BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN SURABAYA
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

ULAT KANTONG KELAPA SAWIT DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

Diposting     Kamis, 07 Juli 2022 08:07 am    Oleh    Admin Balai Surabaya



Serangan hama menjadi salah satu faktor yang dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produksi kelapa sawit. Beberapa jenis hama dilaporkan menyerang tanaman kelapa sawit diantara adalah babi, tikus, kumbang tanduk, maupun hama ulat api dan ulat kantung. Salah satu hama  utama pada tanaman kelapa sawit adalah ulat kantong. Keberadaan ulat kantung hampir selalu ditemukan pada tanaman kelapa sawit. Hama ini memiliki kisaran inang yang cukup luas diantara menyerang tanaman jambu mete, kelapa, kemiri sunan bahkan beberapa jenis gulma dapat menjadi inang alternatif, sehingga pada kondisi tertentu ulat kantung dapat mengakibatkan tanaman gundul tidak berproduksi.  Ada dua jenis spesies ulat kantung yang menyerang tanaman kelapa sawit yaitu Mahasena corbetti dan Metisa plana.

Ciri khas utama dari ulat kantong adalah hidupnya di dalam sebuah bangunan mirip kantong yang berasal dari potongan-potongan daun, tangkai bunga tanaman inang, di sekitar daerah serangan. Ciri khas yang lain yakni pada bagian tubuh dewasa betina kebanyakan spesies ulat kantong mereduksi dan tidak mampu untuk terbang. Jantan memiliki sayap dan akan mencari betina karena bau feromon yang dikeluarkan betina untuk menarik serangga jantan (Utomo et al. 2007). Karena sifat yang khas ini maka dikatakan jenis ulat ini sebagai ulat kantong. Tingkat populasi kritis adalah 5-6 ekor/pelepah.

            Dari hasil percobaan simulasi kerusakan daun yang dilakukan pada kelapa sawit berumur 8 tahun (Wood et al. 1972) diperkirakan penurunan produksi mencapai 30-40 % pada dua tahun setelah terjadi kehilangan daun sebesar 50 %. Apabila kerusakan daun terjadi pada kelapa sawit yang lebih muda maka kehilangan hasil yang ditimbulkan menjadi kecil. Kehilangan daun sebesar 50 % pada kelapa sawit yang berumur 2 tahun dan 1 tahun, masing-masing akan mengakibatkan penurunan produksi sebesar 12%-24 % dan kurang 4 % pada dua tahun pasca serangan (Liu dan ahmad, 1993)

Klasifikasi

Ulat kantung termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, Famili Psychidae. Secara umum, larva ulat kantung membuat kantung dari partikel daun, pasir, atau ranting-ranting dengan bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Kantung akan semakin membesar seiring dengan pertumbuhan larva. Pada kantung terdapat dua lubang, yaitu lubang anterior dan posterior. Pada saat makan atau berpindah tempat, larva akan mengeluarkan kepala dan tungkai asli yang terdapat pada toraks melalui lubang anterior, sedangkan feses akan dikeluarkan melalui lubang posterior (Kalshoven, 1981). Ukuran kantung berkisar antara 1-15 cm pada beberapa spesies di daerah tropik. Setiap spesies akan membuat kantung yang khas baik dalam ukuran, bentuk, maupun komposisinya, sehingga kantung yang berbeda-beda ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu spesies ulat kantung.

Keunikan Ulat Kantung

Ulat kantung termasuk serangga yang unik karena selama hidupnya ulat kantung berada di dalam kantung. Pergantian instar larva dan kopulasi yang dilakukan oleh imago juga dilakukan di dalam kantung. Larva dari ulat kantung bertipe eruciform dengan tiga pasang tungkai asli pada toraks yang berfungsi untuk berjalan atau berpindah tempat, sedangkan pada bagian abdomen larva terdapat tungkai palsu. Pada kantung terdapat dua lubang, yaitu lubang anterior dan lubang posterior. Menjelang berpupa, larva akan menutup lubang anterior dan posterior kantung. Pupa jantan dan pupa betina dapat dibedakan, yaitu pupa jantan bertipe obtekta dengan embelan yang menempel sedangkan pupa betina berbentuk seperti cacing dan bagian sayap, tungkai, serta antena tidak tampak jelas. Imago jantan muncul dengan sayap yang berkembang dengan baik sedangkan imago betina tidak memiliki sayap dan tetap berada di dalam kantung. Antena dari imago jantan tumbuh memanjang dan sangat peka, sehingga dapat menemukan ngengat betina yang tersembunyi di dalam kantung melalui bau yang dikeluarkan oleh ngengat betina (Rhainds et al. 2009). Kantung-kantung yang dibuat oleh larva sangat beragam. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kantung, misalnya partikel daun, ranting-ranting, kulit batang, atau sutera yang dikeluarkan oleh larva itu sendiri sehingga menghasilkan kantung yang beragam dalam bentuk, ukuran, maupun warna. Hal inilah yang menyebabkan adanya ciri khas kantung dari masing-masing ulat kantung walaupun tidak menutup kemungkinan adanya kemiripan kantung antar spesies.

Gejala Serangan

Ulat muda sudah dapat mengeluarkan benang sutra menggantung, yang kemudian digunakan untuk menyebar dengan bantuan angin, setelah menetap di suatu tempat  ulat kantung membentuk kantong sendiri. Ulat ini bergerak dengan mengeluarkan kepala dan sebagian dadanya untuk memakan daun, bunga maupun kulit tanaman sehingga menyababkan daun menggulung karena ulat ini membentuk kantong.

            Ulat yang sangat muda hanya memakan permukaan bawah daun. Ulat dewasa menghabiskan daun dan pinggir sampai ke lidi. Serangan dari pelepah daun yang lebih tua mengarah ke pelepah daun yang lebih muda. Daun yang terserang menjadi rusak, berlubang dan tidak utuh lagi kemudian daun menjadi kering dan berwarna abu-abu serangan menyebabkan daun berlubang-lubang (Pracaya, 2004)

Beberapa spesies ulat kantung  di Indonesia

Ulat kantong yang menyerang tanaman perkebunan di Indonesia, khususnya kelapa sawit ada beberapa spesies, diantaranya:

1.Ulat kantong Mahasena corbetti (Lepidoptera :Psychidae)

Ngengat  M.corbetti jantan bersayap normal dengan rentangan sayap sekitar 30 mm, berwarna cokelat tua. Seekor ngengat M.corbetti betina mampu menghasilkan telur 2.000-3.000  butir. Telur menetas dalam waktu sekitar 16 hari. Waktu perkembangan mencapai 124 hari. Ulat yang baru muncul sangat aktif dan bergantungan menggunakan benang-benang air liurnya, sehingga mudah menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia atau binatang. Ulat sangat aktif makan sambil membuat kantung dari potongan daun. Ulat bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan kepala dan kaki depannya dari dalam kantung. Ulat awalnya berada di permukaan atas daun tetapi setelah kantung semakin besar akan berpindah dan menggantung di bagian permukaan bawah daun. Pada akhir perkembangannya, panjang ulat dapat mencapai 30-50 mm. Stadia berkempompong ada di dalam kantung selama lebih kurang 30 hari. Kepompong jantan bertipe oktekta, sedangkan kepompong betina berbentuk vermiform.

2. Metisa plana Wlk(Lepidoptera :Psychidae)

            Ulat kantung M.plana ini menjadi hama penting pada perkebunan kelapa sawit di Malaysia. Ngengat  M.plana betina dapat menghasilkan telur sebanyak 200-300 butir selama hidupnya. Telur menetas dan keluar ulat dalam waktu 18 hari. Ulat terdiri dari enam instar selama 71,5 hari. Ulat pada akhir perkembangannya mancapai panjang 12 mm dengan panjang kantung 15-17 mm. Pada instar lima dan enam, aktivitas makan ulat berkurang, kemudian memasuki stadia kepompong berlangsung selama 8-12 hari. Setelah itu ngengat jantan keluar dari kantung dan terbang untuk mencari ngengat betina yang tetap berada dalam kantung. Setelah kawin, ngengat  jantan tetap aktif dan mati sekitar 3-4 hari kemudian. Ngengat betina meletakkan telur dalam kokon, kemudian meninggalkan kantung dan mati setelah beberapa jam kemudian. Betina dewasa tidak bersayap dan berkaki, berukuran panjang 5,5 mm, diameter 2,0 mm. Ngengat jantan mempunyai sayap dan panjang tubuh 10-12 mm.

Pengendalian

Dari hasil beberapa penelitian pengendalian ulat kantong dapat dilakukan secara biologis yaitu dengan memanfaatkan parasitoid Bacillus thuringiensis (bt), secara mekanisdenganmelakukan pemangkasan pelepah yang terdapat banyak larva, mengambil larva tersebut kemudian membakarnya dan secara kimia ulat kantong dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang menggunakan insektisida.

DAFTAR PUSTAKA

Kalshoven, L. G. E. 1981. The pests of crops in Indonesia. Van der Laan PA, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari De Plagen van de Culturagenuassen in Indonesia.

Liau, S.S. dan A.Ahmad.1993. Defoliation and crop loss in young oil palm. 1993 Porim inter. Palm Oil Congr-Update and Vision (Agricukture) pp.408-425

Pracaya, 2004. Hama dan Penyakit Tanaman (edisi revisi) Penebar Swadaya. Jakarta

Rhainds M, Donald RD, Peter WP. 2009. Bionomics of Bagworms (Lepidoptera: Psychidae). Annu Rev Entomol 54.

Utomo, C. Tjahjono, H. dan Agus, S. 2007. Feromon: Era Baru Pengendalian Hama Ramah Lingkungan Di Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 15(2); 70-75

Wood, B.J R.H.V Corley and K.H Goh.1972. Studies on the effect of pest damage on oil palm yield. In advanced in oil palm cultivation (R.L. Wastrie and D.A. Earp. Eds) The incorp. Soc.of Plant, K.lumpur.pp 360-379

Oleh:

Bayu Aji Nugroho

POPT Madya

BBPPTP Surabaya


Bagikan Artikel Ini  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *