BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN SURABAYA
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

TANAMAN PISANG SEBAGAI NAUNGAN KOPI MEMBERIKAN KEUNTUNGAN GANDA

Diposting     Ahad/Minggu, 30 Oktober 2022 07:10 am    Oleh    Admin Balai Surabaya



Latar Belakang

            Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini karena kopi telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi devisa negara, menjadi ekspor non migas, selain itu dapat menjadi penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani pekebun kopi maupun bagi pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam budidaya, pengolahan, maupun dalam mata rantai pemasaran. Pada tahun 2010 luas areal kebun kopi mencapai 1.210.365 Ha dengan produksi 686,92 ton (Ditjenbun, 2013). Sembilan puluh lima (95) % dari luas areal perkebunan kopi tersebut merupakan perkebunan rakyat. Secara umum pada perkebunan rakyat, peningkatan luas areal tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas dan mutu. Rendahnya produktivitas maupun mutu kopi pada perkebunan rakyat biasanya disebabkan oleh umur tanaman yang sudah tua, kurangnya pemeliharaan / perawatan kebun oleh petani dan adanya serangan hama penyakit (Hasna, 2011). Kopi sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia yang tak terpisahkan dan bahkan dibeberapa tempat kopi sudah menjadi sebuah budaya (budaya minum kopi). Perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan produsen kopi terbesar ke-3 didunia, pertama adalah Brazil dan kedua adalah Vietnam. Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa merupakan negara-negara importir kopi dari Indonesia.

Tanaman kopi dengan tanaman naungan Pohon pisang

Kopi  merupakan   salah  satu  komoditas  potensi  di  Kabupaten Lumajang Jawa Timur. Luas areal perkebunan kopi rakyat di Kabupaten Lumajang mencapai kurang lebih 4.157 ha dengan produksi  1,867 ton dalam bentuk biji ose atau rata – rata 450-500 kilogram ose/ha. Areal kopi tersebut tersebar pada sentra-sentra pengembangan di 7 (tujuh) kecamatan yang meliputi kecamatan Senduro, Pasrujambe, Pronojiwo, Tempusari, Randuagung, Klakah, dan Gucialit. Mengingat potensi agroklimatologis wilayah Kabupaten Lumajang sangat mendukung  sekali  dalam  pengembangan  komoditas  kopi.

Kopi yang ditanam oleh Bapak Sugiono Ketua Kelompok Tani Sekarmaju 2 adalah kopi robusta dengan usia ± 15 tahun yang ditanaman pada ketinggian 600 dpl. Pada umumnya tanaman kopi memerlukan naungan terlebih jika daerah pertanaman kurang lembab maka perlu diberikan naungan. Naungan pada dasarnya hanya diperlukan bagi tanaman kopi yang ditanam di daerah – daerah yang kurang subur karena kopi sendiri sebenarnya dapat ditanam tanpa naungan. Apabila tanaman kopi ditanam tanpa naungan pada tanah yang subur, pada permulaannya memperlihatkan pertumbuhan yang baik, dan mulai berbuah juga lebih cepat. Selama 5 – 8 tahun kebun mampu memberikan hasil yang baik. Namun pada tahun – tahun berikutnya hasil akan mengalami penurunan, penurunan hasil ini disebabkan penyinaran matahari yang tidak teratur, sehingga pertumbuhan generatifnya juga tidak teratur, termasuk pembungaan dan perbuahannya. Selain penyinaran yang tidak teratur juga karena sangat kekurangan bahan organik sehingga lapisan humusnya cepat habis, oleh karena itu perlu dilakukanya pemangkasan naungan.

Dalam fase berbuah, tanaman kopi juga hanya membutuhkan intensitas penyinaran terbatas agar dapat dicapai keseragaman dalam proses pemasakan buah, penyinaran berlebihan dapat menyebabkan buah masak lebih cepat tapi tingkat kematangannya tidak sempurna. Disinilah dibutuhkan penanaman pohon naungan agar produktivitas kopi dapat dipertahankan.

Fungsi naungan

Tanaman pelindung atau naungan sangat dibutuhkan tanaman kopi, terutama pada saat mulai memasuki fase produksi, ada beberapa fungsi atau manfaat dari tanaman pelindung ini, antara lain:

  • Mengatur intensitas penyinaran sesuai kebutuhan tanaman kopi, sehingga pembungaan, pembuahan dan pematangan buah bisa seragam dan kualitas biji kopi yang dihasilkan  dapat dipertahankan;
  • Mengurangi penguapan segera hingga humus tidak gampang hilang;
  • Mengurangi berlangsungnya erosi terlebih pada tempat miring;
  • Menghindar embun upas ( frost ) pada daerah-daerah tinggi dan mengurangi potensi serangan hama dan penyakit tanaman;
  • Sebagai sumber bahan organik untuk memperbaiki struktur tanah;
  • Bisa menghambat perkembangan gulma.

Syarat tanaman yang cocok sebagai pohon pelindung/naungan kopi

Tidak semua tanaman dapat dijadikan pelindung atau naungan pada tanaman kopi, tanaman yang kan dijadikan pelindung pada tanaman kopi setidaknya harus memiliki persyaratan sebagai berikut :

  • Tanaman mudah tumbuh; pohonnya tinggi dan bertajuk rindang;
  • Pertumbuhannya cepat ;
  • Banyak menghasilkan daun dan tahan pemangkasan;
  • Daunnya cepat membusuk;
  • Perakaran dalam;
  • Batang dan cabang keras;
  • Tidak mudah terserang hama dan penyakit ;
  • Tajuk dan akar tidak mengganggu tanaman kopi;
  • Bijinya tidak banyak dan tidak tersebar sehingga tidak mudah tumbuh menjadi gulma Leucaena sp;
  • Daunnya bisa menjadi pakan ternak dan kayunya untuk kayu bakar,
  • Tidak menggugurkan daun , terutama pada musim kemarau;
  • Lebih diutamakan dati jenis leguminosa,
  • Mudah diatur secara periodik agar tidak menghambat pembungaan.

Pohon Pisang sebagai Alternatif Tanaman Pelindung Kopi

Sulitnya mendapatkan bibit pohon naungan yang cocok untuk tanaman kopi, membuat para petani mencari alternatif tanaman pelindung yang mudah didapatkan di sekitar lahan kebun kopi. Petani disentra kopi lumajang menanam pisang sebagai pohon pelindung pada tanaman kopi mereka. Pohon pisang itu ditanam berjajar di sela-sela tanaman kopi dengan jarak tanam sekitar 6 x 6 meter. Menurut sugiono Petani Kopi pasrujambe pemanfaatan tanaman pisang sebagai pohon pelindung kopi, menurutnya cukup baik, karena tanaman kopi yang ada dapat tumbuh dengan baik.

Lebih lanjut sugiono menjelaskan, pemanfaatan tanaman pisang sebagai pelindung kopi cukup baik, karena selain berfungsi sebagai pelindung, tanaman pisang juga bisa menjaga kelembaban tanah pada saat terjadi musim kemarau. Selain itu limbah tanaman pisang juga bisa menjadi sumber pupuk organik yang baik bagi tanaman kopi.

Dari segi ekonomis, menurut sugiono penggunaan tanaman pisang sebagai pohon pelindung juga memberikan keuntungan ganda bagi petani, selain dari hasil kopi, mereka juga dapat memperoleh penghasilan tambahan dari buah pisang yang saat ini prospek ekonominya juga cukup baik. Perakaran tanaman pisang yang dangkal, juga tidak berpotensi mengganggu absorbsi hara oleh tanaman kopi. Pertumbuhan anakan tanaman pisang harus dibatasi supaya tidak mengganggu serapan hara oleh tanaman kopi, setiap rumpun kopi cukup dipertahankan 2 anakan saja. Anakan yang terlalu banyak dikhawatirkan justru akan mengganggu pertumbuhan tanaman kopi.

Melihat pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi yang diberi naungan tanaman pisang cukup baik, sugiono semakin yakin  bahwa tanaman ini bisa menjadi alternatif pohon pelindung kopi. Panfaatan tanaman pisang sebagai pohon pelindung kopi telah terbukti efektif dan memberikan keuntungan ganda kepada petani.

Peran pohon naungan terhadap OPT

Menurut Schroth et al. (2000) memberi naungan pada tanaman kopi akan dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap gangguan hama dan penyakit, selain menciptakan kondisi yang cocok bagi pertumbuhan kopi, naungan pada sistem agroforestri kopi juga dapat berperan dalam mengendalikan hama dan penyakit tumbuhan. Namun, dalam perannya sebagai penekan serangan hama dan patogen, naungan dipengaruhi oleh kondisi iklim, ketinggian tempat dan jenis tanah. Dalam mengendalikan hama dan penyakit, naungan akan mempengaruhi suhu dan kelembaban tanah yang memacu peningkatan aktivitas musuh alami. Selain itu, naungan juga berperan dalam mengurangi tingkat cekaman tanaman karena cahaya yang berlebih melemahkan tanaman sehingga mudah terserang hama dan patogen tanaman.

Beberapa hama tanaman kopi yang dipengaruhi oleh intensitas cahaya karena naungan diantaranya:

  1. Nematoda

Tingkat kerapatan naungan yang tinggi, kelimpahan nematoda parasit tumbuhan akan rendah. Tingkat kerapatan naungan 40% optimum bagi kelimpahan nematoda parasit tumbuhan. Dengan kata lain, resiko munculnya serangan nematoda pada tanaman kopi dapat dikurangi dengan meningkatkan kerapatan naungan menjadi lebih dari 40%. Turunnya kelimpahan nematoda pada tingkat naungan di atas 40% disebabkan oleh sifat nematoda yang tidak menyukai kondisi kelembaban tanah yang berlebih. Walaupun nematoda merupakan biota hidrobion (Lavelle & Spain, 2001), tetapi bila kelembaban tanah tinggi maka ia tidak dapat bertahan hidup lebih lama karena tanah dalam kondisi anaerobik (Norton, 1978). Naungan yang sangat rapat menyebabkan tanah lebih lembab dan bersifat anaerobik sehingga menekan kelimpahan nematoda parasit tumbuhan.

  • Kutu Dompolan

Berkembang biaknya kutu dompolan ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim terutama kelembaban, intensitas cahaya dan temperatur. Ledakan serangan hama kutu dompolan sering terjadi pada musim kemarau yang kering dan panjang. Dalam musim hujan, serangan hama ini nampak berkurang, demikian pula tahun -tahun dimana terdapat musim kemarau yang relatif basah. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh naungan. Semakin kurang naungan berarti semakin besar intensitas cahaya. Naungan yang diberikan pada tanaman kopi juga mempengaruhi jumlah serangan. Pada kondisi naungan yang ringan, pohon kopi yang mengalami serangan berat berjumlah 45 %, sedangkan pada kondisi naungan gelap, hanya 22% yang mengalami serangan berat. Dengan demikian maka pada naungan yang gelap dapat memperkecil tingkat serangan, namun bukan jaminan untuk menghindari serangan. Perbedaan intensitas cahaya ternyata sangat berpengaruh tehadap komposisi jenis kelamin. Apabila naungan gelap, maka sex-ratio antara kutu betina dan jantan adalah 1:9, tetapi pada naungan yang ringan, kutu betina lebih banyak dari pada kutu jantan. Dengan demikian berarti bahwa pada kondisi naungan yang ringan, sumber penularan kutu dompolan jauh lebih besar dari pada kondisi dengan naungan yang gelap, karena jumlah kutu betina yang siap bertelur lebih banyak.

  • Hama Xylosandrus compactus

Rendahnya tingkat naungan pohon penaung, menyebabkan sinar matahari yang masuk ke lahan lebih besar, sehingga kelembaban udara menjadi lebih rendah (Dewi et al., 2005). Tanaman kopi idealnya memerlukan naungan sekitar 23 – 28% (Pinto et al., 2000), penaungan > 50% akan menurunkan produktivitas tanaman. Dilain pihak, bila tingkat penaungan terlalu rendah, maka cahaya matahari yang masuk semakin tinggi sehingga fotosintesa tanaman akan meningkat (SIPPO, 2002). Peningkatan laju fotositesa akan meningkatkan metabolisme tanaman kopi dan merangsang pembungaan (Kimani et al, 2002; Najiyati, 2004). Pembungaan yang berlebihan menyebabkan kondisi tanaman menjadi lemah, sehingga tanaman lebih rentan terhadap serangan X. compactus. Tingginya kerapatan pohon penaung kemungkinan menjadi penghalang perpindahan X. compactus dari satu pohon ke pohon lainnya. Keragaman pohon penaung dalam sistem agroforestri berbasis kopi mempengaruhi tingkat serangan X. compactus. Semakin tinggi keragaman pohon penaung, menyebabkan intensitas serangan hama semakin rendah. Tingginya keragaman spesies pohon penaung memungkinkan penggerek ranting mempunyai peluang menyerang pohon penaungnya. Drizd (2003), menyebutkan bahwa X. compactus dapat menyerang lebih dari 100 spesies tanaman antara lain: alpukat, jeruk, jambu biji, mangga, mahoni, kakao, kayu manis dan pohon penaung lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 20171. https://disbunhut.pasuruankab.go.id/content-591-panen-raya-petik-merah-kopi.html. Diakses 16  Oktober 2022.

Anonim, 20202. https://manfaatnyasehat.blogspot.co.id/2016/04/berbagai-manfaat-gamal-untuk-kesehatan.html diakses 16 Oktober  2021.

Ditjenbun, 2013. Kopi Berkelanjutan.

   https://ditjenbun.deptan.go.id/pascapanen/berita-203-kopi-berkelanjutan-.html. Diakses tanggal 15 Oktober  2022

Dewi, W.S., Suprayogo, D., Yanuwiyadi, B. And Hairiah, K. 2005. Dapatkah agro- forestri mempertahankan biodiversitas cacing tanah? Agrivita (forthcoming).

Drizd, Lara. 2003. The Black Twig Borer: A Study of The Damage Done to Unprotected Hawaiian Coffee. http: // www.ncf.edu/mccord/The%20Black%2 0Twig%20Borer.pdf. diakses 20 oktober  2022.

Hasna Q, 2011. Macam-Macam Hama Tanaman Kopi.       https://planthospital.blogspot.com/2011/10/macam-macam-hama-tanaman-kopi.html. Diakses tanggal 19  Oktober 2022.

Kimani, M, Little, T and Vos, J.G.M. 2002. Introduction to Coffee Management through Discovery Learning. CABI Bioscience. Africa Regional Centre, Nairobi, Kenya. 35p.

Lavelle P & Spain AV. 2001. Soil Ecology. Kluwer Academic Publisher. Dordrecht, Boston, London.

Norton DC. 1978. Ecology of Plant Parasitic Nematodes. John Willey and Sons, New York, Chichester, Brisbane, and Toronto.

SIPPO (Swiss Import Promotion Programme). 2002. Part B: Production guidelines for organic coffee, cocoa and tea. www. sippo.ch/files/publications/bio- cacao_b.pdf, p: 51-64.

Schroth, G., Krauss, U, Gasparotto, L., Duarte, J.A. 2000. Pest and diseases in agroforestry systems of the humid tropics. Agroforestry systems 50: 199-241.

Oleh

Bayu Aji Nugroho

POPT Madya

BBPPTP Surabaya


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

SEBARAN SERANGAN Hyphotenemus hampei PADA TANAMAN KOPI DI WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA TRIWULAN I TAHUN 2022 – OLEH: WAHYU IRIANTO

Diposting     Rabu, 26 Oktober 2022 03:10 pm    Oleh    Admin Balai Surabaya



Kopi merupakan salah satu komoditas utama perkebunan yang merupakan penghasil devisa negara dan sumber pendapatan petani di Indonesia. Selain memiliki fungsi ekonomi yang penting, keberadaan tanaman kopi juga memiliki peranan penting dalam pengembangan wilayah terpencil serta dukungannya bagi pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup dan juga memiliki fungsi sosial sebagai penyedia lapangan bagi 17,2 juta bagi petani yang berada pada sektor on farm perkebunan (Dirjen Bina Prod. Perkebunan, 2005).

 Luas areal kopi di Indonesia menempati urutan kedua terbesar setelah Brazil yaitu 1.235.802 ha yang sekitar 96% dari luas tersebut diusahakan oleh rakyat, 2,3% perkebunan swasta, dan 1,7% perkebunan negara (Ditjenbun, 2012). Dari keseluruhan luas pertanaman kopi tersebut, 73,02% (902.341 ha) merupakan tanaman kopi Robusata dan sisanya Arabika. Namun jika dilihat dari produksi, produktivitas tanaman kopi Indonesia sebesar 684.076 ton masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara produsen utama kopi di dunia lainnya dan hanya menempati urutan ketiga setelah Brazil (2.906.320 ton ) dan Vietnam (1.217.868 ton) (FAO, 2012).

Menurut Balittri (2015) Sebagian besar (96%) tanaman kopi disusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat dengan keterbatasan modal dan akses terhadap teknologi terutama teknologi budidaya tanaman yang meliputi bahan tanaman, pemupukan, dan penglolaan organisme pengganggu tumbuhan, dengan tingkat produktivitas rendah (0,5 ton biji kering/ Ha/ Tahun). Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kopi di Indonesia adalah belum digunakannya bahan tanaman unggul yang sesuai dengan agroekosistem tempat tumbuh kopi dan penerapan teknologi budidaya yang tidak standar serta masalah serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).

            Beberapa hama dan penyakit yang ditemukan pada tanaman kopi diantaranya Penggerek Buah Kopi/ PBKo (Hyphotenemus hampei), Penyakit karat daun (Hemileia vastatrix), Penggerek cabang coklat (Xylosandrus morigerus ), penyakit bercak daun kopi (Cercospora coffeicola), kutu hijau (Coccus viridis) dan Penggerek Batang Kopi (Zeuzera coffeae).

 Luas Areal Tanaman Kopi

Data Triwulan I Tahun 2022 (Tabel  1) menunjukkan budidaya kopi paling luas di wilayah kerja BBPPTP Surabaya adalah Provinsi Jawa Timur yaitu 113,685,00 Ha, diikuti pada peringkat kedua Provinsi NTT dengan luasan 79,080.79 Ha,  kemudian ketiga Provinsi Jawa Barat 51,350.82 Ha, diikuti Jawa Tengah 36,364.13 Ha,  Bali 34,038.00 Ha,  Provinsi NTB 13,960.00 Ha, Provinsi Banten 6,241.12 Ha, dan urutan terakhir Provinsi DIY 1.725,64 Ha. Budidaya kopi terdapat di semua wilayah kerja BBPPTP Surabaya.

Tabel 1 . Luas Areal Tanaman Kopi Periode Triwulan I Tahun 2022

di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya

No. Provinsi Luas Areal (Ha)
1 Banten 6,241.12
2 Jawa Barat 51,350.82
3 Jawa Tengah 36,364.13
4 DIY 1,725.64
 5 Jawa Timur 113,685.00
6 Bali 34,038.00
7 NTB 13,960.00
8 NTT 79,080.79
Total 336,445.50

Serangan Hyphotenemus hampei Di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya

Serangan H. hampei adalah salah satu masalah terbesar produksi kopi global, yang dapat mengakibatkan kerugian besar dalam hasil panen yang berkisar dari 5% – 24% . Dalam kasus-kasus ekstrim dilaporkan kehilangan hasil sampai 50%.

Gambar 1. Peta Tingkat Serangan H. hampei  pada Kopi di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya Triwulan I tahun 2022

Serangan hama menyebar hampir di seluruh wilayah kerja dengan berbagai kategori tingkat serangan. Serangan sedang, terdapat di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Nusa Tenggara Barat. Serangan rendah terdapat di Provinsi Jawa Timur, Bali dan NTT dan aman dari serangan hama ini adalah Provinsi Banten. (Gambar 1 ).

Gambar 2. Perbandingan Luas Serangan H. hampei pada Kopi di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya antara Triwulan I 2022 dengan Triwulan IV 2021

Perbandingan luas serangan H. hampeii  antara Triwulan I Tahun 2022 dan Triwulan IV Tahun 2021 secara keseluruhan mengalami  penurunan luas serangan sebesar 188.13 Ha atau turun sebesar 4.27%.

Gambar 3. Perbandingan Luas Serangan H. hampei pada Kopi di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya antara triwulan I  tahun 2022 dengan triwulan I tahun 2021

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa perbandingan luas serangan H. hampei pada triwulan I tahun 2022 dan triwulan I tahun 2021, secara keseluruhan mengalami  penurunan sebesar 341,55 Ha atau turun sebesar 7,49%.

Gambar 4. Perbandingan Luas Serangan dan Luas Pengendalian H. hampei pada Kopi di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya triwulan I 2022

Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat perbandingan luas serangan dan luas pengendalian yang telah dilakukan masing-masing wilayah. Luas Pengendalian keseluruhan mencapai 1.314,88 Ha atau sebesar 31.16%. Pengendalian dilakukan baik melalui APBN, APBD arau swadaya petani.

Pengendalian H. hampei

Pengendalian hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) disarankan:

  1. Melakukan pengaturan     naungan agar pertanaman tidak terlalu gelap
  2. Secara biologis, dengan penggunaan parasitoid Cephalonomia stephanoderis serta aplikasi jamur entomopatogen Beauveria bassiana
  3. Menggunakan tanaman yang masak serentak seperti USDA 762 untuk arabika dan BP 234 dan BP 409.
  4. Sanitasi dilakukan dengan petik buah. Petik buah adalah mengambil semua buah yang rusak awal karena serangan, rampasan adalah mengambil semua buah yang ada di panen, sedangkan lelesan adalah mengambil buah yang ada di tanah.
  5. Pengendalian harus dilakukan bila intensitas serangan >10%.

DAFTAR PUSTAKA

Balittri. 2015. Perakitan Teknologi untuk Peningkatan Produksi dan Mutu Hasil Perkebunan Kopi Rakyat. https://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/?p=7634.

Direktur Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2005. Kebijaksanaan, Sistem Kelembagaan dan Keragaan PHT Perkebunan di Indonesia. Makalah pada Ekspose dan Pameran PHT. Memasyarakatkan Pengendalian Hama Terpadu untuk Mendukung Pembangunan Perkebunan yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan. Jogjakarta 28-29 Mei 2005. 9.  

Food and Agriculture Organization. 2012. Production and Trade . Faostat.org. https://www.fao.org

Gunuang Talang. 2011. Hama Tanaman Utama Kopi Arabika – Kutu Hijau (Coccus viridis/ Green Coffee Scale). Gunuang Talang Coffee. https://gunuangtalangcoffee.blogspot.co.id/2011/12/hama-tanaman-utama-kopi-arabika-kutu.html.


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

SINERGI ANTAR PELEPASAN VARIETAS UNGGUL DAN PENGAWALAN MUTU BENIH PADA TANAMAN TEBU – Oleh : PH. Padang

Diposting        Oleh    Admin Balai Surabaya



  1. PENDAHULUAN

Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan yang hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Tanaman tebu  mendapat perhatian dari pemerintah karena hasil dari tanaman ini merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan bahan pokok sehari hari (sembako) yaitu gula. Pengembangan tanaman tebu sejalan dengan perkembangan industri gula nasional (Anonim, 2020). Untuk mendukung industri gula (off farm) sebagaimana dimaksud, peran penyediaan bahan baku (on farm) adalah sangat penting. Ketersediaan bahan baku dipengaruhi oleh ketersediaan bahan tanaman yang digunakan, yaitu terkait varietas,  produksi benih, pengawasan mutu benih hingga pada penanaman di lapangan.

Menurut Syakir (2012), pemilihan varietas harus memperhatikan sifat varietas unggul yaitu,  memiliki potensi produksi gula yang tinggi melalui bobot tebu dan rendemen yang tinggi ; memiliki produktivitas yang stabil dan mantap ; memiliki ketahanan yang tinggi untuk keprasan dan kekeringan ; serta tahan terhadap hama dan penyakit.

Varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan (Permentan No.50/……./2015). Penciptaan varietas pada tanaman tebu dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah melalui teknik pemuliaan tanaman. Hasil dari pemuliaan tersebut apabila akan diedarkan pada masyarakat harus melalui tahapan Pelepasan Varietas. Apabila memenuhi syarat maka varietas tersebut akan dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai Varietas Unggul.

Dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman tebu, sangat membutuhkan ketersediaan benih dari varietas unggul tanaman tebu. Melalui tulisan populer ini, Penulis ingin menyampaikan sedikit tentang bagaimana sinergi yang telah dibangun antara BBPPTP Surabaya dengan PTPN X  dalam upaya penyediaan benih unggul tanaman tebu, khususnya varietas unggul baru NX-04, yaitu melalui kegiatan Pelepasan Varietas  varietas unggul baru dan saat ini masih menunggu terbitnya Surat Keputusan dari Menteri Pertanian.

  1. PELEPASAN VARIETAS UNGGUL NX-04

Proses penciptaan varetas NX-04 diawali pada tahun 2012 oleh Pusat Penelitian PTPN X yang berlokasi di dusun Jengkol, desa Plosokidul, kecamatan Plosoklaten, kabupaten Kediri – Jawa Timur. Teknik yang digunakan adalah melalui Pemuliaan Tanaman yaitu dengan cara melakukan persilangan antara varietas PSDK 923 sebagai tetua betina dengan VMC 76-16 sebagai tetua jantan. Dari hasil persilangan diperoleh beberapa aksesi dan aksesi terbaik adalah JSR 1205-64 untuk diusulkan sebagai varietas unggul baru dengan nama pengusulan NX-04.  

Varietas NX-04 adalah varietas dengan tipe kemasakan Awal-Tengah,  cocok dikembangkan pada tipologi lahan bertekstur berat dengan jenis tanah Vertisol dan juga pada lahan bertekstur ringan dengan jenis tanah Regosol. Varietas ini mempunyai kerapatan batang sedang (8-10 btg/m), diameter batang sedang s/d besar (2,5 – 3,0 cm) serta mempunya daya kepras yang baik dan kadar sabut 12,88 %.

Potensi produksi pada plane cane (PC) sekitar 1.360 ± 190 ku/ha dengan rendemen 10,34 ± 2,28 % dan hablur 140,7 ± 48,1 ku/ha. Sedangkan untuk potensi produksi pada ratoon cane (RC) sekitar  1.061 ± 285 ku/ha dengan rendemen 9,15 ± 1,29 % dan hablur 97,1 ± 16,2 ku/ha. Pada lokasi pengujian, varietas ini diketahui tahan terhadap beberapa OPT tanaman tebu, antara lain : Penggerek pucuk, Penggerek batang, Blendok, Mozaik, Pokahbung dan Luka api.

Sifat Morfologi dari varietas ini sebagaimana tercantum dalam makalah siding pelepasan varietas (Anonim,2022) antara lain adalah :

1. Batang :

Ruas berbentuk silindris dengan susunan ruas agak berbiku; warna batang kuning kecoklatan sebelum terpapar matahari dan berwarna merah keunguan setelah terpapar  matahari; lapisan lilin tebal dan mempengaruhi warna batang; tidak terdapat retakan tumbuh dan retakan gabus; terdapat noda gabus tetapi jarang dan tidak di semua ruas; cincin tumbuh melingkar datar diatas puncak mata dan tidak terdapat cincin lilin; terdapat alur mata yang dangkal dan tidak pada semua ruas; penampang melintang  berbentuk bulat; teras dan lubang bersifat massif

2. Daun

Warna daun  hijau dengan ukuran lebar daun 4-6 cm; lengkung daun   tegak dengan ujung melengkung kurang dari ½ panjang helai daun; terdapat telinga daun dengan tinggi telinga daun lebih dari 1 kali lebar telinga; kedudukan telinga daun tegak dan sifatnya kuat; tidak terdapat bulu bidang. punggung; terdapat lapisan lilin pada pelepah daun dengan intensitas sedang; warna sendi ∆ daun coklat kehijauan; warna pelepah daun hijau kemerahan; sifat lepas pelepah (klentek) daun mudah.

 3. Mata

Terletak pada bekas pangkal pelepah daun dengan bentuk bulat telur. Dan ukuran mata sedang; bagian terlebar berada dibawah mata; ukuran sayap sama lebar dengan tepi sayap mata berbentuk rata; tidak terdapat rambut tepi basal dan rambut jambul; pusat/titik tumbuh  berada diatas puncak mata

Sumber : Dokumen Monev Pelepasan Varietas BBPPTP Surabaya 2022

  1. PENGAWALAN MUTU BENIH

Pengawalan mutu benih oleh BBPPTP Surabaya diawali dengan dimulainya kerjasama antara Puslit Gula PTPN X Jengkol dengan BBPPTP Surabaya. Secara rigkas kerjasama ini berupa pendampingan dan pengawalan. Pendampingan dilakukan pada saat mulai proses penyusunan naskah proposal hingga pelaksanaan sidang pelepasan varietas dan munculnya rekomendasi varietas NX-04 sebagai Varietas Unggul.

Pengawalan dilakukan dengan cara melakukan pengawalan mutu benih. Pengawalan mutu benih tersebut dimulai dari pengawalan mutu benih pada kebun benih sumber calon varietas unggul baru yang akan digunakan sebagai bahan uji multilokasi di beberapa lokasi di wilayah Pabrik Gula binaan PTPN X hingga pengawalan mutu benih terhadap benih yang dipersiapkan setelah terbitnya legalitas berupa SK Menteri.

Pengawalan mutu benih sebagaimana dimaksud dilakukan dengan cara melaksanakan pemeriksaan lapang terhadap kebun benih sumber tebu calon varietas unggul baru. Standar yang digunakan adalah standar mutu benih sebagaimana tercantum dalam Kepmentan 318/Tahun 2015. Untuk  kebun benih sumber yang memenuhi standar sebagaimana dimaksud maka dapat digunakan untuk uji multilokasi di beberapa lokasi yang dibutuhkan untuk pengujian utamanya di wilayah binaan Pabrik Gula milik PTPN X.

Setelah calon varietas unggul baru NX-04 memenuhi syarat dalam Sidang Pelepasan varietas dan diberikan rekomendasi oleh Tim Pelepas Varietas pada bulan Maret 2022, maka status varietas tersebut sedang menunggu penerbitan Surat Keputusan dari Menteri Pertanian. Sambil menunggu terbitnya SK tersebut, pihak PTPN X  mempersiapkan benih dari varietas  varietas unggul tersebut agar pada saat SK Pelepasan Varietas terbit maka benih sudah tersedia dalam jumlah cukup dan segera dapat diedarkan pada petani atau masyarakat luas termasuk diluar wilayah binaan PTPN X.

Benih yang dipersiapkan oleh PTPN X adalah benih tebu berupa Benih Tumbuh dengan metode perbanyakan Single Bud Planting (SBP) jenjang benih G1 atau setara Benih Nenek. Kegiatan pengawalan mutu benih terhadap benih tebu tumbuh/SBP G1 varietas NX-04 dilakukan BBPPTP Surabaya pada bulan September 2022 dengan hasil sebagai berikut :

Sumber : Dokumen Kegiatan Pengawalan Mutu BBPPTP Surabaya 2022

Pengawalan mutu dilakukan dengan memberikan surat keterangan mutu benih pada benih tumbuh/ SBP yang memenuhi syarat. Manfaat dari surat keterangan mutu benih ini adalah sebagai dokumen benih yang dibutuhkan untuk persyaratan administrasi untuk pemeriksaan administrasi pada penangkaran kebun benih sumber tebu di jenjang selanjutnya.

  1. PENUTUP

Sinergi antara pengawalan mutu benih dengan kegiatan pelepasan varietas bermanfaat dalam mendorong percepatan tersediannya varietas unggul baru tanaman tebu. Sinergi tersebut  telah ditunjukan dengan baik melalui kerjasama antara PTPN X bersama BBPPTP Surabaya. Dalam waktu dekat setelah SK pelepasan varietas unggul tebu NX-04 terbit, maka varietas unggul ini akan segera dapat manfaatkan oleh petani secara legal dan dapat diperoleh dengan mudah karena benihnya sudah dipersiapkan dengan baik  oleh pihak PTPN X.

PUSTAKA

Anonim (2015) Pedoman Produksi, Sertifikasi, Peredaran Dan Pengawasan Benih Tanaman Tebu (Sacharum Offisinarum L) Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 318/Kpts/Kb.020/10/2015. Kementerian Pertanian RI. Jakarta.

Anonim, (2019), Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan. Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2019. Jakarta.

Anonim, (2020). Pengembangan Kawasan Substitusi Impor (Tebu). Pengembangan Kawasan Tanaman Semusim dan Rempah. Pedoman Umum Tahun 2020. Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementan RI. Jakarta.

Anonim, (2020). Usulan Pelepasan Klon Tebu Unggul Harapan JSR 1205-64 Sebagai Tebu Varietas Unggul Baru. Proposal Sidang Pelepasan Varietas. PTPN X dan BBPPTP Surabaya. Maret.2022


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

URGENSI PENGAWASAN PEREDARAN BENIH TANAMAN PERKEBUNAN DAN TANTANGANNYA DALAM MENJAMIN STANDAR MUTU BENIH Oleh : R. Tomas Windharno

Diposting     Senin, 10 Oktober 2022 10:10 am    Oleh    Admin Balai Surabaya



Pendahuluan

Menindaklanjuti target pembangunan perkebunan yang telah dicanangkan oleh Bapak Presiden dan Menteri Pertanian antara lain untuk komoditas kopi  dimana areal kopi nasional pada tahun 2021 mencapai 1,26 juta ha dengan kondisi Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) seluas 188,91 ribu ha dan Tanaman Menghasilkan seluas 947,92 ribu ha, sedangkan tanaman yang rusak /tidak produktif mencapai 122,16 ribu ha.  Kebutuhan benih minimal untuk program peremajaan sekitar 195,2 juta batang  

Pada komoditas kelapa khususnya kelapa Genjah. Presiden Joko Widodo telah mencanangkan penanaman kelapa genjah 1 juta batang untuk seluruh Indonesia, hal ini membutuhkan perhatian yang serius untuk memastikan ketersediaan sumber benih yang telah ditetapkan dalam dimensi kuantitas maupun kualitas selain juga memperhatikan aspek waktu panen dan sinkronisasi antara logistic benih dan kawasan pengembangan.

Peredaran Benih

Proses produksi benih dari Kebun-kebun sumber benih yang telah ditetapkan keberadaannya melalui SK Menteri Pertanian serta secara terjadwal dilakukan evalauasi kelayakanya dan potensinya  akan menjadi “source”  bagi kawasan – kawasan pengembangan untuk komoditas perkebunan. Dalam memberikan jaminan bagi pengguna (user) produksi benih tersebut diperlukan suatu mekanisme setelah sertifikasi dan pengujian  mutu benih dilaksanakan.  Pengawasan peredaran benih merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari proses sertifikasi benih tanaman perkebunan.  Kegiatan ini memiliki tujuan sebagai berikut : (1) Mencegah peredaran benih illegal ; (2) Menjamin ketersediaan benih bermutu secara berkesinambungan; (3) Menjamiin kebenaran jenis, varietas dan mutu benih yang beredar dan (4) Mempercepat sosialisasi dan alih teknologi varietas kepada konsumen benih.  Pengawasan benih ini menjadi sangat penting khususnya dalam mengawal standar mutu dari komoditi perkebunan yang akan dikembangkan dalam suatu kawasan atau akan digunakan dalam konteks peremajaan suatu komoditas perkebunan tertentu.

Dalam rangka memaksimalkan rentang kendali pengawasan peredaran benih ini diperlukan kolaborasi antara produsen benih, Institusi yang memiliki tugas dan fungsi sertifikasi baik dipusat maupun provinsi serta Direktorat teknis dalam hal ini Direktorat perbenihan Perkebunan Kementerian Pertanian, hal ini seperti disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1.  Hubungan Timbal Balik Pengawasan Peredaran Benih

Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa kolaborasi dari beberapa unsur yang berkepentingan dalam memastikan standar mutu benih akan menjadi jaminan dalam efektifitas rentang kendali yang lebih optimal baik dari sisi tenaga, biaya dan waktu serta metode pengawasannya, sehingga akan dapat diminimalisir potensi  beredarnya benih yang tidak bersertifikat dan berlabel.  Pengawasan peredaran benih dapat dilakukan didalam suatu provinsi atau antar provinsi serta dilakukan secara berkala ataupun secara insidentil tergantung dari potensi sumber benih yang ada dan kawasan yang akan dikembangkan.  Kegiatan secara berkala .  Kegiatan secara berkala, merupakan kegiatan pengawasan peredaran yang rutin dilakukan (terjadwal) berdasarkan satuan waktu tertentu (bulanan/ tri wutan/ semester/ tahunan).  Sedangkan Kegiaton secara insidentil, merupakan kegiatan pengawasan peredaran yang ditakukan sewaktu waktu (tidak terjadwal), sehubungan dengan terjadinya suatu khasus atau adanya suatu laporan tentang permasatahan peredaran benih Lintas propinsi di wilayah kerja. Adapun tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

  • Menginventarisasi data penyaluran benih ke luar propinsi,  Data tersebut  berasal dari produsen benih di wilayah kerja UPT
  • Menginventarisasi data benih masuk ke dalam propinsi, Data  berasal dari UPTD/ Dinas propinsi di wilayah kerja UPT
  • Inventarisasi dilakukan pada bulan Januari hingga akhir Maret 2021, dengan cara mengirim surat pada Produsen benih yang melaksanakan kegiatan perbenihan, Pada bulan April dan seterusnya dilakukan setiap akhir tri wulan.
  • Melakukan cross cek data atau kesesuaian data antara realisasi penyaluran benih dengan benih masuk ke  dalam propinsi
  • Klarifikasi data pada Produsen benih dan atau Dinas/ UPTD perbenihan di wilayah kerja UPT apabila ditemukan ketidak sesuaian antara realisasi penyaluran dengan pemasukan benih.
  • Koordinasi dengan Dinas/ UPTD Perbenihan di wilayah kerja UPT untuk pelaksanaan kegiatan pemeriksaan dilapang terhadap hasil temuan ketidak sesuaian 
  • Pelaksanaan pengawasan peredaran benih di lapangan dilakukan dengan cara melakukan wawancara/ mengambil data, meminta foto copy dokumen-dokumen/ surat-surat yang berhubungan dengan peredaran benih serta mencatat informasi lain yang dianggap penting. Pada kondisi tertentu,apabila dibutuhkan, dapat melakukan pemeriksaan benih di lokasi lahan penanaman.
  • Jika terjadi penyimpangan atau terdapat benih ilegal dan tidak bersertifikat, selanjutnya dilaporkan ke PPNS untuk ditindak lanjuti.
  • Pelaksanaan pengawasan peredaran benih langsung di wilayah kerja dilaksanakan satu  kali dalam satu tahun kali.

                         Gambar 2.  Pengolahan Data Wasdar

Gambar 2. Menunjukkan setelah tahapan dilaksanakan dalam pengawasan peredaran benih maka diperlukan system pengolahan dan analisis data untuk dapat memonitor keterkaitan antara sertifikasi dan pengujian mutu benih dengan perdaran benih baik dari aspek waktu, kebenaran varietas, lokasi yang direncanakan serta yang paling penting adalah jumlah benih yang beredar.

Tantangan Pengawasan Peredaran Benih

Aktivitas pengawasan peredaran benih adalah suatu kegiatan yang kompleks karena memerlukan effort dan komitmen yang kuat dari semua stake holder perbenihan untuk menjamin standar mutu dari benih yang beredar.  Beberapa tantangan yang dijumpai dalam pelaksanaan pengawasan peredarn benih diantaranya adalah :

  1. Terbatasnya regulasi yang secara spesifik mengatur pengawasan peredaran benih
  2. SDM institusi yang mempunyai kewenangan dalam pengawasan benih sangat terbatas
  3. Keterbatasan anggaran dalam pengawasan peredaran dilapangan sehingga intensitasnya hanya dapat dilakukan sekali dalam setahun
  4. Rendahnya komitmen dari stakeholder, khususnya dalam penyediaan data terkait produksi, sertifikasi dan peredaran benih
  5. Program Kementerian Pertanian yang hanya bersifat instan pengembangan kawasan komoditas perkebunan

Mengevaluasi dari begitu kompleknya tantangan yang dihadapi oleh institusi BBPPTP dan UPTD Pengawasan Benih Tanaman Perkebunan maka perlu dirumuskan beberapa langkah strategis yang menjadi perioritas dalam memberikan jaminan terhadap standar mutu benih.  Konsep pengawasan benih ke depan perlu direviu dengan mempertimbangkan beberapa regulasi seperti di Permentan 15 Tahun 2021 tentang tentang Standar Kegiatan Usaha dan Standar Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pertanian bahwa :

  1. Pemasangan label diawasi oleh Pengawas Benih Tanaman (PBT)
  2. Pengawasan dilakukan untuk produsen benih yang telah memiliki sertifikat benih oleh UPT Pusat/ UPTD Provinsi
  3. Pengawasan terhadap PNBP oleh petugas UPTD
  4. Laporan kegiatan (Data produksi benih, benih yang diedarkan dan rencana produksi tahunan) kepada Kepala Dinas Provinsi bidang Perkebunan tembusan Kepala UPT Pusat dan UPTD Provinsi yg menyelenggarakan tusi Pengawasan dan Sertifikasi benih

Dengan disosialisasikannya system  perizinan berusaha sektor perkebunan yang terintegrasi secara elektronik melalui OSS (Online Single Submission), sesuai  dengan PP Nomor 5 Tahun 2021 berdasarkan dengan Tingkat Risiko, maka proses produksi benih sampai dengan pengawasan peredarannya sudah terintegrasi dalam satu system.  Pengawasan Perkebunan terdapat dua tahap yaitu  Pengawasan untuk Perkebunan tahap pembangunan dan tahap operasional. Laporan pelaku usaha untuk Perizinan Berusaha yang telah diterbitkan minimal 1 tahun sekali sedangkan untuk PB-UMKU (Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha ) yang telah diterbitkan melalui OSS perlu dilakukan pelaporan untuk pemasukan benih tanaman perkebunan untuk Instansi pemerintah, pemerhati dan perseorangan paling lambat 7 hari.

Pelaksanaan pengawasan dilakukan melalui satu sistem yaitu pada sistem OSS. Instansi mengajukan tim yang akan melakukan pengawasan di sistem OSS, Intasnsi dapat mengundang K/L, Dinas terkait untuk melakukan pengawasan Bersama. kemudian Kementerian Investasi/BKPM akan menjadwalkan pengawasan yang akan dilakukan. Memang masih perlu untuk dilakukan pengembangan dan perbaikan di system OSS seperti pada Pada sistem OSS masih belum ada menu APBD pada PB-UMKU Sertifikasi benih, selain itu adanya perbedaan pengaturan biaya retribusi untuk masing-masing Provinsi dan Nomenklatur setiap UPTD berbeda-beda sehingga Sertifikasi benih masih dilakukan dengan manual.

Kesimpulan

  1. Pengawasan peredaran benih sampai saat ini masih memerlukan suatu model yang ideal dengan melibatkan secara kolaboratif berbagai pemangku kepentingan
  2. Regulasi yang ada masih ditemukan beberapa ketidaksesuaian seperti antara PP dan Permentan sehingga perlu dilakukan sinkronisasi sehingga tidak menimbulkan bias dalam inplementasinya
  3. Tantangan dalam pengawasan peredaran benih antara lain : SDM PBT, anggaran operasional, Komitmen bersama antar pemangku kepentingan, dan regulasi.
  4. System  perizinan berusaha sektor perkebunan yang terintegrasi secara elektronik melalui OSS (Online Single Submission), memberikan harapan terkait pengawasan peredaran benih lebih terintegasi dari hulu ke hilir dan dapat termonitoring secara ‘real time’.

Pustaka

Anonimous, 2022 ; Rangkuman Materi Pengawasan Peredaran Benih Tanaman Perkebunan dan                 

                                Permasalahannya, disampaikan dalam Pertemuan Pengawas Benih Tanaman

                                Perkebunan Nasional di Bogor tanggal 2 Agustus 2022

Anomimous , 2022; Rangkuman Workshop dan Bimtek System OSS Perkebunan di Semarang

                                 tanggal 3 November 2022


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]