BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN SURABAYA
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Potensi Yeast sebagai Agens Pengendali Hayati Oleh: Roosmarrani Setiawati, SP., M.Sc

Diposting     Senin, 19 Desember 2022 09:12 am    Oleh    Admin Balai Surabaya



Yeast atau khamir lebih dikenal sebagai jamur yang banyak dimanfaatkan pada industri pangan terutama pada proses fermentasi. Namun ternyata yeast juga ada yang berperan dan berpotensi sebagai agens pengendali hayati (APH). Sejauh mana peran tersebut dan jenis yeast yang manakan yang memiliki potensi sebagai APH? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini !

Yeast

Yeast merupakan jamur uniseluler yang kebanyakan termasuk dalam Ascomycota, walaupun ada beberapa yang termasuk Basidiomycota. Diameter yeast  berukuran sekitar 0,075 mm (0.003 inch) dan memiliki beragam bentuk mulai dari bulat telur, oval sampai  filamen. Sebagian besar yeast berkembangbiak secara aseksual dengan cara membelah diri atau bertunas (Ascomycota). Yeast yang termasuk Basidiomycota berkembangbiak secara dimorfik, dari bentuk monokaryotik ke bentuk filamentus dikaryotik (Choudhary & John, 2009).

Morfologi yeast yang tergolong Ascomycota
Morfologi yeast yang tergolong Ascomycota

Di alam, umumya yeast berada di dalam tanah dengan kondisi tekstur, komposisi kimia, kelembapan, dan pH tanah yang berbeda-beda pada letak geografi dan iklim yang bervariasi. Populasi yeast dipengaruhi oleh tingkat kedalaman tanah. Kebanyakan yeast dapat dijumpai pada lapisan atas tanah, pada kedalaman sekitar 2-10 cm.  Selain itu yeast juga ditemukan pada berbagai jaringan tanaman (yeast endofit) seperti daun, batang, bunga, akar dan daerah sekitar perakaran tanaman (rizosfer).

Peran yeast sebagai APH

Tidak seperti umumnya jamur dan bakteri, pemanfaatan yeast sebagai agens pengendali hayati masih sangat jarang diteliti.  Kalaupun ada, umumnya pemanfaatan yeast sebagai agens biokontrol patogen masih terbatas untuk mengendalikan patogen pasca panen pada buah atau sayuran, misalnya Candida oleophila untuk mengendalikan Penicillum expansum dan Botrytis cinerea pada apel. Selain itu pemanfaatan yeast juga masih terbatas untuk mengendalikan patogen yang terdapat pada permukaan daun serta jaringan tanaman lainnya. Namun untuk patogen-patogen yang bersifat terbawa tanah (soil borne pathogen) hal tersebut jarang diujicobakan.

Beberapa marga yeast seperti Cryptococcus, Rhodotorula, dan Debaryomyces telah dimanfaatkan untuk mengendalikan patogen yang menginfeksi daun dan batang tebu. Jenis yeast yang lebih dulu dikenal yaitu Saccharomyces cerevisiae dapat digunakan untuk mengendalikan Rhizoctonia solani, Fusarium equiseti, Botrytis fabae, dan Phytophthora infestans. Ada lagi Torulaspora globose untuk mengendalikankapang Colletotrichum graminicola pada cabai. Kemampuan berkembangbiak yang cepat memungkinkan yeast dapat berkompetisi dengan mikroba lainnya di daerah perakaran tanaman. Oleh karena itu yeast dapat diaplikasikan dalam jumlah banyak untuk mengendalikan patogen terbawa tanah.

Kemungkinan pemanfaatan yeast sebagai agens pengendali hayati, khususnya jasad antagonis sangat tinggi, karena tidak seperti halnya jamur dan bakteri, yeast memiliki sifat antara lain:

  1. Dapat dijumpai dimana-mana (phytobiome), yang menunjukkan tingkat keanekaragaman hayati yang memungkinkan penemuan  jasad antagonis yang alami dan spesifik,
  2. Aman untuk manusia dan hewan dan karena itu aman untuk dimanipulasi,
  3. Umumnya memacu kesehatan tanaman,
  4. Mikroorganisme yang ramah lingkungan, dan
  5. Dapat dengan mudah dan murah untuk diproduksi dalam jumlah yang sangat tinggi.

Mekanisme Pengendalian

Mekanisme pengendalian penyakit oleh yeast pada umumnya adalah antagonisme melalui kompetisi terhadap ruang dan nutrisi, produksi antibiosis, produksi enzim pendegradasi dinding sel patogen, mikoparasitisme, dan induksi ketahanan tanaman (induced resistance).

Kecepatan pertumbuhan yeast yang tinggi dibandingkan patogen bahkan mikroba  agens pengendali hayati lainnya menyebabkan yeast lebih cepat mengkoloni habitatnya. Akibatnya nutrisi yang ada akan dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh yeast. Kompetisi nutrisi antara yeast dengan patogen terutama adalah kompetisi dalam mendapatkan eksudat gula.

Pemanfaatan Metschnikowia pulcherrima terbuktidapat menghambat perkecambahan spora B. cinerea selama periode inkubasi pada medium sintetik. Contoh lain yaitu Rhodotorula glutinis dan Cryptococcus laurentii untuk Mengen dalikan B. cinerea dan P. expansum.

Beberapa penelitian yang dilakukan para ahli menunjukkan bahwa  terjadi aktivitas antibiotik yeast dalam interaksi dengan jamur patogen pada permukaan buah dan daun. Perlakuan B. cinerea dan Fusarium oxysporum f.sp. radicis-lycopersici dengan antibiotik yang diproduksi oleh S. flocculosa sangatmengurangi perkecambahan spora dan produksi biomassanya. Ahli lain memurnikan ester asam lemak dari Tilletiopsis pallescens dan melaporkan bahwa pada konsentrasi130 µg/ml ternyata mampu menghambat perkembangan buluh kecambah jamur embun tepung Podosphaera xanthii.

Senyawa  siderofor telah terbukti penting dalam kaitannya dengan pengendalian jamur patogen tanaman oleh bakteri. Siderofor juga telah dilaporkan diproduksi oleh spesies Candida dan Rhodotorula. Asam rhodotorulat, yang dihasilkan oleh Rhodotorula, telah menunjukkan kemampuannya dalam menghambat perkecambahan spora berbagai patogen tanaman termasuk  B. cinerea (Calvente et al., 2001). Penyakit busuk abu-abu pada apel yang disebabkan oleh B. cinerea lebih efektif dikendalikan oleh strain R. glutinis penghasil asam non-rhodotorulat kombinasi dengan asam rhodotorulat dibandingkan dengan R. glutinis penghasil asam non-rhodotorulat saja.

Enzim kitinase juga telah dilaporkan dihasilkan dalam medium kultur antara A. pullulans dengan P. expansum dan juga pada permukaan luka apel, T. albescens dan T. pallescens dengan P. xanthii, serta Candida saitoana dengan B. cinerea. Terkait dengan kemampuan melisis dinding sel jamur patogen tanaman, enzim β-1,3-glukanase yang diproduksi oleh Pichia anomala telah dikarakterisasi pada medium yang dilengkapi dengan laminarin atau fragmen dinding sel B. cinerea. Produksi enzim β-1,3-glukanase ditemukan relatif lebih tinggi ketika dinding sel fragmen patogen digunakan sebagai substrat untuk induksi enzim secara in vitro. Jelaslah bahwa enzim pemecah dinding sel terlibat dalam interaksi ini. Namun bila dibandingkan dengan mekanisme mikoparasit yang dilakukan oleh bakteri dan jamur antagonis, maka masih sangat sedikit penelitian yang dilakukan untuk menentukan keterlibatan enzim pemecah dinding sel yang diproduksi oleh yeast pada patogen tanaman jamur tular tanah baik secara in vitro atau in vivo.

Pustaka

El-Tarabily, K.A. &· K. Sivasithamparam.2006. Potential of yeasts as biocontrol    agents             of soil-borne fungal plant pathogens and as plant growth promoters.          Mycoscience 47:25–35.

Ferraz, P., F. Cássio, &  C. Lucas. 2019. Potential of Yeasts as Biocontrol Agents            of the Phytopathogen Causing Cacao Witches’ Broom Disease: Is Microbial        Warfare a Solution?. Frontiers in Microbiology 10(1766):1-13.

Freimoser, F.M. M. P. Rueda,M.B. Tilocca & Q. Migheli. 2019. Biocontrol yeasts:             mechanisms and applications. World Journal of Microbiology and            Biotechnology             35(154):1-20.

Ziedan, El-Sayed H.E. & E. S.H. Farrag. 2011. Application of yeasts as biocontrol             agents  for controlling  foliar diseases on sugar beet plants. Journal of   Agricultural Technology 7(6): 1789-1799.


Bagikan Artikel Ini  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *