BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN SURABAYA
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

TANAMAN PISANG SEBAGAI NAUNGAN KOPI MEMBERIKAN KEUNTUNGAN GANDA

Diposting     Ahad/Minggu, 30 Oktober 2022 07:10 am    Oleh    Admin Balai Surabaya



Latar Belakang

            Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini karena kopi telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi devisa negara, menjadi ekspor non migas, selain itu dapat menjadi penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani pekebun kopi maupun bagi pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam budidaya, pengolahan, maupun dalam mata rantai pemasaran. Pada tahun 2010 luas areal kebun kopi mencapai 1.210.365 Ha dengan produksi 686,92 ton (Ditjenbun, 2013). Sembilan puluh lima (95) % dari luas areal perkebunan kopi tersebut merupakan perkebunan rakyat. Secara umum pada perkebunan rakyat, peningkatan luas areal tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas dan mutu. Rendahnya produktivitas maupun mutu kopi pada perkebunan rakyat biasanya disebabkan oleh umur tanaman yang sudah tua, kurangnya pemeliharaan / perawatan kebun oleh petani dan adanya serangan hama penyakit (Hasna, 2011). Kopi sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia yang tak terpisahkan dan bahkan dibeberapa tempat kopi sudah menjadi sebuah budaya (budaya minum kopi). Perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan produsen kopi terbesar ke-3 didunia, pertama adalah Brazil dan kedua adalah Vietnam. Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa merupakan negara-negara importir kopi dari Indonesia.

Tanaman kopi dengan tanaman naungan Pohon pisang

Kopi  merupakan   salah  satu  komoditas  potensi  di  Kabupaten Lumajang Jawa Timur. Luas areal perkebunan kopi rakyat di Kabupaten Lumajang mencapai kurang lebih 4.157 ha dengan produksi  1,867 ton dalam bentuk biji ose atau rata – rata 450-500 kilogram ose/ha. Areal kopi tersebut tersebar pada sentra-sentra pengembangan di 7 (tujuh) kecamatan yang meliputi kecamatan Senduro, Pasrujambe, Pronojiwo, Tempusari, Randuagung, Klakah, dan Gucialit. Mengingat potensi agroklimatologis wilayah Kabupaten Lumajang sangat mendukung  sekali  dalam  pengembangan  komoditas  kopi.

Kopi yang ditanam oleh Bapak Sugiono Ketua Kelompok Tani Sekarmaju 2 adalah kopi robusta dengan usia ± 15 tahun yang ditanaman pada ketinggian 600 dpl. Pada umumnya tanaman kopi memerlukan naungan terlebih jika daerah pertanaman kurang lembab maka perlu diberikan naungan. Naungan pada dasarnya hanya diperlukan bagi tanaman kopi yang ditanam di daerah – daerah yang kurang subur karena kopi sendiri sebenarnya dapat ditanam tanpa naungan. Apabila tanaman kopi ditanam tanpa naungan pada tanah yang subur, pada permulaannya memperlihatkan pertumbuhan yang baik, dan mulai berbuah juga lebih cepat. Selama 5 – 8 tahun kebun mampu memberikan hasil yang baik. Namun pada tahun – tahun berikutnya hasil akan mengalami penurunan, penurunan hasil ini disebabkan penyinaran matahari yang tidak teratur, sehingga pertumbuhan generatifnya juga tidak teratur, termasuk pembungaan dan perbuahannya. Selain penyinaran yang tidak teratur juga karena sangat kekurangan bahan organik sehingga lapisan humusnya cepat habis, oleh karena itu perlu dilakukanya pemangkasan naungan.

Dalam fase berbuah, tanaman kopi juga hanya membutuhkan intensitas penyinaran terbatas agar dapat dicapai keseragaman dalam proses pemasakan buah, penyinaran berlebihan dapat menyebabkan buah masak lebih cepat tapi tingkat kematangannya tidak sempurna. Disinilah dibutuhkan penanaman pohon naungan agar produktivitas kopi dapat dipertahankan.

Fungsi naungan

Tanaman pelindung atau naungan sangat dibutuhkan tanaman kopi, terutama pada saat mulai memasuki fase produksi, ada beberapa fungsi atau manfaat dari tanaman pelindung ini, antara lain:

  • Mengatur intensitas penyinaran sesuai kebutuhan tanaman kopi, sehingga pembungaan, pembuahan dan pematangan buah bisa seragam dan kualitas biji kopi yang dihasilkan  dapat dipertahankan;
  • Mengurangi penguapan segera hingga humus tidak gampang hilang;
  • Mengurangi berlangsungnya erosi terlebih pada tempat miring;
  • Menghindar embun upas ( frost ) pada daerah-daerah tinggi dan mengurangi potensi serangan hama dan penyakit tanaman;
  • Sebagai sumber bahan organik untuk memperbaiki struktur tanah;
  • Bisa menghambat perkembangan gulma.

Syarat tanaman yang cocok sebagai pohon pelindung/naungan kopi

Tidak semua tanaman dapat dijadikan pelindung atau naungan pada tanaman kopi, tanaman yang kan dijadikan pelindung pada tanaman kopi setidaknya harus memiliki persyaratan sebagai berikut :

  • Tanaman mudah tumbuh; pohonnya tinggi dan bertajuk rindang;
  • Pertumbuhannya cepat ;
  • Banyak menghasilkan daun dan tahan pemangkasan;
  • Daunnya cepat membusuk;
  • Perakaran dalam;
  • Batang dan cabang keras;
  • Tidak mudah terserang hama dan penyakit ;
  • Tajuk dan akar tidak mengganggu tanaman kopi;
  • Bijinya tidak banyak dan tidak tersebar sehingga tidak mudah tumbuh menjadi gulma Leucaena sp;
  • Daunnya bisa menjadi pakan ternak dan kayunya untuk kayu bakar,
  • Tidak menggugurkan daun , terutama pada musim kemarau;
  • Lebih diutamakan dati jenis leguminosa,
  • Mudah diatur secara periodik agar tidak menghambat pembungaan.

Pohon Pisang sebagai Alternatif Tanaman Pelindung Kopi

Sulitnya mendapatkan bibit pohon naungan yang cocok untuk tanaman kopi, membuat para petani mencari alternatif tanaman pelindung yang mudah didapatkan di sekitar lahan kebun kopi. Petani disentra kopi lumajang menanam pisang sebagai pohon pelindung pada tanaman kopi mereka. Pohon pisang itu ditanam berjajar di sela-sela tanaman kopi dengan jarak tanam sekitar 6 x 6 meter. Menurut sugiono Petani Kopi pasrujambe pemanfaatan tanaman pisang sebagai pohon pelindung kopi, menurutnya cukup baik, karena tanaman kopi yang ada dapat tumbuh dengan baik.

Lebih lanjut sugiono menjelaskan, pemanfaatan tanaman pisang sebagai pelindung kopi cukup baik, karena selain berfungsi sebagai pelindung, tanaman pisang juga bisa menjaga kelembaban tanah pada saat terjadi musim kemarau. Selain itu limbah tanaman pisang juga bisa menjadi sumber pupuk organik yang baik bagi tanaman kopi.

Dari segi ekonomis, menurut sugiono penggunaan tanaman pisang sebagai pohon pelindung juga memberikan keuntungan ganda bagi petani, selain dari hasil kopi, mereka juga dapat memperoleh penghasilan tambahan dari buah pisang yang saat ini prospek ekonominya juga cukup baik. Perakaran tanaman pisang yang dangkal, juga tidak berpotensi mengganggu absorbsi hara oleh tanaman kopi. Pertumbuhan anakan tanaman pisang harus dibatasi supaya tidak mengganggu serapan hara oleh tanaman kopi, setiap rumpun kopi cukup dipertahankan 2 anakan saja. Anakan yang terlalu banyak dikhawatirkan justru akan mengganggu pertumbuhan tanaman kopi.

Melihat pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi yang diberi naungan tanaman pisang cukup baik, sugiono semakin yakin  bahwa tanaman ini bisa menjadi alternatif pohon pelindung kopi. Panfaatan tanaman pisang sebagai pohon pelindung kopi telah terbukti efektif dan memberikan keuntungan ganda kepada petani.

Peran pohon naungan terhadap OPT

Menurut Schroth et al. (2000) memberi naungan pada tanaman kopi akan dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap gangguan hama dan penyakit, selain menciptakan kondisi yang cocok bagi pertumbuhan kopi, naungan pada sistem agroforestri kopi juga dapat berperan dalam mengendalikan hama dan penyakit tumbuhan. Namun, dalam perannya sebagai penekan serangan hama dan patogen, naungan dipengaruhi oleh kondisi iklim, ketinggian tempat dan jenis tanah. Dalam mengendalikan hama dan penyakit, naungan akan mempengaruhi suhu dan kelembaban tanah yang memacu peningkatan aktivitas musuh alami. Selain itu, naungan juga berperan dalam mengurangi tingkat cekaman tanaman karena cahaya yang berlebih melemahkan tanaman sehingga mudah terserang hama dan patogen tanaman.

Beberapa hama tanaman kopi yang dipengaruhi oleh intensitas cahaya karena naungan diantaranya:

  1. Nematoda

Tingkat kerapatan naungan yang tinggi, kelimpahan nematoda parasit tumbuhan akan rendah. Tingkat kerapatan naungan 40% optimum bagi kelimpahan nematoda parasit tumbuhan. Dengan kata lain, resiko munculnya serangan nematoda pada tanaman kopi dapat dikurangi dengan meningkatkan kerapatan naungan menjadi lebih dari 40%. Turunnya kelimpahan nematoda pada tingkat naungan di atas 40% disebabkan oleh sifat nematoda yang tidak menyukai kondisi kelembaban tanah yang berlebih. Walaupun nematoda merupakan biota hidrobion (Lavelle & Spain, 2001), tetapi bila kelembaban tanah tinggi maka ia tidak dapat bertahan hidup lebih lama karena tanah dalam kondisi anaerobik (Norton, 1978). Naungan yang sangat rapat menyebabkan tanah lebih lembab dan bersifat anaerobik sehingga menekan kelimpahan nematoda parasit tumbuhan.

  • Kutu Dompolan

Berkembang biaknya kutu dompolan ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim terutama kelembaban, intensitas cahaya dan temperatur. Ledakan serangan hama kutu dompolan sering terjadi pada musim kemarau yang kering dan panjang. Dalam musim hujan, serangan hama ini nampak berkurang, demikian pula tahun -tahun dimana terdapat musim kemarau yang relatif basah. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh naungan. Semakin kurang naungan berarti semakin besar intensitas cahaya. Naungan yang diberikan pada tanaman kopi juga mempengaruhi jumlah serangan. Pada kondisi naungan yang ringan, pohon kopi yang mengalami serangan berat berjumlah 45 %, sedangkan pada kondisi naungan gelap, hanya 22% yang mengalami serangan berat. Dengan demikian maka pada naungan yang gelap dapat memperkecil tingkat serangan, namun bukan jaminan untuk menghindari serangan. Perbedaan intensitas cahaya ternyata sangat berpengaruh tehadap komposisi jenis kelamin. Apabila naungan gelap, maka sex-ratio antara kutu betina dan jantan adalah 1:9, tetapi pada naungan yang ringan, kutu betina lebih banyak dari pada kutu jantan. Dengan demikian berarti bahwa pada kondisi naungan yang ringan, sumber penularan kutu dompolan jauh lebih besar dari pada kondisi dengan naungan yang gelap, karena jumlah kutu betina yang siap bertelur lebih banyak.

  • Hama Xylosandrus compactus

Rendahnya tingkat naungan pohon penaung, menyebabkan sinar matahari yang masuk ke lahan lebih besar, sehingga kelembaban udara menjadi lebih rendah (Dewi et al., 2005). Tanaman kopi idealnya memerlukan naungan sekitar 23 – 28% (Pinto et al., 2000), penaungan > 50% akan menurunkan produktivitas tanaman. Dilain pihak, bila tingkat penaungan terlalu rendah, maka cahaya matahari yang masuk semakin tinggi sehingga fotosintesa tanaman akan meningkat (SIPPO, 2002). Peningkatan laju fotositesa akan meningkatkan metabolisme tanaman kopi dan merangsang pembungaan (Kimani et al, 2002; Najiyati, 2004). Pembungaan yang berlebihan menyebabkan kondisi tanaman menjadi lemah, sehingga tanaman lebih rentan terhadap serangan X. compactus. Tingginya kerapatan pohon penaung kemungkinan menjadi penghalang perpindahan X. compactus dari satu pohon ke pohon lainnya. Keragaman pohon penaung dalam sistem agroforestri berbasis kopi mempengaruhi tingkat serangan X. compactus. Semakin tinggi keragaman pohon penaung, menyebabkan intensitas serangan hama semakin rendah. Tingginya keragaman spesies pohon penaung memungkinkan penggerek ranting mempunyai peluang menyerang pohon penaungnya. Drizd (2003), menyebutkan bahwa X. compactus dapat menyerang lebih dari 100 spesies tanaman antara lain: alpukat, jeruk, jambu biji, mangga, mahoni, kakao, kayu manis dan pohon penaung lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 20171. https://disbunhut.pasuruankab.go.id/content-591-panen-raya-petik-merah-kopi.html. Diakses 16  Oktober 2022.

Anonim, 20202. https://manfaatnyasehat.blogspot.co.id/2016/04/berbagai-manfaat-gamal-untuk-kesehatan.html diakses 16 Oktober  2021.

Ditjenbun, 2013. Kopi Berkelanjutan.

   https://ditjenbun.deptan.go.id/pascapanen/berita-203-kopi-berkelanjutan-.html. Diakses tanggal 15 Oktober  2022

Dewi, W.S., Suprayogo, D., Yanuwiyadi, B. And Hairiah, K. 2005. Dapatkah agro- forestri mempertahankan biodiversitas cacing tanah? Agrivita (forthcoming).

Drizd, Lara. 2003. The Black Twig Borer: A Study of The Damage Done to Unprotected Hawaiian Coffee. http: // www.ncf.edu/mccord/The%20Black%2 0Twig%20Borer.pdf. diakses 20 oktober  2022.

Hasna Q, 2011. Macam-Macam Hama Tanaman Kopi.       https://planthospital.blogspot.com/2011/10/macam-macam-hama-tanaman-kopi.html. Diakses tanggal 19  Oktober 2022.

Kimani, M, Little, T and Vos, J.G.M. 2002. Introduction to Coffee Management through Discovery Learning. CABI Bioscience. Africa Regional Centre, Nairobi, Kenya. 35p.

Lavelle P & Spain AV. 2001. Soil Ecology. Kluwer Academic Publisher. Dordrecht, Boston, London.

Norton DC. 1978. Ecology of Plant Parasitic Nematodes. John Willey and Sons, New York, Chichester, Brisbane, and Toronto.

SIPPO (Swiss Import Promotion Programme). 2002. Part B: Production guidelines for organic coffee, cocoa and tea. www. sippo.ch/files/publications/bio- cacao_b.pdf, p: 51-64.

Schroth, G., Krauss, U, Gasparotto, L., Duarte, J.A. 2000. Pest and diseases in agroforestry systems of the humid tropics. Agroforestry systems 50: 199-241.

Oleh

Bayu Aji Nugroho

POPT Madya

BBPPTP Surabaya


Bagikan Artikel Ini  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *