaga excerptalis Walker)

Gambar 1. Ngengat penggerek pucuk tebu dan gejala serangannya pada tanaman tebu

Larva menyerang pucuk daun yang masih menguncup. Pada tanaman muda pupus tanaman menjadi layu dan mati, sedangkan pada tanaman yang lebih tua pertumbuhan tanaman terganggu.

  • Penggerek batang (Chilo sp.)

Gejala serangan berupa adanya tepung gerek yang belum mengering atau sudah mengering di batang tebu. Apabila ruas tebu dibelah, maka akan tampak ulat dengan jumlah lebih dari   1 ekor per batang. Serangan hama ini pada tebu muda tidak menimbulkan kerugian berarti karena tanaman sedang berkembang, sedangkan pada tanaman tebu tua kerusakan sangat nyata yaitu menurunkan berat tebu dan kadar gula.

  • Uret (Lepidiota stigma Fabricius)

Uret yang merugikan pertanaman tebu pada umumnya adalah larva dari ordo Coleoptera. Uret jenis ini ditandai dengan cara pergerakan menengadah dan bentuk lubang pelepasan/ celah anal seperti huruf V. Larva memiliki kepala yang kuat. Badannya gemuk dan bagian belakang biasanya membengkok. Pertumbuhan tungkai tidak sempurna. Tungkai lebih banyak digunakan untuk menggali daripada untuk berjalan. Jenis uret utama yang merugikan pertanaman tebu adalah L. stigma (Mudjiono, 2010).

Gejala serangan pada tanaman yang terserang hama L. stigma adalah pada

tanaman muda pucuk tanaman menjadi layu, kemudian menguning mirip gejala kekeringan, dan apabila terjadi serangan yang parah dapat menebabkan tanaman mati. Perbedaan antara gejala kekeringan dan gejala akibat serangan L. stigma sangat mudah untuk dilihat. Pada gejala kelayuan akibat kekeringan, kelayuan tampak merata pada areal pertanaman, apabila belum terlambat untuk diberi air, kelayuan berangsur- angsur pulih kembali. Sedangkan pada gejala yang disebabkan oleh serangan L. stigma sifatnya tidak merata dan meskipun sudah diberi air tidak menunjukkan adanya tanda-tanda pulih karena kelayuan tersebut terjadi akibat adanya kerusakan pada akar yang merupakan alat penyerap zat hara dan air dari dalam tanah sehingga pengangkutan zat hara dan air menjadi terhenti (Wiriatmodjo, 1979).

Bagian pangkal tanaman tebu yang terserang L. stigma dapat kehilangan semua akar dan terbentuk rongga-rongga gerekan yang besar pada bagian pangkal batang. Pada tanaman tebu yang sudah tua, gejala yang ditimbulkan akibat serangan L. stigma adalah layunya pucuk tanaman, daunnya mengering, dan akhirnya roboh dan mati (Wiriatmodjo, 1979). Pada umunya L. stigma menimbulkan kerusakan yang parah pada tanah yang dominan berpasir, tanah dengan keremahan tinggi, dan tanah-tanah berkerikil (Kalshoven, 1981).

Gambar  2. Larva Uret tebu Lepidiota stigma dan gejala serangannya pada tanaman tebu

  • Tikus (Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss)

Serangan tikus pada tanaman tebu dapat menyebabkan ancaman gagal panen Tanaman tebu terserang tikus tidak dapat diproses dipabrik menjadi gula karena banyak batang yang patah hingga roboh dan mati. Jumlah kebun yang diserang hama tanaman ini dapat mencapai puluhan hektar dan lebih dari 60 persennya roboh. Hama tanaman ini menyerang tanaman tebu jika sumber makanan lainnya seperti padi atau jagung tidak ada. Tikus akan memilih menyerang tanaman padi daripada tebu.

  • Luka api Ustilago scitaminea

Penyakit luka api ditandai dengan pertumbuhan tebu terhambat, terbentuknya cambuk berwarna hitam yang terbentuk dari pucuk titik tumbuh dan daun mengecil seperti rumput. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Ustilago scitaminea, perkembangan penyakit didukung kondisi panas dan kering serta kurangnya nutrisi tanaman.

Gambar 3. Gejala serangan penyakit luka api

Peran Silika dan Biochar Bagi Tanaman

 

Silika (Si) merupakan salah satu unsur hara yang dibutuhkan tanaman golongan gramenae seperti tanaman padi, tebu, jagung dan tanaman lain yang bersifat akumulator silika, terdapat di permukaan daun, batang, dan gabah (padi). Tanaman yang kekurangan Si menyebabkan ketiga organ tanaman di atas kurang terlindungi oleh   lapisan silikat yang kuat, akibatnya (1) daun tanaman lemah terkulai, tidak efektif menangkap sinar matahari, sehingga produktivitas tanaman rendah, (2) penguapan air dari permukaan daun dan batang tanaman dipercepat, sehingga tanaman mudah layu atau peka terhadap kekeringan, (3) daun dan batang menjadi peka terhadap serangan hama dan penyakit, (4) tanaman mudah rebah, (5) kualitas gabah (padi) berkurang karena mudah terkena hama dan penyakit sehingga hasil optimal tanaman tidak tercapai, kestabilan hasil rendah (fluktuatif) dan mutu produk rendah.

Kebutuhan nutrisi silika pada tanaman golongan gramenae tergolong sangat tinggi, tanaman padi mengangkut silika 100-300 kg/Ha dan tanaman tebu mengangkut silika 500-700 kg/Ha dalam sekali panen. Besarnya kandungan silika yang diambil setiap kali panen tersebut mengakibatkan miskinnya unsur hara silika dalam tanah yang menyebabkan berkurangnya produktivitas tanaman tersebut.

Biochar adalah bahan padat yang diperoleh   dari   karbonisasi   dari biomassa. Biochar merupakan substansi arang kayu yang berpori (porous), sering juga disebut charcoal atau agri-char. Karena berasal dari makhluk hidup kita sebut arang- hayati. Di dalam tanah, biochar menyediakan habitat yang baik bagi mikroba tanah misalnya bakteri yang membantu dalam perombakan unsur hara agar unsur hara tersebut dapat di serap oleh tanaman, tapi tidak dikonsumsi seperti bahan organik lainnya. Dalam jangka panjang biochar tidak mengganggu keseimbangan karbon- nitrogen, bahkan mampu menahan dan menjadikan air dan nutrisi lebih tersedia bagi tanaman.

Biochar dapat ditambahkan ke tanah dengan maksud untuk meningkatkan fungsi tanah dan untuk mengurangi emisi dari biomassa yang lain akan secara alami menurunkan gas rumah kaca. Biochar juga memiliki nilai penyerapan karbon yang cukup. Biochar adalah bahan tanah yang diinginkan di banyak lokasi karena kemampuannya untuk menarik dan mempertahankan air. Hal ini dimungkinkan karena struktur berpori dan luas permukaan yang tinggi. Akibatnya, nutrisi, fosfor dan bahan kimia pertanian dipertahankan untuk kepentingan tanaman. Biochar dapat menjadi alat penting untuk meningkatkan ketahanan pangan dan keanekaragaman lahan pertanian di daerah dengan tanah terkuras, sumber daya organik yang langka, dan air yang tidak memadai dan pasokan pupuk kimia. Biochar juga meningkatkan kualitas dan kuantitas air dengan meningkatkan retensi tanah nutrisi dan bahan kimia pertanian untuk pemanfaatan tumbuhan dan tanaman.

Manfaat lain Biochar adalah mengurangi emisi dan menambah pengikatan gas rumah kaca, kesuburan tanah dan produksi tanaman pertanian juga dapat ditingkatkan. Dua hal utama potensi biochar untuk bidang pertanian adalah afinitasnya yang tinggi terhadap unsur hara dan persistensinya. Biochar lebih persisten dalam tanah, sehingga semua manfaat yang berhubungan dengan retensi hara dan kesuburan tanah dapat berjalan lebih lama dibanding bahan organik lain yang biasa diberikan. Persistensi yang lama menjadikan biochar pilihan utama bagi mengurangi dampak perubahan iklim. Walau dapat menjadi sumber energi alternatif, manfaat biochar jauh lebih besar jika dibenamkan ke dalam tanah dalam mewujudkan pertanian ramah lingkungan.

Aplikasi Paket Teknologi Pengendalian OPT Tebu Ramah Lingkungan

            Pengujian   ini dilakukan di Kabupaten Kediri tepatnya di Poktan Tani Makmur Desa Pranggang Kecamatan Plosoklaten. Pengujian adalah membandingkan kebun perlakuan yang diaplikasi teknologi ramah lingkungan dan kebun kontrol dengan perlakuan budidaya yang biasa dilakukan oleh petani.

 Pengendalian Mekanis Uret tebu Lepidiota stigma

            Pengendalian uret tebu secara mekanis dilakukan saat pengolahan tanah. Pada petak perlakuan dan kontrol sama sama dilakukan pengendalian mekanis dengan cara membalik tanah dengan bajak atau tractor. Uret yang ada didalam tanah akan ikut terangkat keatas, kemudian diambil untuk dimusnahkan.

Total uret yang ditemukan adalah 70.143 larva dalam 1 hektar. Rerata jumlah uret adalah 7.0143 larva/m2. Termasuk pada kategori serangan berat (≥4 larva/m2 galian).

Aplikasi Pupuk Organik, Pupuk An organik dan Biochar

            Aplikasi pupuk organik dilakukan setelah pengolahan tanah, baik pada petak perlakuan maupun petak kontrol. Pupuk organik yang diaplikasikan sebanyak 2 ton/Ha dengan rincian 1 ton untuk petak perlakuan dan 1 ton untuk petak kontrol. Tujuan aplikasi pupuk organik/kompos adalah untuk menambah hara makro dan mikro untuk diserap tanaman, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan  Kapasitas Tukar Kation (KTK), serta mampu meningkatkan pH tanah pada tanah asam

Pupuk Anorganik yang diaplikasikan adalah Ponska sebagai pupuk dasar sebanyak 1kuintal baik pada petak perlakuan maupun petak kontrol. Ponska merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur Nitrogen 15%, Posphor 15%, Kalium 15%, Sulfur 15% dan kadar air 1-2%. Pupuk ini bermanfaat  dalam memicu pertumbuhan vegetative dan generative, membuat batang tanaman menjadi lebih kuat, meningkatkan pertumbuhan akar tanaman sehingga lebih mudah menyerap nutrisi dan air, melancarkan proses pembentukan gula dan pati serta meningkatkan kandungan klorofil daun,.

Sedangkan Biochar sebayak 1 ton hanya diaplikasikan pada petak perlakuan.fungsi aplikasi Biochar adalah meningkatkan serapan unsur hara, mengurangi pencucian hara, menambah daya tamping air, meningkatkan KTK, meningkatkan bimassa dan kelimpahan mikrtoorganisme, dan membantu mentralkan pH.

Perlakuan Benih Tebu

            Perlakuan benih tebu dilakukan sat benih akan ditanam dilahan. Benih tebu yang digunakan berupa bagal. Bagal dari batang tebu yang dipotong dua mata tunas. Sebelum ditanam benih tebu diperlakukan dahulu dengan menyiram atau menyemprot dengan Metabolit Sekunder APH (bahan aktif Trichoderma sp., Beauveria bassiana dan Pseudomonas fluorescens) dengan dosis 30 ml/liter.

Benih yang telah disemprot diinkubasi selama satu malam, dan pada pagi hari berikutnya benih siap ditanam. Tujuan dilakukan perlakuan benih adalah sebagai imunisasi bagi benih agar lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit tebu serta meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu. Perlakuan benih hanya dilakukan pada petak perlakuan saja. Agar bisa dibandingkan hasilnya dengan petak kontrol.benih tebu yang ditanam adalah varietas cening karena sesuai dibudidayakan pada lahan kering seperti wilayah Kediri.

Aplikasi Pupuk Silika

Aplikasi pupuk silika bertujuan untuk meningkatkan oksidasi akar tanaman, meningkatkan aktivitas enzim yang terlibat dalam fotosintesis dan meningkatkan ketebalan dinding sel sebagai proteksi hama. Aplikasi pupuk silika dengan cara menyemprotkan pada seluruh bagian tanaman dengan dosis 3-5 ml/liter air pada tanaman tebu umur 25 HST, 45 HST dan 65 HST.

Aplikasi Nematoda Entomopatogen Untuk Mengendalikan Uret Tebu Lepidiota stigma

Nematoda Entomopatogen (NEP) diaplikasikan untuk mengendalikan hama uret tebu L. stigma. Perbanyakan NEP dilaksanakan di Laboratorium Nematoda BBPPTP Surabaya.  NEP diaplikasikan pada kebun perlakuan, pada pagi atau sore hari dengan tujuan menghindari pengaruh dinar matahari secara langsung. Sebelum diaplikasikan sebaiknya sebaiknya lahan diari terlebih dahulu, agar kondisi yang lembab tersebut kondusif bagi perkembangan NEP dilapang. NEP dalam formulasi spons diremas remas hingga semua NEP yang terkandung dalam spons keluar didalam bak berisi air. Suspensi NEP dimasukkan dalam gembor/tangki kocor dan dikocorkan disekitar perakaran tebu.

Hal ini bertujuan agar NEP segera menemukan inangnya yaitu uret tebu sebagai hama sasaran. NEP akan melakukan penetrasi ke dalam tubuh uret tebu melalui lubang alami hama (mulut, anus, spirakel) atau langsung menembus kutikula hama dan segera mematikan hama sasaran. Dosis aplikasi NEP adalah 20 spons tiap hektar.

Aplikasi Pias Trichogramma sp. Untuk Mengendalikan Chilo sp. dan Scirpophaga nivella

Pemasangan pias Trichogramma sp. bertujuan untuk mengendalikan hama penggerek batang tebu Chilo sp dan penggerek pucuk tebu S. nivella. Perbanyakan pias Trichogramma sp. dilaksanakan di Laboratorium parasitoid BBPPTP Surabaya. 

Pias Trichogramma sp. diaplikasikan pada kebun perlakuan dengan dosis 20 pias tiap pemasangan. Pias dipasang disetiap 20 label contoh pada kebun perlakuan, pada bagian bawah daun tebu agar terhindar dari sinar matahari langsung dan disekitarnya diolesi oli untuk mengindari agar parasitoid tidak rusak atau dimakan predator. Pemasangan pias dilakukan setiap pekan sekali mulai tanaman tebu berumur 1 bulan hingga 5 bulan.

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Tebu dan Intensitas Serangan OPT

Parameter pengamatan dalam pengujian ini adalah pertumbuhan tanaman tebu (tinggi tanaman, jumlah anakan tebu, jumlah ruas batang tebu, diameter batang tebu). Sedangkan Intensitas serangan OPT yang diamati adalah hama penggerek batang tebu Chilo sp, penggerek pucuk tebu S. nivella, uret tebu L. stigma, hama tikus dan penyakit luka api U. scitaminea. Pengamatan dilaksanakan setiap bulan, baik pada kebun perlakuan maupun kebun kontrol.

Tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi paket teknologi yang telah diaplikasikan pada kebun perlakuan dan kontrol agar diketahui perbedaan antara kebun perlakuan dan kontrol.

Hasil Penerapan Teknologi Terhadap Pertumbuhan Tanaman Tebu

            Parameter pengamatan dalam pengujian antara lain pertumbuhan tanaman tebu (tinggi tanaman tebu, jumlah anakan, jumlah ruas batang dan diameter batang tebu). Parameter ini dipengaruhi oleh aplikasi biochar, perlakuan bebih tebu dengan penyemprotan metabolit sekunder APH Trichoderma sp. Beauveria bassiana dan Pseudomonas fluorescens  danpupuk silika.

Fungsi aplikasi Biochar adalah sebagai pembenah tanah yaitu meningkatkan serapan unsur hara, mengurangi pencucian hara, menambah daya tampung air, meningkatkan KTK, meningkatkan biomassa dan kelimpahan mikroorganisme, dan membantu mentralkan pH. Harapannya dengan aplikasi biochar, nutrisi saat pemupukan tidak mudah tercuci dan tanah lebih lama menyimpan air karena pada lokasi uji dikenal sebagai lahan tadah hujan.

Fungsi dari perlakuan bahan tanam/benih tebu dengan penyemprotan metabolit sekunder adalah untuk menghambar perkecambahan spora pathogen, melindungi pertumbuhan awal tanaman, melindungi dan memperkuat jaringan tanaman, menyediakan pasokan nutrisi bagi tanaman, dan merangsang pembuatan zat pengatur tumbuh. Metabolit sekunder APH merupakan sisa metabolism yang mengandung zat antibiotika, enzim, hormone dan toksin.

Sedangkan fungsi pupuk silika adalah untuk meningkatkan oksidasi akar tanaman, meningkatkan aktivitas enzim yang terlibat dalam fotosintesis dan meningkatkan ketebalan dinding sel sebagai proteksi hama.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian Kompos, Biochar dan Pupuk silika pada lahan uji telah dilakukan analisis tanah serta analisis tanaman baik pada kebun perlakuan dan kebun kontrol dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Analisis Contoh Tanah Pada Kebun Perlakuan dan Kontrol

NO URAIAN Unsur C (%) Unsur N(%) C/N Unsur P (%) Unsur K (%) Kadar Abu(%) SiO2 (%)
1 Lahan Uji Awal 1.77 0.15 12 0.12 0.28 96.01 78.75
2 Perlakuan Akhir 1.58 0.14 11 0.12 0.22 96.09 75.26
3 Kontrol Akhir 1.58 0.14 11 0.11 0.18 95.92 76.90

Sumber: Hasil Uji  Balai Penelitian Tanah

Tabel 2. Hasil Analisis Kadar Abu Dan Silika Pada Contoh Tanaman

NO URAIAN Kadar Abu (%) SiO2 (%)
1 Kebun Perlakuan 10.31 7.02
2 Kebun Kontrol 9.54 5.77

Sumber: Hasil Uji  Balai Penelitian Tanah

Biochar yang diaplikasikan pada kebun perlakuan adalah 1 ton. Dosis tersebut sudah mampu memberikan hasil yang positif untuk memperbaiki hara tanah pada kebun perlakuan dan  pertumbuhan tanaman tebu (Tabel 1.dan 2). Pada kebun perlakuan kandungan hara tanah masih cukup tinggi meskipun sudah diserap tanaman untuk pertumbuhan. Hal ini karena aplikasi Biochar dan pupuk silika pada kebun perlakuan mampu memperbaiki hara tanah, membantu unsur esensial lain tersedia bagi tanaman dan mudah diserap. Ditunjukkan pula pada hasil analisis contoh tanaman tebu, bahwa pada kebun perlakuan unsur silika dan kadar abu yang terserap tanaman lebih tinggi dibandingkan kontrol dengan ditunjukkan nilai kandungan unsur tersebut dalam tanaman.

Kandungan silika dalam jaringan tanaman disinyalir mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu. Tanaman tebu yang didalamnya mengandung silika mampu berkembang secara maksimal karena pengaruh proses fotosistesis yang maksimal, Secara visual, tanaman tebu yang dalam jaringannya mengandung silika, tanaman tumbuh tegak dan warna daun lebih hijau serta disinyalir lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.

Pengamatan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman tebu) dilakukan mulai tanaman berumur 1 bulan setelah tanam sampai tanaman tebu berumur 4 bulan. Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan pada 20 tanaman contoh baik pada kebun perlakuan maupun kontrol. Berdasarkan data pengamatan terdapat perbedaan tinggi tanaman tebu pada kebun perlakuan dan kebun kontrol. Pada tebu umur 4 bulan, rerata tinggi tanaman pada kebun perlakuan adalah 221.25 cm sedangkan pada kebun kontrol 203.6 cm. Hal ini membuktikan bahwa aplikasi biochar, perlakuan benih tebu dengan Metabolit sekunder APH serta aplikasi pupuk silika memberikan hasil dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu.

Pada tebu umur 4 bulan rerata jumlah anakan pada kebun perlakuan sebanyak 5.15 batang, sedangkan pada kebun kontrol rerata jumlah anakan sebanyak 3.25 batang. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi paket teknologi mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu, termasuk jumlah anakan tebu.

Terdapat perbedaan diameter batang tanaman tebu antara kebun perlakuan dan kebun kontrol. Pada tebu umur 5 bulan diameter batang tanaman tebu kebun perlakuan sebesar 2.88 cm sedangkan pada kebun kontrol sebesar 2.7 cm.

            Pengamatan jumlah ruas batang  pada tebu umur 5 bulan dilakukan pada 20 tanaman contoh baik pada kebun perlakuan maupun kontrol.  Berdasar data yang telah diperoleh, terdapat perbedaan jumlah ruas batang tebu antara kebun perlakuan dan kontrol. Jumlah ruas batang pada kebun perlakuan lebih besar dibandigkan kebun kontrol. Jumlah ruas batang pada kebun perlakuan sebesar 3.25 cm dan pada kebun kontrol sebesar 2.6 cm.

            Berdasarkan uraian dan data diatas, diketahui bahwa aplikasi paket teknologi yang diterapkan yaitu penambahan Biochar, Aplikasi Metabolit sekunder APH pada perlakuan benih tebu dan aplikasi pupuk silika menunjukkan ada keberhasilan dalam membantu pertumbuhan tanaman antara lain meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, diameter batang tebu dan jumlah ruas batang tebu, jika dibandingkan antara kebun perlakuan dan kontrol.

Hasil Penerapan Teknologi Terhadap iIntensitas Serangan OPT Tebu

            Beberapa OPT yang menyerang tanaman tebu di lokasi uji antara lain Chilo sp., S. nivella., L. stigma dan U. scitaminea. Teknologi untuk mengendalikan Chilo sp. dan S. nivella adalah dengan pemanfaatan pias parasitoid Trichogramma sp. Pias dipasang pada kebun perlakuan sebanyak 20 pias setiap pemasangan pada 20 label tanaman contoh. Pias dipasang mulai tanaman tebu umur 1 bulan sampai 5 bulan, dengan interval pasang setiap 1 minggu sekali.  Pemasangan pias Trichogramma sp. pada kebun perlakuan memberikan dampak yang positif bagi penurunan intensitas serangan penggerek  batang dan pucuk tebu.

Mekanisme serangan parasitoid Trichogramma sp. adalah pias yang dipasang berupa telur Corcyra cephalonica yang telah terparasit Trichogramma sp. Trichogramma sp. akan menetas/ keluar dari telur C. cephalonica dan terbang mencari kelompok telur penggerek batang dan penggerek pucuk tebu, kemudian akan menginfeksi kelompok telur tersebut (memasukkan sel ke dalam kelompok telur dan memakan isi telur, berkembang sampai menjadi dewasa ), keluar dari kelompok telur dan akan mencari kelompok telur yang baru, dan seterusnya

Gambar 4. Intensitas Serangan Chilo sp pada Tebu Umur 1-5 Bulan

Terjadi fluktuasi serangan Chilo sp. baik pada kebun perlakuan maupun kontrol. Pengamatan pertama dilakukaan saat pengamatan awal untuk mengetahui keberadaan OPT yaitu sebesar 3.1 %, baik pada kebun perlakuan maupun kontrol. Pengamatan berikutnya dilakukan saat tanaman tebu umur 1 bulan. Pada kebun perlakuan terjadi serangan sebesar 6.55% lebih tinggi dibandingkan kebun kontrol sebesar 1.5%.Karena terjadi serangan tinggi, maka pada kebun perlakuan mulai dilakukan pengendalian dengan pemasangan pias Trichogramma sp sebanyak 20 pias. Sedangkan pada kebun kontrol tidak dilakukan pengendalian dengan pias Trichogramma sp.

Berdasarkan data  pengamatan, pada kebun perlakuan setelah dilakukan pengendalian dengan Trichogramma sp. Intensitas serangan hama Chilo sp cenderung mengalami penurunan serangan menjadi 0.5% pada pengamatan terakhir, pada tebu umur 5 bulan. Sedangkan pada kebun kontrol intensitas serangan cenderung meningkat karena tidak dilakukan tindakan pengendalian, dan  pada pengamatan terakhir serangan sebesar 1.5%. Berdasarkan hal tersebut, pemasangan pias Trichogramma sp. dapat menurunkan serangan hama penggerek batang tebu Chilo sp. sebesar 92.36% dalam waktu 5 bulan.

Gambar 5 Intensitas Serangan S. nivella Pada Tebu Umur 1-5 Bulan

            Intensitas serangan penggerek pucuk tebu S. nivella juga mengalami fluktuasi serangan terutama pada kebun kontrol. Kategori serangan hama ini tergolong rendah karena tidak mencapai 2% pada tanaman tebu umur 1-5 bulan. Guna mencegah peningkatan serangan, pada kebun perlakuan dipasang 20 pias Trichogramma sp. sedangkan pada kebun control tidak dilakukan pemasangan pias. Tindakan pengendalian tersebut mampu menurunkan intensitas serangan pada kebun perlakuan sebesar 87.5% sedangkan pada kebun kontrol justru ada peningkatan serangan sebesar 53.84% dalam waktu 5 bulan.

            Hama lain yang menyerang tanaman tebu adalah uret tebu Lepidiota stigma. Pengendalian uret tebu pada tahap awal dilakukan secara mekanis saat pengolahan tanah. Teknologi lain yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian uret tebu adalah aplikasi nematoda entomopatogen Heterorhabditis sp. Mekanisme patogenesitas nematoda Heterorhabditis sp. diawali dengan terjadinya penetrasi NEP kedalam tubuh hama L. stigma  melalui lubang alami seperti mulut, anus, spirakel dan stigma atau langsung menembus kutikula larva. Hal ini didukung oleh laporan Ehlers (1996) yang menuliskan bahwa mekanisme patogenesitas diawali dengan nematoda yang memarasit serangga inang dengan jalan penetrasi secara langsung melalui kutikula kedalam Haemocoel serangga (hanya untuk Heterorhabditis sp) atau melalui lubang lubang alami seperti mulut, anus, spirakel dan stigma. Setelah masuk ke tubuh serangga, nematoda melepaskan bakteri simbionnya ke dalam haemolimpha. Bakteri simbion menghasilkan enzim dan toksin yang dapat menyebabkan kematian hama.

            Gejala serangan yang ditunjukkan larva L. stigma terserang NEP adalah terjadinya perubahan warna kutikula yaitu dari warna putih kekuningan menjadi merah menyala atau merah muda. Gejala lain adalah struktur jaringan tubuh larva menjadi lunak, tetapi bentuknya tetap utuh dan tidak berbau busuk, jika tubuh larva ditekan dari dalam tubuhnya akan mengeluarkan cairan yang didalamnya mengadung Infektif Juvenil Heterorhabditis sp.

            Pengamatan Intensitas serangan uret dilakukan setiap bulan dengan cara membongkar tanah disekitar perakaran tebu pada setiap 20 label contoh pada kebun perlakuan dan kebun kontrol.  Pengamatan uret pada pengamatan awal sebelum pengolahan tanah adalah 7.3 uret/m2 galian pada kebun perlakuan dan pada kebun kontrol sebesar 7 uret/m2 galian. Setelah dilakukan pengendalian secara mekanis, dan aplikasi nematoda entompopatogen populasi uret menurun menjadi 0.5 uret/m2 galian pada kebun perlakuan. Sedangkan pada kebun kontrol populasi uret sebesar 1.1 uret/m2 galian.

Pada pengamatan ke-4 sampai 6 populasi uret di kebun perlakuan maupun Kontrol adalah 0 uret/m2 galian. Hal ini dimungkinkan uret telah memasuki stadia pupa sehingga sudah masuk hingga kedalaman lebih dari 50 cm dibawah tanah karena pada saat pengolahan tanah mayoritas larva sudah memasuki instar 3 akhir.

Gambar 6. Intensitas Serangan U. scitaminea Pada tanaman Tebu Umur 1-5 Bulan

Penyakit yang menyerang tanaman tebu pada lahan uji adalah luka api Ustilago scitaminea. Antisipasi terhadap serangan penyakit ini adalah dengan perlakuan benih menggunakan metabolit sekunder APH. Aplikasi tersebut memberikan hasil yang positif ditandai dengan lebih rendahnya intensitas serangan kebun perlakuan dibandingkan kebun Kontrol, serta penurunan intensitas serangan penyakit pada kebun perlakuan dari pengamatan awal 0.2 % menurun menjadi 0.1 % atau terjadi penurunan sebesar 50% Sedangkan pada kebun kontrol intensitas serangan penyakit lebih tinggi dibandingkan kebun perlakuan yaitu pada pengamatan awal 0.5% dan pada pengamatan akhir 0.3%. Pada saat pengamatan, tanaman yang terserang luka api dilakukan eradikasi agar tidak menjadi sumber inokulum dan menular pada tanaman sehat yang lain, baik pada kebun perlakuan maupun kontrol.

Diharapkan seluruh paket teknologi yang telah diterapkan  akan diadopsi oleh petani, dan perlu tindak lanjut sosialisasi menyeluruh pada stakeholder karena jika pengendalian dilakukan secara serentak dan Bersama sama akan memberikan dampak positif dan lebih kelihatan hasilnya

PUSTAKA

Ehlers, R. U. and A. Peters. 1995. Entomopatogenic Nematodes in Biological Control; Feasibility, Perspectives, and Possible Risk. In Biological Control: Benefit and Risks (H. M. T. Hokkanen and J. M. Lynch, Eds.). Cambridge University Press. Cambridge.

Kalshoven,L.G.E, 1981. Pest of Crops in Indonesia. Direvisi dan diterjemahkan oleh

P.A. Van der Laan. PT Ichtiar Baru – Van Hoeve. Jakarta.701 p.

Mudjiono, G. 2010. Model Penerapan PHT Tebu Lahan Kering Kasus Pada Pengelolaan Hama Uret. (Disampaikan pada Pertemuan Kebijakan Perlindungan Perkebunan tahun 2010 tanggal 7-9 Oktober 2010 di Puri Avia Resort Cipayung Bogor).

Wirioatmodjo, B. 1979. Beberapa Masalah Yang dihadapi Dalam pemberantasan Uret Pada Tanaman Tebu. Buletin BP3G. Edisi 77. Hal: 1-13.


Bagikan Artikel Ini  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *