URGENSI PENGAWASAN PEREDARAN BENIH TANAMAN PERKEBUNAN DAN TANTANGANNYA DALAM MENJAMIN STANDAR MUTU BENIH Oleh : R. Tomas Windharno
Diposting Senin, 10 Oktober 2022 10:10 amPendahuluan
Menindaklanjuti target pembangunan perkebunan yang telah dicanangkan oleh Bapak Presiden dan Menteri Pertanian antara lain untuk komoditas kopi dimana areal kopi nasional pada tahun 2021 mencapai 1,26 juta ha dengan kondisi Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) seluas 188,91 ribu ha dan Tanaman Menghasilkan seluas 947,92 ribu ha, sedangkan tanaman yang rusak /tidak produktif mencapai 122,16 ribu ha. Kebutuhan benih minimal untuk program peremajaan sekitar 195,2 juta batang
Pada komoditas kelapa khususnya kelapa Genjah. Presiden Joko Widodo telah mencanangkan penanaman kelapa genjah 1 juta batang untuk seluruh Indonesia, hal ini membutuhkan perhatian yang serius untuk memastikan ketersediaan sumber benih yang telah ditetapkan dalam dimensi kuantitas maupun kualitas selain juga memperhatikan aspek waktu panen dan sinkronisasi antara logistic benih dan kawasan pengembangan.
Peredaran Benih
Proses produksi benih dari Kebun-kebun sumber benih yang telah ditetapkan keberadaannya melalui SK Menteri Pertanian serta secara terjadwal dilakukan evalauasi kelayakanya dan potensinya akan menjadi “source” bagi kawasan – kawasan pengembangan untuk komoditas perkebunan. Dalam memberikan jaminan bagi pengguna (user) produksi benih tersebut diperlukan suatu mekanisme setelah sertifikasi dan pengujian mutu benih dilaksanakan. Pengawasan peredaran benih merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari proses sertifikasi benih tanaman perkebunan. Kegiatan ini memiliki tujuan sebagai berikut : (1) Mencegah peredaran benih illegal ; (2) Menjamin ketersediaan benih bermutu secara berkesinambungan; (3) Menjamiin kebenaran jenis, varietas dan mutu benih yang beredar dan (4) Mempercepat sosialisasi dan alih teknologi varietas kepada konsumen benih. Pengawasan benih ini menjadi sangat penting khususnya dalam mengawal standar mutu dari komoditi perkebunan yang akan dikembangkan dalam suatu kawasan atau akan digunakan dalam konteks peremajaan suatu komoditas perkebunan tertentu.
Dalam rangka memaksimalkan rentang kendali pengawasan peredaran benih ini diperlukan kolaborasi antara produsen benih, Institusi yang memiliki tugas dan fungsi sertifikasi baik dipusat maupun provinsi serta Direktorat teknis dalam hal ini Direktorat perbenihan Perkebunan Kementerian Pertanian, hal ini seperti disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Hubungan Timbal Balik Pengawasan Peredaran Benih
Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa kolaborasi dari beberapa unsur yang berkepentingan dalam memastikan standar mutu benih akan menjadi jaminan dalam efektifitas rentang kendali yang lebih optimal baik dari sisi tenaga, biaya dan waktu serta metode pengawasannya, sehingga akan dapat diminimalisir potensi beredarnya benih yang tidak bersertifikat dan berlabel. Pengawasan peredaran benih dapat dilakukan didalam suatu provinsi atau antar provinsi serta dilakukan secara berkala ataupun secara insidentil tergantung dari potensi sumber benih yang ada dan kawasan yang akan dikembangkan. Kegiatan secara berkala . Kegiatan secara berkala, merupakan kegiatan pengawasan peredaran yang rutin dilakukan (terjadwal) berdasarkan satuan waktu tertentu (bulanan/ tri wutan/ semester/ tahunan). Sedangkan Kegiaton secara insidentil, merupakan kegiatan pengawasan peredaran yang ditakukan sewaktu waktu (tidak terjadwal), sehubungan dengan terjadinya suatu khasus atau adanya suatu laporan tentang permasatahan peredaran benih Lintas propinsi di wilayah kerja. Adapun tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
- Menginventarisasi data penyaluran benih ke luar propinsi, Data tersebut berasal dari produsen benih di wilayah kerja UPT
- Menginventarisasi data benih masuk ke dalam propinsi, Data berasal dari UPTD/ Dinas propinsi di wilayah kerja UPT
- Inventarisasi dilakukan pada bulan Januari hingga akhir Maret 2021, dengan cara mengirim surat pada Produsen benih yang melaksanakan kegiatan perbenihan, Pada bulan April dan seterusnya dilakukan setiap akhir tri wulan.
- Melakukan cross cek data atau kesesuaian data antara realisasi penyaluran benih dengan benih masuk ke dalam propinsi
- Klarifikasi data pada Produsen benih dan atau Dinas/ UPTD perbenihan di wilayah kerja UPT apabila ditemukan ketidak sesuaian antara realisasi penyaluran dengan pemasukan benih.
- Koordinasi dengan Dinas/ UPTD Perbenihan di wilayah kerja UPT untuk pelaksanaan kegiatan pemeriksaan dilapang terhadap hasil temuan ketidak sesuaian
- Pelaksanaan pengawasan peredaran benih di lapangan dilakukan dengan cara melakukan wawancara/ mengambil data, meminta foto copy dokumen-dokumen/ surat-surat yang berhubungan dengan peredaran benih serta mencatat informasi lain yang dianggap penting. Pada kondisi tertentu,apabila dibutuhkan, dapat melakukan pemeriksaan benih di lokasi lahan penanaman.
- Jika terjadi penyimpangan atau terdapat benih ilegal dan tidak bersertifikat, selanjutnya dilaporkan ke PPNS untuk ditindak lanjuti.
- Pelaksanaan pengawasan peredaran benih langsung di wilayah kerja dilaksanakan satu kali dalam satu tahun kali.
Gambar 2. Pengolahan Data Wasdar
Gambar 2. Menunjukkan setelah tahapan dilaksanakan dalam pengawasan peredaran benih maka diperlukan system pengolahan dan analisis data untuk dapat memonitor keterkaitan antara sertifikasi dan pengujian mutu benih dengan perdaran benih baik dari aspek waktu, kebenaran varietas, lokasi yang direncanakan serta yang paling penting adalah jumlah benih yang beredar.
Tantangan Pengawasan Peredaran Benih
Aktivitas pengawasan peredaran benih adalah suatu kegiatan yang kompleks karena memerlukan effort dan komitmen yang kuat dari semua stake holder perbenihan untuk menjamin standar mutu dari benih yang beredar. Beberapa tantangan yang dijumpai dalam pelaksanaan pengawasan peredarn benih diantaranya adalah :
- Terbatasnya regulasi yang secara spesifik mengatur pengawasan peredaran benih
- SDM institusi yang mempunyai kewenangan dalam pengawasan benih sangat terbatas
- Keterbatasan anggaran dalam pengawasan peredaran dilapangan sehingga intensitasnya hanya dapat dilakukan sekali dalam setahun
- Rendahnya komitmen dari stakeholder, khususnya dalam penyediaan data terkait produksi, sertifikasi dan peredaran benih
- Program Kementerian Pertanian yang hanya bersifat instan pengembangan kawasan komoditas perkebunan
Mengevaluasi dari begitu kompleknya tantangan yang dihadapi oleh institusi BBPPTP dan UPTD Pengawasan Benih Tanaman Perkebunan maka perlu dirumuskan beberapa langkah strategis yang menjadi perioritas dalam memberikan jaminan terhadap standar mutu benih. Konsep pengawasan benih ke depan perlu direviu dengan mempertimbangkan beberapa regulasi seperti di Permentan 15 Tahun 2021 tentang tentang Standar Kegiatan Usaha dan Standar Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pertanian bahwa :
- Pemasangan label diawasi oleh Pengawas Benih Tanaman (PBT)
- Pengawasan dilakukan untuk produsen benih yang telah memiliki sertifikat benih oleh UPT Pusat/ UPTD Provinsi
- Pengawasan terhadap PNBP oleh petugas UPTD
- Laporan kegiatan (Data produksi benih, benih yang diedarkan dan rencana produksi tahunan) kepada Kepala Dinas Provinsi bidang Perkebunan tembusan Kepala UPT Pusat dan UPTD Provinsi yg menyelenggarakan tusi Pengawasan dan Sertifikasi benih
Dengan disosialisasikannya system perizinan berusaha sektor perkebunan yang terintegrasi secara elektronik melalui OSS (Online Single Submission), sesuai dengan PP Nomor 5 Tahun 2021 berdasarkan dengan Tingkat Risiko, maka proses produksi benih sampai dengan pengawasan peredarannya sudah terintegrasi dalam satu system. Pengawasan Perkebunan terdapat dua tahap yaitu Pengawasan untuk Perkebunan tahap pembangunan dan tahap operasional. Laporan pelaku usaha untuk Perizinan Berusaha yang telah diterbitkan minimal 1 tahun sekali sedangkan untuk PB-UMKU (Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha ) yang telah diterbitkan melalui OSS perlu dilakukan pelaporan untuk pemasukan benih tanaman perkebunan untuk Instansi pemerintah, pemerhati dan perseorangan paling lambat 7 hari.
Pelaksanaan pengawasan dilakukan melalui satu sistem yaitu pada sistem OSS. Instansi mengajukan tim yang akan melakukan pengawasan di sistem OSS, Intasnsi dapat mengundang K/L, Dinas terkait untuk melakukan pengawasan Bersama. kemudian Kementerian Investasi/BKPM akan menjadwalkan pengawasan yang akan dilakukan. Memang masih perlu untuk dilakukan pengembangan dan perbaikan di system OSS seperti pada Pada sistem OSS masih belum ada menu APBD pada PB-UMKU Sertifikasi benih, selain itu adanya perbedaan pengaturan biaya retribusi untuk masing-masing Provinsi dan Nomenklatur setiap UPTD berbeda-beda sehingga Sertifikasi benih masih dilakukan dengan manual.
Kesimpulan
- Pengawasan peredaran benih sampai saat ini masih memerlukan suatu model yang ideal dengan melibatkan secara kolaboratif berbagai pemangku kepentingan
- Regulasi yang ada masih ditemukan beberapa ketidaksesuaian seperti antara PP dan Permentan sehingga perlu dilakukan sinkronisasi sehingga tidak menimbulkan bias dalam inplementasinya
- Tantangan dalam pengawasan peredaran benih antara lain : SDM PBT, anggaran operasional, Komitmen bersama antar pemangku kepentingan, dan regulasi.
- System perizinan berusaha sektor perkebunan yang terintegrasi secara elektronik melalui OSS (Online Single Submission), memberikan harapan terkait pengawasan peredaran benih lebih terintegasi dari hulu ke hilir dan dapat termonitoring secara ‘real time’.
Pustaka
Anonimous, 2022 ; Rangkuman Materi Pengawasan Peredaran Benih Tanaman Perkebunan dan
Permasalahannya, disampaikan dalam Pertemuan Pengawas Benih Tanaman
Perkebunan Nasional di Bogor tanggal 2 Agustus 2022
Anomimous , 2022; Rangkuman Workshop dan Bimtek System OSS Perkebunan di Semarang
tanggal 3 November 2022