BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN SURABAYA
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

SERANGAN Helopeltis sp. PADA TANAMAN JAMBU METE DI WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA OLEH: WAHYU IRIANTO, SP

Diposting     Selasa, 30 Mei 2023 12:05 pm    Oleh    Admin Balai Surabaya



Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale L) telah lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia, namun baru saat ini sedang dalam pengembangannya baik oleh perkebunan rakyat maupun oleh perkebunan besar swasta. Selain sebagai tanaman yang produktif jambu mete ini bermanfaat juga sebagai tanaman penghijauan, dan tanaman konservasi dalam rehabilitasi lahan kritis. Karakteristik tanamannya yang mampu tumbuh pada berbagai kondisi lahan marginal, menyebabkan jambu mete sering dipilih sebagai tanaman penghijauan. Untuk tujuan tersebut, maka jambu mete ditanam dengan menggunakan jarak tanam yang rapat 3 x 2 m (1600 pohon/ha), agar tajuknya cepat menutup permukaan tanah (Usman, D. Dan Tjahjana, BE, 2011)

Jambu mete merupakan komoditas yang tak kalah pentingnya dibanding dengan tanaman tahunan lainnya dan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, karena hasil tanaman tersebut dapat dimanfaatkan baik untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri juga sumber devisa negara. Disamping itu juga dapat menyerap tenaga kerja untuk mendorong pertumbuhan pada sentra-sentra ekonomi baru di wilayah pengembangan. Jambu mete merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai strategis dalam pembangunan agribisnis perkebunan, karena sangat terkait dengan sektor industri otomatif (seperti: rem, serbuk friksi, campuran ban, cat, dempul, lak dan lain sebagainya), makanan/ minuman, kosmetik, pestisida nabati dan pakan ternak. Kacang mete di pasar dunia termasuk salah satu produk yang mewah (luxury) dan lebih disukai dibandingkan kacang tanah atau almond. Harga kacangnya (kernel) atau gelondong (nut) mete yang mahal dan cenderung meningkat, baik di pasar domestik maupun internasional mendorong para petani mengembangkan tanaman tersebut secara swadaya. Tanaman jambu mete menghasilkan komoditas ekspor yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi dan relatif stabil dibanding komoditas ekspor Indonesia lainnya. Selain gelondong dan kacang mete tanaman tersebut menghasilkan pula minyak laka (Cashew Nut Shell Liquid = CNSL) atau Cairan Kulit Biji Mete (CKBM) dan produk lain yang diolah dari buah semu.

Tanaman jambu mete merupakan tanaman perkebunan yang cocok ditanam di lahan marjinal dan wilayah yang memiliki iklim kering, dimana persyaratan iklim yang diperlukan lebih banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian Timur khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Di pulau Jawa, tanaman jambu mete juga banyak tumbuh di Jawa Tengah (Jepara, Wonogiri), Jawa Timur (Bangkalan, Sampang, Sumenep, Pasuruan, dan Ponorogo), dan di Yogyakarta (Gunung Kidul, Bantul, dan Sleman). Selain di Provinsi NTT dan NTB, di luar pulau Jawa jambu mete banyak ditanam di Bali (Karangasem) (Ditjenbun, 2012).

Organisme pengganggu tumbuhan terutama hama merupakan salah satu penyebab kematian dan mengakibatkan produktivitas serta mutu menjadi rendah. Pada beberapa daerah sentra produksi Helopeltis merupakan hama yang luas serangannya paling tinggi diikuti oleh S. indecora dan hama lainnya. Beberapa permasalahan telah ditemukan yang menyebabkan hama Helopeltis spp seringkali muncul atau Sanurus menjadi hama baru, diantaranya a). percabangan tanaman yang semakin banyak sehingga tumpang tindih dan mengakibatkan perubahan iklim mikro, b). Helopeltis spp. dan S. indecora mempunyai rentang tanaman inang yang sangat lebar dan berlimpah di lapangan, c). penggunaan insektisida kimia yang berlebihan, d). kurangnya pengetahuan petani mengenai tanaman sela, e). adanya interaksi antara Helopeltis spp, S. indecora dan Delichoderus sp (Karmawati, E. 2008).

Luas Areal Tanaman Jambu Mete

Berdasarkan data Triwulan IV tahun 2022 (Tabel 1) diketahui bahwa tanaman Jambu Mete terdapat di lima Provinsi di wilayah kerja BBPPTP Surabaya. Data Triwulan II tahun 2022 menunjukkan jumlah seluruh luas area Jambu Mete di wilayah kerja BBPPTP Surabaya adalah 273.891,77 Ha. Provinsi dengan budidaya tanaman Jambu Mete terluas adalah Prov. Nusa Tenggara Timur seluas 171.672,77 Ha, selanjutnya Provinsi Jawa Timur seluas     34.220,00 Ha, NTB seluas 32.758,08 Ha, Jawa Tengah seluas 24.206,22 Ha, Bali      10.704,00 Ha, DIY 230 Ha, dan Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi dengan luasan area Jambu mete paling rendah yaitu 101,00 Ha. Sedangkan Provinsi Banten merupakan satu satunya provinsi yang tidak terdapat budidaya jambu mete.

Tabel 1 . Luas Areal jambu Mete di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya Periode Triwulan IV tahun 2022

No. Provinsi Luas Areal (ha)
1 Banten 0.00
2 Jawa Barat 101.00
3 Jawa Tengah 24,206.22
4 DIY 230.00
5 Jawa Timur 34,220.00
6 Bali 10,704.00
7 NTB 32,758.08
8 NTT 171,672.47
Total 273,891.77

Sebaran Serangan OPT Jambu Mete

      Tabel 2 . Sebaran Serangan OPT Jambu Mete di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya Periode Triwulan IV tahun 2022

No. Provinsi Luas Serangan (ha)
    Helopeltis sp. Rigidoporus lignosus Sanurus sp. Cricula trifenestrata Acrocercops syngramma
1 Banten 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2 Jawa Barat 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
3 Jawa Tengah 81.84 0.00 0.00 122.29 0.00
4 DIY 1.72 0.00 0.00 0.00 0.00
5 Jawa Timur 0.00 0.00 0.00 6.82 0.00
6 Bali 19.14 60.39 0.00 0.00 0.00
7 NTB 479.75 37.14 198.02 0.00 222.11
8 NTT 78.70 9.10 0.00 7.36 0.00
  Total 661.15 106.63 198.02 136.47 222.11

Tabel 2 menunjukkan sebaran serangan OPT tanaman Jambu Mete di wilayah kerja BBPPTP Surabaya.  OPT dengan luas serangan tertinggi adalah adalah serangan hama kepik penghisap buah atau Helopeltis sp. seluas 1661.15 Ha, diikuti serangan Ulat Kipat atau Acrocercops syngramma seluas 222.11 Ha. Luas serangan OPT yang menempati urutan ketiga adalah serangan Sanurus sp. seluas 198.02 Ha, diikuti serangan  Cricula trinifestrata   seluas 136.47 Ha, dan terakhir adalah serangan seluas Rigidiporus lignosus 106.63 Ha.  

Helopeltis sp.

 

Gambar 1. Imago Helopelthis spp. pada daun muda Tanaman Jambu Mete

Kepik pengisap atau Helopeltis spp. termasuk hama penting pada tanaman jambu mete; dia menyerang pucuk muda, tunas, bunga, biji, buah dan daun. Nimfa dan imago mengisap cairan tumbuhan pada pucuk muda, tunas, bunga, gelondong dan buah muda. Air liurnya sangat beracun dan tempat yang terkena menjadi melepuh dan bewarna coklat tua. Buah yang terserang berbecak hitam. Serangan pada pucuk dapat mengakibatkan gugur pucuk dan daun muda yang terserang menjadi kering dan mengakibatkan mati pucuk. Bunga-bunga yang terserang menjadi hitam dan mati, kadangkala bekas tusukan serangga ditandai oleh keluarnya gum. Menurut Mandal (2000) menyebutkan bahwa serangan Helopeltis Spp. menyebabkan kerusakan sebesar 25% pada tunas-tunas, 30% pada bunga dan 15% pada buah yang masih lunak .

Ciri khas serangga ini adalah jarum yang tegak pada bagian punggung (toraks).  H. antonii bewarna coklat kemerahan dengan kepala hitam dan toraks merah dengan ukuran sekitar 7-10 mm dan antena yang berukuran hampir dua kali ukuran panjang toraks. H. theivora bewarna kuning kehijauan. Telur diletakkan pada pucuk daun dan pada jaringan muda yang masih lunak. Rata-rata telur yang diletakkan sebanyak 25 butir. Sepasang benang halus yang menonjol keluar menandakan adanya telur di dalam jaringan tersebut (Kalshoven, 1980). Populasi Helopeltis spp. pada pertanaman mengikuti pola munculnya pucuk muda. Pucuk muda muncul setelah ada hujan dan mencapai puncak pada akhir musim hujan.

Gambar 2 Peta Tingkat Serangan Helopelthis sp. pada Jambu Mente periode Triwulan IV tahun 2022di Wilayah  Kerja BBPPTP Surabaya

Hasil pemetaan (Gambar 2) menunjukkan serangan Helopeltis spp.tersebar di lima wilayah kerja BBPPTP Surabaya dengan kategori rendah. Kelima provinsi tersebut adalah Provinsi Jawa Tengah, DIY,  Bali, NTB, dan NTT. Dari kondisi tersebut menunjukkan bahwa tingkat serangan Helopelthis spp. di semua wilayah kerja yang terdapat area jambu Mete tidak terlalu tinggi, namun tetap diperlukan kewaspadaan untuk mengantisipasi adanya peningkatan status serangan terutama apabila pengendalian yang dilaksanakan rendah.

Hasil pemetaan tersebut juga sesuai dengan data yang telah ditunjukkan pada tabel Sebaran Serangan OPT Jambu Mete di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya (Tabel 2). Data pada tabel tersebut menunjukkan bahwa luas serangan hama Helopelthis spp. tertinggi adalah di Provinsi NTB seluas 479.75 Ha disusul Jawa Tengah seluas 81.84 Ha,NTT seluas 78.70 Ha, Bali seluas  19.14 Ha dan DIY seluas  1.72 Ha

Tabel 3 Fluktuasi Luas Serangan Helopelthis spp. Periode Triwulan IV Tahun 2022 dan Triwulan III Tahun 2022 di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya

No. Provinsi Luas serangan               Helopeltis spp. (Ha) Peningkatan/ Penurunan Peningkatan/ Penurunan
T-IV 2022 T-III 2022 Luas serangan (Ha) Luas serangan (%)
1 Banten 0.00 0.00 0.00 0.00
2 Jawa Barat 0.00 0.00 0.00 0.00
3 Jawa Tengah 81.84 83.64 -1.80 -2.15
4 DIY 1.72 1.56 0.16 10.26
5 Jawa Timur 0.00 0.00 0.00 0.00
6 Bali 19.14 73.64 -54.50 -74.01
7 NTB 479.75 450.53 29.22 6.49
8 NTT 78.70 947.60 -868.90 -91.69
Total 661.15 1,556.97 -895.82 -57.54

Gambar 3 Grafik Perbandingan luas serangan Helopelthis sp. pada Jambu Mete di Wilker BBPPTP Surabaya Periode Triwulan IV Tahun 2022 dan Triwulan III  Tahun 2022

Hasil analisis data serangan periode Triwulan IV dan triwulan III Tahun 2022 menunjukkan adanya fluktuasi luas serangan Helopeltis spp. di wilayah kerja BBPPTP Surabaya. Berdasarkan hasil analisis data  diketahui bahwa pada periode Triwulan IV tahun 2022 terjadi penurunan luas serangan seluas 895.82 Ha atau sekitar  57.54 % apabila dibandingkan dengan luas serangan Helopelthis spp. pada periode triwulan III tahun 2022. Penurunan luas serangan tersebut terjadi di Provinsi NTT, Bali dan Jawa Tengah.

Tabel 4 Fluktuasi luas serangan Helopeltis sp. pada jambu mete periode Triwulan IV Tahun 2022 dan Triwulan IV Tahun 2021 diWilayah Kerja BBPPTP Surabaya

No. Provinsi Luas serangan               Helopeltis spp. (Ha) Peningkatan/ Penurunan Peningkatan/ Penurunan
T-IV 2022 T-IV 2021 Luas serangan (Ha) Luas serangan (%)
1 Banten 0.00 0.00 0.00 0.00
2 Jawa Barat 0.00 0.00 0.00 0.00
3 Jawa Tengah 81.84 88.28 -6.44 -7.29
4 DIY 1.72 10.00 -8.28 -82.80
5 Jawa Timur 0.00 0.00 0.00 0.00
6 Bali 19.14 29.38 -10.24 -34.85
7 NTB 479.75 1,627.00 -1,147.25 -70.51
8 NTT 78.70 281.92 -203.22 -72.08
Total 661.15 2,036.58 -1,375.43 -67.54

Gambar 4 Grafik Perbandingan luas serangan Helopelthis sp. pada Jambu Mete di Wilker BBPPTP Surabaya Periode Triwulan II Tahun 2022 dan Triwulan II Tahun 2021

Berdasarkan data pada tabel 4 data perbandingan luas serangan Helopelthis sp. periode Triwulan IV Tahun 2022 dan Triwulan IV Tahun 2021menunjukkan terjadinya penurunan luas serangan, sama dengan perbandingan luas serangan Periode Triwulan IV dan Triwulan III Tahun 2022. Penurunan luas serangan yang terjadi adalah seluas 1.375,43 Ha atau sekitar 67.54%. Penurunan luas serangan tertinggi di Provinsi NTB yaitu seluas   1,147.25 Ha. Terjadinya pennurunan luas serangan tersebut dimungkinkan karena adanya Tindakan pengendalian dan faktor lingkungan yang kurang mendukung untuk perkembangan hama.

Tabel 5 Perbandingan luas serangan dengan luas pengendalian Helopeltis sp. pada Jambu mete Periode Triwulan IV Tahun 2022 di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya

No. Provinsi Luas Serangan  (Ha) Luas Pengendalian (Ha)
1 Banten 0.00 0.00
2 Jawa Barat 0.00 0.00
3 Jawa Tengah 81.84 2.10
4 DIY 1.72 0.20
5 Jawa Timur 0.00 0.00
6 Bali 19.14 19.14
7 NTB 479.75 68.30
8 NTT 78.70 39.90
Total 661.15 129.64

Gambar 5 Grafik Perbandingan luas serangan dengan luas pengendalian Helopletis sp. pada Jambu Mete Periode Triwulan IV Tahun 2022 di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya

Berdasarkan data pada Tabel 5 dan Gambar 5 jika dibandingkan antara luas serangan dengan luas pengendalian, luas pengendalian yang dilakukan masih jauh di bawah luas serangan yang terjadi. Luas pengendalian yang dilaksanakan hanya seluas 129.64 Ha atau hanya sekitar 19.61% dari seluruh luas serangan.

Beberapa rekomendasi tindakalan pengendalian yang bisa dilaksanakan antara lain:

  1. Biologis : menggunakan semut hitam Dolicoderus thoracicus) sarang semut dibuat dari daun jambu mente / daun kelapa yang kering,lalu letakkan diatas jorket. Selain itu dengan jamur Beauveria bassiana dengan dosis 2 kg media padat /ha atau metabolit sekunder (MS) APH Beauveria bassiana dengan aplikasi disemprotkan pada hama sasaran atau infuse batang/akar dengan dosis 30-50 ml MS/liter
  2. Kimiawi : melakukan kegiatan Sistem Peringatan Dini  bila tingkat serangan Helopeltis spp. <15%, diamati seminggu sekali dan bila ada serangan langsung dilakukan penyemprotan pada areal terbatas. Jika tingkat serangan >15% penyemprotan dilakukan secara menyeluruh (Prasojo, 2017).

DAFTAR PUSTAKA

Ditjenbun. 2012. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan: Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman Jambu Mete Tahun 2013. Ditjenbun. Jakarta

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta. p. 119.

Karmawati, E. 2008. Perkembangan Jambu Mete dan Strategi Pengendalian Hama Utamanya. Perspektif Vol. 7 No. 2 / Desember 2008. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. 102 – 111 hal.

Mandal, R.C. Cashew Production and Processing Technology. 2000. Agrobias, India.       195 hal.

Usman, D dan Tjahjana, B. E. 2011. Teknologi Rehabilitasi pada Tanaman Jambu Mete. Buletin RISTRI Vol 2 (2). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri. Sukabumi. 167-174 hal.


Bagikan Artikel Ini  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *