BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN SURABAYA
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

FLUKTUASI SERANGAN Chilo sp. PADA TANAMAN TEBU DI WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA TRIWULAN II TAHUN 2022 OLEH: ERNA ZAHRO’IN DAN WAHYU IRIANTO

Diposting     Rabu, 30 November 2022 03:11 pm    Oleh    Admin Balai Surabaya



Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman yang saat ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Karena tanaman tebu digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula. Kebutuhan gula di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun dan belum mampu dipenuhi hingga saat ini.

Produktivitas tebu merupakan hasil interaksi antara faktor internal tanaman dan lingkungan.  Setelah diperoleh tanaman tebu dengan kualitas potensi produksi yang tinggi, maka produktivitas tebu sepenuhnya tergantung lingkungannya.  Faktor lingkungan yang berperan penting dalam menetukan produktivitas tidak hanya sumberdaya lahan semata, tetapi juga termasuk usaha pengelolaan sumberdaya lahan, khususnya menyangkut cara memanipulasi lingkungan sumberdaya lahan yang tersedia untuk  mencapai tingkat potensi lingkungan tumbuh yang paling sesuai untuk pertumbuhan tanaman tebu.  Secara internal, sumberdaya lahan penentu keberhasilan pencapaian tebu untuk mendekati potensinya adalah kesuburan tanah baik secara fisik maupun kimia. Faktor eksternal atau  lingkungan ideal yang sangat berpengaruh terhadap perolehan produktivitas tebu adalah iklim, kesehatan tanaman dan budidaya.  (Anonim, 2011).

Kesehatan tanaman menentukan pertumbuhan tanaman.  Tanaman tebu yang terinfeksi organisme pengganggu dapat berupa hama, penyakit dan gulma dapat dipastikan tidak akan tumbuh normal. Beberapa hama dan penyakit utama yang ditemukan pada tanaman Tebu di wilayah kerja BBPPTP Surabaya diantaranya adalah Penggerek Pucuk tebu (Chilo sacchariphagus), Peng gerek Batang Tebu (Scirpophaga nivella), Lepidiota stigma, dan Rattus argentiventer.

Luas Areal Tanaman Tebu

Berdasarkan data Triwulan II tahun 2022 (Tabel 1) diketahui bahwa tanaman tebu terdapat di lima Provinsi di wilayah kerja BBPPTP Surabaya yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan NTB. Hal ini dikarenakan tanaman tebu memerlukan kondisi geografis tertentu dalam sistem budidaya sehingga tidak semua provinsi di wilayah kerja dapat mengembangkan budidaya Tebu.  Data Triwulan II  tahun 2022   menunjukkan wilayah Provinsi dengan budidaya tanaman tebu terluas adalah Provinsi Jawa Timur seluas 169.944 Ha, provinsi dengan wilayah terluas kedua adalah Jawa Tengah seluas  47.754,29 Ha, diikuti Provinsi Jawa Barat dengan luas 9.968,81 Ha, diikuti Provinsi DI Yogyakarta dengan luas 3.133,56 Ha, dan NTB seluas 2.560,00 Ha sedangkan pada provinsi Banten, Bali dan NTT tidak ada budidaya Tebu.  

Tabel 1 . Luas Areal Tebu di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya Periode Triwulan II Tahun 2022

No. Provinsi Luas Areal (ha)
1 Banten 0.00
2 Jawa Barat 9,968.81
3 Jawa Tengah 47,754.29
4 DIY 3,133.56
5 Jawa Timur 169,944.00
6 Bali 0.00
7 NTB 2,560.00
8 NTT 0.00
Total 233,360.66

Sebaran Serangan OPT Tebu

Tabel 2 . Sebaran Serangan OPT Tebu di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya Periode Triwulan II Tahun 2022

No. Provinsi Luas Serangan (ha)
    Chilo sp. S. nivella L. stigma Ratus sp.
1 Banten 0.00 0.00 0.00 0.00
2 Jawa Barat 29.14 34.91 0.00 0.20
3 Jawa Tengah 1,044.85 885.42 348.68 105.52
4 DIY 64.50 8.00 22.00 63.00
5 Jawa Timur 1,209.60 580.00 657.81 155.04
6 Bali 0.00 0.00 0.00 0.00
7 NTB 0.00 0.00 0.00 0.00
8 NTT 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 2,348.09 1,508.33 1,028.49 323.76

Tabel 2 menunjukkan sebaran serangan OPT tanaman tebu diwilayah kerja BBPPTP Surabaya. Luas serangan C. sacchariphagus (Penggerek Batang Tebu) adalah 2.348.09  Ha, S. nivella (Penggerek Pucuk Tebu) seluas 1.508,33 Ha,    L. stigma seluas 1.028,49 Ha, dan Rattus sp. seluas 323.76 Ha.

Penggerek Batang Tebu (Chilo sacchariphagus)

               Gambar 1: Serangan C. sacchariphagus pada Tanaman Tebu 

Serangan serangga hama penggerek batang tebu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tebu. Kerusakan yang disebabkan oleh hama penggerek batang tebu tersebut akan mengurangi volume nira tebu, akibatnya produksi gula menjadi berkurang. Masalah klasik hingga kini adalah rendahnya produktivitas tebu dan rendahnya rendemen gula. Rata-rata produktivitas tebu yang ditanam di lahan sawah sebesar 95 ton/ha, dan di lahan tegalan sebesar 75ton/ha, dan rendemen gula 7,3-7,5% (Kementan RI, tth).

Salah satu hama  yang menyebabkan kerugian hasil tebu adalah penggerek batang tebu Chilo sacharipagus. Kerugian akibat serangan penggerek batang adalah berupa batang-batang yang mati tidak dapat digiling dan penurunan bobot tebu atau rendemen akibat kerusakan pada ruas­ruas batang. Kerugian gula akibat serangan penggerek  ditentukan oleh jarak waktu antara saat penyerangan dan saat tebang. Menurut Wiriotmodjo (1970) dalam Kementan RI (2020) kehilangan rendemen dapat mencapai 50 % jika menyerang tanaman tebu umur 4-5 bulan dan 4 – 15 % pada tebu yang berumur 10 bulan. Hasil pengamatan Wirioatmodjo (1973) dalam Kementar RI (2020), pada tingkat serangan ruas sebesar 20 %, penurunan hasil gula dapat mencapai 10 %.

Larva muda yang baru menetas hidup dan menggerek jaringan dalam pupus daun yang masih menggulung, sehingga apabila gulungan daun ini nantinya membuka maka akan terlihat luka-luka berupa lobang grekan yang tidak teratur pada permukaan daun. Setelah beberapa hari hidup dalam pupus daun, larva kemudian akan keluar dan menuju ke bawah serta menggerek pelepah daun hingga menembus masuk ke dalam ruas batang. Selanjutnya larva hidup dalam ruas-ruas batang tebu. Di sebelah luar ruas-ruas muda yang digerek akan didapati tepung gerek. Daun tanaman yang terserang terdapat bercak-bercak putih bekas gerekan yang tidak teratur. Bercak putih ini menembus kulit luar daun. Gejala serangan pada batang tebu ditandai adanya lobang gerek pada permukaan batang. Apabila ruas batang tersebut dibelah membujur maka akan terlihat lorong-lorong gerek yang memanjang. Gerekan ini kadang menyebabkan titik tumbuh mati, daun muda layu atau kering. Biasanya dalam satu batang terdapat lebih dari satu ulat penggerek.

Hasil pemetaan (Gambar 2) menunjukkan serangan C. sacchariphagus hanya terjadi di empat wilayah kerja BBPPTP Surabaya yaitu Provinsi Jawa barat dan Jawa Timur dengan kategori serangan rendah dan Provinsi  Jawa Tengah dan DIY dengan tingkat serangan rendah sedang.  Sedangkan data di Provinsi NTB menunjukkan aman dari serangan hama tersebut.  Data di Provinsi Banten, Bali, dan NTT  menunjukkan tidak ada data serangan yang berarti di wilayah tersebut tidak ada budidaya tanaman tebu. Meskipun data tingkat serangan masuk kategori rendah dan sedang tetap diperlukan kewaspadaan adanya peningkatan status serangan.

Gambar 2 : Peta Tingkat Serangan C. sacchariphagus pada Tanaman Tebu Triwulan II Tahun 2022 di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya 

Tabel 3. Perbandingan Luas Serangan C. sacchariphagus Triwulan II dan Triwulan I 2022

No. Provinsi Luas serangan C. sacchariphagus (Ha) Peningkatan/Penurunan Peningkatan/Penurunan
T-I 2022 T-II 2022 Luas serangan (Ha) Luas serangan (%)
1 Banten 0.00 0.00 0.00 0.00
2 Jawa Barat 0.00 29.14 29.14 100.00
3 Jawa Tengah 812.52 1,044.85 232.33 28.59
4 DIY 40.50 64.50 24.00 59.26
5 Jawa Timur 1,306.40 1,209.60 -96.80 -7.41
6 Bali 0.00 0.00 0.00 0.00
7 NTB 0.00 0.00 0.00 0.00
8 NTT 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 2,159.42 2,348.09 188.67 8.74

Gambar 3 : Perbandingan Luas Serangan C. sacchariphagus pada Tanaman Tebu Triwulan Periode Triwulan II Tahun 2022 Triwulan I Tahun 2022.

Kondisi tersebut apabila digambarkan dengan Grafik Perbandingan Luas Serangan pada Triwulan II dan Triwulan I Tahun 2022 (gambar 3) diketahui bahwa terjadi peningkatan luas serangan C. sacchariphagus berdasarkan Tabel 3 seluas 188,67 Ha atau sebesar 8,74%. Terjadinya peningkatan luas serangan tersebut karena terjadi peningkatan luas serangan yang di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah meskipun di provinsi Jawa Timur terjadi penurunan luas serangan.

Tabel 4. Perbandingan Luas Serangan C. sacchariphagus Triwulan II Tahun 2022 dan

Triwulan II Tahun 2021

No. Provinsi Luas serangan C. sacchariphagus(Ha) Peningkatan/Penurunan Peningkatan/Penurunan
T-II 2022 T-II 2021 Luas serangan (Ha) Luas serangan (%)
1 Banten 0.00 0.00 0.00 0.00
2 Jawa Barat 29.14 0.00 29.14 100.00
3 Jawa Tengah 1,044.85 1,123.51 -78.66 -7.00
4 DIY 64.50 33.40 31.10 93.11
5 Jawa Timur 1,209.60 644.32 565.28 87.73
6 Bali 0.00 0.00 0.00 0.00
7 NTB 0.00 0.00 0.00 0.00
8 NTT 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 2,348.09 1,801.23 546.86 30.36

Gambar 4 : Perbandingan Luas Serangan C. sacchariphagus pada Tanaman Tebu Triwulan II Tahun 2022 dan Triwulan II Tahun 2021.

Gambar 4 merupakan grafik Perbandingan Luas Serangan C. sacchariphagus Triwulan II Tahun 2022 dan Triwulan II Tahun 2021 yang menunjukkan terjadinya peningkatan luas serangan. Peningkatan luas serangan yang terjadi seluas 546.86 Ha atau 30.36%. hal ini disebabkan , salah satunya karena rendahnya tindakan pengendalian yang dilakukan petani baik secara swadaya maupun pengendalian yang dilakukan melalui program pemerintah berupa pengendalian mekanis, sanitasi serta biologis menggunakan musuh alami.

Tabel 5. Perbandingan Luas serangan dan Luas pengendalian C. saccahariphagus Periode Triwulan II Tahun 2022

No. Provinsi Luas Serangan (Ha) Luas Pengendalian (Ha) Tingkat Pengendalian (%)
1 Banten 0.00 0.00 0.00
2 Jawa Barat 29.14 0.30 1.03
3 Jawa Tengah 1,044.85 389.85 37.31
4 DIY 64.50 59.00 91.47
5 Jawa Timur 1,209.60 139.62 11.54
6 Bali 0.00 0.00 0.00
7 NTB 0.00 0.00 0.00
8 NTT 0.00 0.00 0.00
Total 2,348.09 588.77 25.07

Gambar 5 : Perbandingan Luas Serangan dan Luas Pengendalian C. sacchariphagus pada Tanaman Tebu periode Triwulan II Tahun 2022

Data pada tabel 5 dan Gambar 5 menunjukkan Perbandingan Luas Serangan dan Luas Pengendalian C. sacchariphagus periode Triwulan II tahun 2022. Data pada tabel dan gambar tersebut menunjukkan bahwa secara global Luas pengendalian hama C. sacchariphagus periode Triwulan II Tahun 2022 hanya sekitar 588.77 Ha atau hanya sebesar  25.07% dari luas serangan yang ada dengan luas pengendalian tertinggi dilaksanakan oleh Provinsi DIY yaitu sebesar 91,47%

Pengendalian yang direkomendasikan dan perlu dilakukan oleh petani antara lain:

  1. Pengelolaan lahan, misalnya pengembalian residu tanaman ke lahan dan menanam tanaman pupuk hijau di antara barisan tanaman tebu untuk meningkatkan keragaman anthropoda terutama predator,
  2. Menanam benih bebas hama dan menggunakan varietas toleran untuk mencegah penyebaran hama di pertanaman,
  3. Memantau dinamika populasi hama di lapangan.
  4. Pengendalian hayati menggunakan parasitoid telur Trichogramma chilonis
  5. Pengendalian mekanis dengan mengambil telur dan ulat dan memusnahkannya serta melakukan roges pada pucuk tanaman yang terserang penggerek pucuk,
  6. Pengendalian kimiawi, merupakan tindakan terakhir apabila cara pengendalian lain tidak berhasil menekan populasi hama, misalnya dengan karbofuran
  7. Pengendalian berdasarkan peraturan pemerintah/ undang-undang untuk menekan penyebaran hama dari suatu daerah ke daerah lain

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Gagasan Swasembada Gula di Indonesia. Balai Penelitian Tanah. Bogor  https://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr26204j.pdf. Diakses tanggal 20    Desember 2011.

P3GI. 2008. Budidaya Tanaman Tebu. Dinas Perkebunan Daerah Prop. Dati I Jawa Timur. PT. Perkebunan XXIV-XXV (PERSERO). Perwakilan P3GI Prop. Jawa Timur. P 23-27, 40.

Kementerian Pertanian. tth. Swasembada Gula Bukanlah Isapan Jempol. https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=1934#:~:text=Rata%2Drata%20produktivitas%20tebu%20yang,3%2D7%2C5%25. Diakses 30 November 2022.

Kementerian Pertanian. 2020.Budidaya Tebu https://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/90623/BUDIDAYA-TANAMAN-TEBU/. Diakses 30 November 2022.


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

Waspadailah…Cacao Mild Mosaic Virus Disease! Oleh ; Roosmarrani Setiawati, SP., M.Sc.

Diposting        Oleh    Admin Balai Surabaya



Setelah Swollen Shoot Virus Disease, kini kakao Indonesia terancam oleh penyaki virus baru yaitu Cacao Mild Mosaic Virus (CaMMV)Disease. Apa dan bagaimana pengaruh virus ini terhadap produksi kakao kita?

            Tanaman kakao, penghasil cokelat di negara ini telah banyak dikenal orang. Tahun 2021 Indonesia tercatat sebagai produsen kakao terbesar ke-3 di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan produksi 706.500 ton per tahun. Jumlah ini mengalami penurunan 0.97% dibanding tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 713.400 ton.

            Produksi kakao berkelanjutan terancam oleh berbagai penyakit baik yang disebabkan oleh jamur dan virus. Banyak di antaranya yang menimbulkan  endemik pada daerah penghasil kakao tertentu namun tidak pada daerah yang lain. Pertukaran plasma nutfah kakao antar bank gen dan lembaga penelitian sangat penting untuk membiakkan bahan tanam yang lebih baik tetapi membawa risiko penyebaran patogen ini secara bersamaan.

            Virus menimbulkan tantangan khusus terutama karena beberapa spesies dapat tetap laten untuk waktu yang lama atau menyebabkan gejala yang sangat ringan atau tidak sama sekali. Penyakit mosaik pada kakao yang disebabkan oleh Badnavirus kerap menimbulkan kendala pada budidaya tanaman kakao.  Gejala infeksi virus ini seperti mosaik, klorosis, dan belang-belang yang terjadi pada daun seringkali dijumpai pada perkebunan kakao di Indonesia sejak tahun 1970-an (Probowati et al., 2019). Seiring dengan berkembangnya teknik diagnosis dan identifikasi patogen secara molekuler, para ahli melakukan serangkaian penelitian untuk memastikan penyebab penyakit ini. 

Sejarah

            CaMMV adalah Badnavirus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik kakao, dan sebelumnya hanya diketahui di Amerika (Muller et al., 2018). CaMMV  awalnya dikenal dengan sebutan Cacao Trinidad Virus (CTV) strain A, sedangkan Cacao Trinidad Virus strain B untuk Cacao Yellow Vein Banding Virus berdasarkan gejala yang ditimbulkannya. Identifikasi patogen ini pertama dilakukan untuk menggambarkan gejala mirip virus yang dijumpai pada daun kakao di Trinidad sekitar tahun 1940an.  Saat itu CaMMV telah  mengakibatkan kehilangan hasil antara 7-33% (Puiq et al., 2021).

             Di Indonesia, penyakit virus pada tanaman kakao yang pertama kali dilaporkan oleh Semangun adalah penyakit mosaik. Keberhasilan penelitian Semangun dan Sinarmojo dalam menularkan penyakit dengan cara penyambungan dan pemberian serangga vektor Pseudococcus sp. serta Ferrisia virgata Cock. telah memperkuat dugaan bahwa penyakit mosaik disebabkan oleh virus.

Gejala Infeksi CaMMV

            Gejala penyakit CaMMV terutama tampak pada daun. Pada awal mula gejala ini dijumpai di Trinidad, berupa bintik-bintik merah pada daun.  Daun-daun yang lain dapat menampakkan klorosis di sekitar tulang daun, kadang berbentuk seperti daun pakis pada urat daun (fern-like interveinal), vein-banding, serta mosaik. Namun, Baker dan Dale (1947) menyatakan bahwa tanaman kakao yang telah terinfeksi untuk waktu yang lama dapat menjadi pembawa (carrier) penyakit tanpa adanya gejala. CTV strain B cenderung menutupi CTV strain A yang mana keduanya dapat terjadi bersama-sama. Ullah et al.(2021) juga membuktikan bahwa daun-daun kakao yang tidak bergejala ternyata terdeteksi positif mengandung virus CaMMV.

A
B

Gambar 1. Gejala CaMMV pada daun dan kakao

  1. Klorosis pada bagian urat  daun  B. Mosaik pada daun

(Sumber: Kandito et al., 2022)

https://doi.org/10.1002/ndr2.12071

Patogen

            Penyakit ini disebabkan oleh CaMMV yang termasuk dalam Genus Badnavirus dan Famili Caulimoviridae. Virus jenis ini memiliki double strandedcircular DNA genome. Partikel CaMMV berbentuk bacilliform (batang) yang tak bermembran.

Penularan

Text Box: ©Clive Lau.
Text Box: ©Clive Lau.

            Penelitian yang diakukan selama tahun 1940-1950 pada sampel bahan kakaodi Trinidadmembuktikan bahwaCaMMV ditularkan oleh serangga vektor golongan kutu-kutuan (Famili:  Pseudococcidae). Setidaknya, dilaporkan 20 jenis kutu dompolan (mealybugs) termasuk diantaranya Planococcoides njalensis dan Planococus citri. Virus bersifat semi persisten, artinya virus terbawa serangga vektor tapi tidak berkembangbiak dalam tubuhnya. Selain itu penularan penyakit ini juga dapat melalui penyambungan (grafting) dan penempelan (okulasi).

Penyebaran

            CaMMV pertama kali dilaporkan menginfeksi tanaman kakao di Trinidad dan Tobago sekitar tahun 1940an. CaMMV kemudian menyebar ke negara-negara Puerto Rico, Brazil, Columbia, Republik Dominika, dan Vanezuela. Di Asia Tenggara, gejala penyakit akibat virus ini juga telah dilaporkan menginfeksi tanaman kakao sejak 50 tahun yang lalu. Meskipun sedikit sekali penelitian yang dilakukan karena rendahnya dampak akibat penyakit ini. Turner dan Sherperd (1978) menyatakan bahwa hampir total penggunaan bahan tanam kakao Trinitario di Indonesia di masa lalu telah membatasi terjadinya penyakit tertentu. Namun tampaknya penyakit karena virus yang tersebar luas telah lama ada. Dalam populasi kakao Trinitario, munculnya gejala sangat bervariasi. Kadang-kadang mudah terlihat pada banyak daun pada satu waktu, tetapi hampir tidak dapat diamati selama tahun berikutnya.

            Saat ini di Indonesia, CaMMV dijumpai menimbulkan gejala klorosis dan mosaik pada  klon-klon kakao di kebun Kulon Progo, DIY dan Jember, Jawa Timur. Baik klon kakao lama maupun klon kakao baru dapat terinfeksi virus ini (Kandito, A., komunikasi pribadi).

Strategi Pengendalian

            Untuk mencegah meluasnya penyakit CaMMV ke daerah yang belum terinfeksi maupun kebun-kebun yang sudah terinfeksi CaMMV maka langkah pengendalian yang dapat dilakukan antara lain:

  1. Dilarang memindahkan bahan tanaman sakit, serangga, sampel tanah dari kebun yang terinfeksi kecuali dibawah pengawasan pakar peneliti.
  2. Tanaman kakao sakit diupayakan untuk dibongkar (eradikasi) untuk menghilangkan sumber inokulum. Dalam upaya ini perlu diingat bahwa biaya yang diperlukan tidak sedikit dan seringkali mengakibatkan pertentangan politik dalam negeri.
  3. Serangga vektor dikendalikan dengan memanfaatkan baik agens pengendali hayati (APH) maupun pestisida nabati. Penggunaan insektisida kimia yang bersifat sistemik dianjurkan bila telah terjadi serangan endemik.
  4. Melakukan inokulasi silang (preimunisasi) dengan menggunakan strain virus yang avirulen untuk melindungi tanaman kakao dari virus yang virulen.
  5. Dilakukan upaya cordon sanitaire, yaitu suatu jalur yang bebas dari CaMMV untuk mengisolir kebun-kebun yang terinfeksi.
  6. Menggunakan bibit kakao yang berasal dari Somatic Embryogenesis (SE) untuk menurunkan tingkat infeksi CaMMV.

Pustaka

Baker, R.E.& Dale, W.T.1947.Notes on a virus disease of cacao. Ann.Appl. Biol. 34: 60– 65.

Marelli, J.P., Guest, D.I., Bailey, B.A., Evans, H.C., Brown, J.K., & Junaid, M. 2019           Chocolate under threat from old and new cacao diseases. Phytopathology 109:        1331–1343.

Muller, E., Ravel, S., Agret, C., Abrokwah, F., Dzahini-Obiatey, & F.H., Galyuon, I. 2018. Next generation sequencing elucidates cacao badnavirus diversity and reveals the existence of more than ten viral species. Virus Research 244: 235–251.

Kandito, A., Hartono, S., Trisyono, Y.A. & Somowiyarjo, S. 2022. First report of Cacao     mild mosaic virus associated with Cacao Mosaic Disease in Indonesia. New Disease Reports 45.

Probowati,W., Somowiyarjo, S. & Hartono, S. 2019. Molecular characterization of mosaic            virus from the cocoa trees showing mosaic symptoms in Yogyakarta, Indonesia.        Biodiversitas 20: 3698–3704.

Puig, A.S. 2021. Detection of Cacao mild mosaic virus (CaMMV) using nested PCR and evidence of uneven distribution in leaf tissue. Agronomy 11, 1842.

Probowati, W. 2013. Identifikasi Molekuler Virus Penyebab Mosaik pada Kakao di            Yogyakarta. Tesis. Program Studi Bioteknologi. Sekolah Pasca Sarjana UGM.

Semangun, H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada          University Press.

Turner, P.D.; Shepherd, R. Cocoa diseases in Malaysia and Indonesia: Their present and           otential importance. In Proceedings of the International Conference Cocoa             Coconuts, Kuala Lumpur, Malaysia, 21–24 June. 308–321.

Ullah, I., Andrew J. Daymon, Paul Hadley , Michelle J. End, Pathmanathan Umaharan

            & Jim M. Dunwell. 2021.Identification of Cacao Mild Mosaic Virus (CaMMV) and   Cacao Yellow Vein-Banding Virus (CYVBV) in Cocoa (Theobroma cacao)         Germplasm. Viruses 13(2152):1-17..                                                                        


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

EKSPLORASI KELAPA LOKAL CUNGAP MERAH PURBALINGGA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL KELAPA KOPYOR CUNGAP MERAH Oleh : Badrul Munir, S.TP, M.P

Diposting     Kamis, 17 November 2022 03:11 pm    Oleh    Admin Balai Surabaya



Indonesia yang secara geografis terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Hindia dan Pasifik), jumlah pulau yang sangat banyak (lebih dari 17.000), serta sifat geografisnya yang unik memungkinkan Indonesia memiliki keanekaragaman plasma nutfah yang sangat tinggi dengan tingkat endemisme yang tinggi pula. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara terbesar kekayaan plasma nutfahnya.

Plasma nutfah adalah sumber daya alam keempat disamping sumber daya air, tanah dan udara yang sangat penting untuk dilestarikan. Pelestarian plasma nutfah sebagai sumber daya genetik akan menentukan keberhasilan program pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Bagi Indonesia, plasma nutfah merupakan sumber daya yang memiliki arti ekonomi dan sosial yang sangat penting. Banyak jenis tanaman yang mempunyai makna global dan nasional berasal dari Indonesia seperti lada hitam, kelapa, cengkeh, tebu, jenis-jenis jeruk, dan buah-buahan tropik lainnya.

Melimpahnya keanekaragaman flora tersebut merupakan potensi sumber daya genetik yang dapat menghasilkan klon/varietas unggul perkebunan, disamping juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bio-fuel, bio-pesticide, bio-fertilizer atau untuk tujuan komersial lainnya. Eksplorasi terhadap komoditas spesifik perkebunan yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif sangat penting untuk mendukung pengembangan varietas unggul nasional.

  1. EKSPLORASI PLASMA NUTFAH

Eksplorasi adalah identifikasi klon yang diduga dan diyakini oleh masyarakat setempat memiliki keunggulan-keunggulan tertentu seperti: umur berproduksi yang cepat/genjah, produktifitas yang tinggi, tahan/toleran terhadap serangan OPT, tahan terhadap cekaman lingkungan/kekeringan, kandungan minyak yang tinggi, ataupun ukuran buah yang sangat besar. Langkah selanjutnya adalah mengamati secara seksama apakah keunggulan tersebut dapat terbukti secara nyata di lapangan dan pengujian.

Determinasi adalah suatu proses penentuan terhadap kebenaran suatu varietas/klon. Apabila varietas/klon tersebut sama dengan lokal lain harus diteliti sejauh mana kesamaannya dan jika benar sama maka pemberian nama harus dipilih dari yang terluas penyebarannya. Sebagai instrumen/alat dalam melakukan determinasi maka diperlukan deskripsi varietas.

Deskripsi varietas adalah pengenalan varietas yang lebih mendalam meliputi: asal usul, silsilah, habitus tanaman, batang utama, percabangan, bentuk daun, warna daun tua, warna daun muda, permukaan daun, panjang daun, lebar daun, panjang tangkai daun, bentuk bunga, type rangkaian bunga, warna bunga muda, warna bunga masak, warna mahkota bunga, bentuk buah, warna buah matang, potensi produksi per pohon, dan kadar minyak astiri.

  1. IDENTIFIKASI KELAPA UNGGUL LOKAL CUNGAP MERAH PURBALINGGA

Salah satu tugas dan fungsi bidang perbenihan BBPPTP Surabaya adalah melakukan identifikasi klon unggul lokal/harapan. Identifikasi klon unggul lokal/harapan dilakukan dengan cara eksplorasi terhadap klon unggul lokal yang berkembang di suatu wilayah dalam rangka pemanfaatn untuk pelepasan varietas unggul baru. Salah satu klon unggul lokal kelapa yang memiliki keunggulan adalah kelapa cungap merah (KCM) Purbalingga. Kelapa cungap merah Purbalingga memiliki karakteristik yang unik, karena disamping berkhasiat sebagai kelapa obat juga memiliki rasa yang khas dan ciri warna mayang merah keunguan.

Kegiatan eksplorasi dilaksanakan di desa Kedarpan, Kecamatan Kejobong Kabupaten Purbalingga. Berdasarkan penuturan Bapak Rawan Udi Purwito, warga Desa Kejobong, Kecamatan Kejobong Kabupaten Purbalingga (-7.388597, 109.504345), kelapa cungap merah (CM) ditanam pertama kali oleh Bapak Rosidi pada tahun 1970-an dengan benih yang tidak diketahui asal usulnya. Di antara kelapa CM tersebut terdapat 1 (satu) pohon kelapa yang mampu menghasilkan buah kopyor dengan jumlah yang terbatas, dalam 1 tandan hanya dihasilkan sekitar 2 – 4 butir buah kopyor. Selanjutnya pohon kelapa CM tersebut disebut kelapa kopyor cungap merah heterozygote generasi nenek (KCM heterozygote nenek). Pada tahun 1990-an, Bapak Rawan menanam buah normal yang diperoleh dari tandan buah kelapa KCM heterozygote yang ada buah kopyornya sebanyak 27 batang di Desa yang sama. Di antara 27 batang kelapa tersebut diperoleh 12 batang kelapa KCM dan 15 batang kelapa CM. Selanjutnya kelapa KCM heterozygote tersebut disebut kelapa KCM heterozygote generasi nol (KCM G0).

Gambar 1. Pohon induk kelapa cungap merah generasi nenek (G0)

  1. KELAPA UNGGUL LOKAL SEBAGAI BAHAN PENGEMBANGAN CALON VARIETAS BARU KELAPA KOPYOR CUNGAP MERAH

Pada tahun 2012 – 2013 tim peneliti CRC (coconut research centre) Universitas Muhammadiyah Purwokerto melakukan pemurnian kelapa KCM heterozygote menjadi kelapa KCM homozygote dengan cara menanam embryo buah kopyor dari kelapa KCM G0 secara in vitro dengan menggunakan teknik kultur embryo (embryo resque). Dalam proses kultur embryo tersebut dilakukan seleksi kecambah untuk memilih kecambah berwarna merah muda. Selanjutnya kecambah tersebut ditumbuhkan secara in vitro dan diaklimatisasikan sehingga diperoleh kelapa KCM homozygote (KCM G1) dan materi ini digunakan sebagai materi pengujian dibandingkan dengan varietas kelapa kopyor genjah hijau Pati (GHP) dan kelapa kopyor genjah coklat Pati (GCP).

Pada tahun 2014 – 2016 dilakukan penanaman benih kelapa KCM G1 di dua lokasi, Kebun Plasma Nutfah Kelapa Kopyor- Universitas Muhammadiyah Purwokerto (-7.414919; 109.277559) dan kebun kelapa kopyor di Desa Karangkemiri, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas (-7.351578; 109.0618824). Sampai tahun 2022, kelapa KCM G1 secara keseluruhan berjumlah 123 pohon dengan 77 pohon telah berproduksi sedangkan 46 pohon berumur 3 tahun dan sudah mulai berbunga.

Pengamatan daya hasil kelapa dilakukan di kebun plasma nutfah kelapa kopyor selama 3 tahun (2019-2021) dengan cara mengamati 12 pohon kelapa Kopyor Cungap Merah (KCM) yang ditanam di blok UMP dan 24 pohon yang ditanam di blok Pekuncen. Sebagai pembanding digunakan 2 varietas kelapa kopyor genjah yang sudah dilepas, yaitu Kopyor Genjah Hijau Pati (GHP) dan Kopyor Genjah Coklat Pati (GCP) masing-masing 8 pohon di blok UMP dan 7 pohon di blok Pekuncen. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa mayoritas (80 %) kelapa KCM mulai menghasilkan bunga ketika tanaman berumur 29.70 ± 4.69 bulan setelah tanam. Kelapa KCM mampu menghasilkan mancung relative cepat, yaitu sekitar 20.92 ± 2.80 hari sekali di blok UMP, sedangkan di blok Pekuncen sedikit lebih lama, yaitu sekitar 23.61 ± 1.57 hari sekali (Tabel 3.1). Ciri tersebut sedikit lebih cepat dibandingkan kelapa pembanding (GCP maupun GHP) yang rata-rata memerlukan waktu sekitar 22.58 ± 2.20 hari di blok UMP dan 25.88 ± 1.77 hari di blok Pekuncen. Jumlah tandan per pohon yang dimiliki oleh kelapa KCM juga sama dibandingkan dengan kelapa GCP maupun GHP, yaitu sekitar 14.67 ± 3.55 tandan per tahun di blok UMP dan 13.38 ± 1.79 tandan per tahun di blok Pekuncen.

Gambar 2. Calon Pohon Induk Terpilih di Kebun Plasma Nutfah UMP

Total produksi buah kelapa per pohon per tahun pada kelapa KCM relative lebih tinggi dibandingkan dengan kelapa GCP maupun GHP. Potensi produksi buah kelapa KCM dapat mencapai sekitar 170.42 ± 17.21 butir / pohon / tahun sedangkan pada kelapa GCP berkisar 112.88 ± 4.60 butir/pohon/tahun dan pada kelapa GHP mencapai 131.50 ± 16.74 butir / pohon / tahun.

  1. PROSES PELEPASAN VARIETAS KELAPA KOPYOR CUNGAP MERAH

Hasil pengujian kelapa Kopyor Cungap Merah (KCM) homozygote yang dilakukan di blok UMP dan blok Pekuncen selama 3 tahun produksi (2019 sd 2021) menunjukkan bahwa kelapa KCM yang diusulkan untuk dilepas sebagai varietas unggul baru memiliki keungulan dibandingkan dengan varietas pembanding GCP dan GHP. Kelapa KCM homozygote hasil pemurnian memiliki keunggulan berupa jumlah buah kopyor per tandan yang dihasilkan sangat tinggi, yaitu 95 %. Jumlah tersebut meningkat dari sekitar 27 % pada kelapa KCM heterozygote yang ditanam di desa Kejobong, Purbalingga. Sifat kopyor tersebut tetap bertahan ketika dilakukan pengujian dengan ditanam di lahan perbukitan tanpa irigasi dan dalam populasi yang bersebelahan dengan kelapa normal di kebun Pekuncen Banyumas, yaitu masih mencapai 89 %. Jumlah buah yang dihasilkan per pohon per tahun juga relatif tinggi, yaitu 170 butir ketika di tanam di lahan UMP. Jumlah tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kelapa GCP dan GHP yang mencapai 112 butir dan 131 butir. Meskipun jumlah tersebut menurun ketika ditanam di lahan Pekuncen, namun penurunan tersebut juga terjadi pada kelapa pembanding. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang optimal kelapa KCM direkomendasikan untuk di tanam di daerah dataran rendah dengan ketinggian di bawah 300 m dpl.

Kelapa KCM juga memiliki keunggulan berupa buah dengan isi daging buah sedang sampai dengan banyak atau bahkan tanpa air mencapai 90 – 92 %. Tingkat kemanisan air dan daging buah juga relatif tinggi (5.14 gr gula total / 100 ml air dan 5.48 gr gula total/ 100 gr daging buah) jika dibandingkan dengan air dan daging buah kelapa pembanding. Hasil uji kandungan asam lemak pada air kelapa dan daging buah kelapa KCM dengan menggunakan alat gas chromatography-mass spectrometry (GC-MS) menunjukkan bahwa air kelapa dan daging buah kopyor KCM mengandung asam laurat dengan kadar tinggi (34.00 % dan 29.74 %), jauh lebih tinggi dari air kelapa normal (2.85 %).

Gambar 3. Daging buah Kelapa Kopyor Cungap Merah

Kelapa KCM juga memiliki ciri khas yang tidak dimiliki varietas lain berupa kecambah yang berwarna merah (Red group 54C – 54D RHS Colour Chart 2019), ujung akar yang berwarna merah (Red group 50A – 50C RHS Colour Chart 2019), bunga betina ketika mancung pecah berwarna merah keunguan (Red-Purple Group 73B – 73C) serta ketika kulit buah muda pada bagian cungap dikupas juga berwarna merah (Red Group 54A – 54D RHS Colour Chart 2019). Ciri khas tersebut tetap dimiliki baik pada kelapa KCM yang ditanam di kebun UMP maupun di kebun Pekuncen. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kelapa KCM memiliki tangkai daun berwarna kuning kehijauan (Yellow-Green Group 146C – 146D RHS Colour Chart 2019) dengan daun tua berwarna kuning kehijauan (Yellow-Green Group 146A dan 147A RHS Colour Chart 2019). Kelapa KCM memiliki batang tegak dengan panjang 11 bekas daun sebesar 50.3 cm. Bunga jantan masih banyak ditemukan ketika bunga betina siap dibuahi. Dengan demikian persentase self pollination pada kelapa KCM cukup tinggi. Meskipun kelapa KCM memiliki bole dalam ukuran kecil terutama ditemukan pada agroklimat dengan air dan perawatan yang baik (blok UMP), namun dengan ciri batang dan self pollination tersebut, maka kelapa KCM dikelompokkan sebagai kelapa genjah.

Gambar 4. Ciri khas warna mayang merah Kelapa Kopyor Cungap Merah

Gambar 5. Ciri morfologi akar berwarna merah (doc. CRC-UMP)

  • PENUTUP

Setelah melalui proses penelitian yang panjang sejak tahun 2009, maka pada tahun 2020 tim CRC – UMP bekerjasama dengan BBPPTP Surabaya  mengajukan proses pelepasan varietas kelapa kopyor cungap merah ini kepada Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. Berdasarkan proses penilaian tim TP2V Direktorat Jenderal Perkebunan dan pelaksanaan sidang pelepasan varietas tanaman perkebunan semester 1 tahun 2022, kelapa kopyor cungap merah dinyatakan layak dan dilepas dengan nama Kelapa Kopyor Cungap Merah (KCM). Setelah dinyatakan lolos sebagai varietas unggul nasional, selanjutnya dilakukan penyiapan calon kebun induk yang akan dijadikan kebun sumber benih kelapa kopyor cungap merah.

  • BAHAN BACAAN

Ditjenbun. 2022. Media Perkebunan Edisi Agustus 2022. Halaman 32-37. Kementerian Pertanian. Jakarta

https://suaramuhammadiyah.id/2022/04/14/kelapa-kopyor-ump-lolos-uji-pelepasan-varietas-kementrian-pertanian/. Diakses pada Mei 2022.

https://banjarnegara.pikiran-rakyat.com/news/pr-2464267152/kelapa-kopyor-hijau-cungap-merah-ump-lolos-uji-pelepasan-varietas-dari-kementan. Diakses pada Mei 2022.

UMP-BBPPTP Surabaya. 2022. Proposal Pelepasan Varietas Kelapa Kopyor Cungap Merah.


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

NETWORKING KELEMBAGAAN BENIH DALAM MENDUKUNG OPTIMASI NURSERI PERKEBUNAN Oleh : R. Tomas Windharno

Diposting     Senin, 14 November 2022 10:11 am    Oleh    Admin Balai Surabaya



PENDAHULUAN

Penyediaan benih bermutu oleh pemerintah salah satunya diwujudkan melalui pembangunan Nurseri Bun Bermutu yang dilengkapi dengan sarana dan prasarananya serta pembangunan kebun sumber benih di sejumlah kawasan pengembangan komoditas tanaman perkebunan.

Salah satu tujuan dari pembangunan dan pengembangan nursery perkebunan adalah mengakselerasi penyediaan benih bermutu tanaman perkebunan khususnya untuk perkebunan rakyat, serta optimalisasi ekspor di bidang perkebunan maka pemerintah melaksanakan dengan membangun logistik benih di kawasan pengembangan perkebunan, sehingga mudah didapatkan oleh pekebun dan menghemat biaya distribusi.

Nurseri tanaman perkebunan yang telah dibangun dan dikembangkan secara  Khusus difokuskan untuk  penyediaan logistik benih dalam jumtah besar dengan kualitas yang baik sehingga memerlukan dukungan sarana prasarana pembenihan yang memadai dan modern. Fasilitas Pembenihan yang modern selain itu aspek yang tidak kalah pentingnya adalah efisiensi teknis, waktu, dan biaya yang sesuai dengan pencapaian target kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas yang terjamin baik, untuk pengadaan benih sesuai target tanam seturuh area wilayah tanam yang direncanakan.  Hal tersebut memerlukan suatu proses bisnis yang efisien khusunya dalam nerworking kelembagaan benih.

PERANAN NETWORKING KELEMBAGAAN BENIH

Dalam Proses Bisnis Nurseri tanaman perkebunan menunjukkan bahwa Nurseri tanaman perkebunan dibangun sesuai dengan kebutuhan komoditas yang akan dikembangkan, Nurseri tanaman perkebunan akan memproduksi benih dari kebun benih sumber menjadi benih sebar yang siap digunakan oleh petani/pekebun.

Peran kelembagaan dalam mendukung produksi benih sangat diperlukan. Terdapat 3 (tiga) sub system pendukung yaitu penelitian dan pengembangan, produksi dan distribusi serta pengendalian mutu. Ketiga sub sistem tersebut saling bersinergi untuk mendukung produksi benih yang yang akan disalurkan kepada penerima kegiatan nursery bun bermutu. Produksi benih pada Nurseri Bun Bermutu dapat dilakukan secara konvensional dan pemanfaatan teknologi modem (kultur jaringan). Proses produksi dilakukan secara swakelola dan benih harus disertifikasi sebelum proses penyaluran benih.

Gambar 1. Kelembagaan dalam Mendukung Produksi Benih Nurseri Bun Bermutu

  1. Sub Sistem Penelitian dan Pengembangan

Puslitbangbun / Balit komoditas , Riset Perkebunan Nusantara /PTPN dan Perguruan tinggi berperan dalam mengembangkan varietas baru yang unggul, spesifik lokasi dan melakukan pelepasan varietas setelah dilakukan kajian melalui uji observasi dan uji adaptasi sesuai dengan yang dipersyaratkan untuk masing-masing komoditas perkebunan

  • Sub Sistem Produksi dan Distribusi

Produksi benih baik melalui Teknik kultur jaringan dan konvensional dilaksanakan oleh UPTD Produksi benih provinsi, Nurseri BBPPTP Surabaya, UPBS Balit komoditas (benih sumber) dan Produsen Benih Swasta Besar.  Produksi benih khususnya untuk komoditas perkebunan memerlukan perencanaan yang baik yang meliputi :

  1. Identifikasi kebutuhan benih

ldentifikasi kebutuhan bibit dilaksanakan pada T-1 melalui koordinasi dengan para pihak.ldentifikasi tersebut dilakukan dalam rangka mengumpulkan informasi antara lain data jenis, jumlah benih, sasaran distribusi, dan rencana lokasi penanaman.

  • Penentuan jenis dan jumlah bibit

Berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan bibit,selanjutnya disusun rencana produksi benih yang meliputi jenis dan jumlah benih yang akandiproduksi. Jenis benih yang diproduksi diutamakan yang bernilai ekonomi tinggi, sesuai dengan kebutuhan kawasan pengembangan.

  • Kebutuhan Benih

Berdasarkan penentuan jenis dan jumlah benih selanjutnya ditentukan jumlah kebutuhan benih yang berasal dari Kebun Sumber Benih yang telah

ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri.

Gambar 2.  Proses Produksi Benih Nurseri Komoditas Perkebunan

  1. Sub Sistem Pengendalian Mutu

Setelah proses produksi dan sebelum benih diedarkan maka harus melalui mekanisme pengendalian mutu yaitu sertifikasi dan pengujian mutu benih.  Sertifikasi benih merupakan salah satu kegiatan yang penting untuk menjamin mutu benih tanaman perkebunan yang beredar. Mutu benih tanaman perkebunan mencakup mutu genetik, fisik, fisiologis dan /atau kesehatan benih. Proses sertifikasi sebagaimana dimaksud dapat diselenggarakan oleh: lembaga yang menyelenggarakan tugas dan fungsi pengawasan dan sertifikasi benih tanaman perkebunan (UPT PuSat UPTD Provinsi). Sertifikasi dilakukan oleh Pengawas Benih Tanaman (PBT), dimana benih yang diedarkan wajib bersertifikat dan berlabel.

KESIMPULAN

Nurseri tanaman perkebunan yang telah dibangun dan dikembangkan untuk melaksanakan proses produksi secara  Khusus difokuskan untuk  penyediaan logistik benih dalam jumtah besar dengan kualitas yang baik  Hal tersebut memerlukan suatu proses bisnis yang efisien khususnya dalam nerworking kelembagaan benih yang meliputi Sub Sistem Penelitian dan Pengembangan; Sub system Produksi dan Distribusi serta Sub Sistem Pengendalian Mutu, yang ketiganya saling berkolaboratif untuk focus dalam penyediaan benih unggul bermutu


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

Peningkatan Produksi Gula Melalui Program Agroforestry Tebu Oleh : Badrul Munir, S.TP, MP

Diposting     Rabu, 02 November 2022 11:11 am    Oleh    Admin Balai Surabaya



Program percepatan swasembada gula konsumsi telah dilakukan sejak tahun 2020 sampai nanti tahun 2023 dalam rangka pencapaian target swasembada gula konsumsi tahun 2024. Sampai tahun 2021, produksi gula mencapai 2,35 juta ton atau naik 10,3 % dibanding tahun 2020 (Media Perkebunan, 2022).

Berbagai strategi telah dilakukan baik secara intensifikasi dan ekstensifikasi untuk mencapai target swasembada gula konsumsi. Permasalahan dalam pengembangan gula nasional adalah semakin berkurangnya lahan tebu di sentra – sentra pengembangan. Untuk mencapai target produksi gula tersebut, maka perlu ada terobosan dalam program ekstensifikasi lahan. Perlu dukungan berbagai pihak dalam pemecahan masalah berkurangnya lahan tebu.

Salah satu program yang dilakukan adalah program agroforestry. Agroforestry adalah kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan menggunakan optimalisasi pemanfaatan lahan dengan sistem kombinasi tanaman berkayu, buah-buahan, atau tanaman semusim sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis diantara komponen penyusunnya. Agroforestry tebu adalah pemanfaatan lahan kehutanan untuk budidaya tanaman tebu. Hal ini sejalan dengan regulasi di Kementerian Lingkungan Hidup. Setelah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Peraturan Nomor 8 tahun 2021 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan di hutan lindung dan hutan produksi, tebu secara eksplisit digolongkan sebagai tanaman jenis lain yang bisa dibudidayakan di dalam kawasan hutan. 

Di pulau Jawa, tebu dalam kawasan hutan berawal dari konflik sosial yang berkepanjangan. Dengan inovasi regulasi Menteri Lingkungan Hidup itu, tebu menjadi legal ditanam di kawasan hutan yang akan menjadi solusi konflik sosial melalui kerja sama petani dengan pemilik lahan (pemerintah atau badan usaha kehutanan milik negara)

Kementerian BUMN mendukung Perum Perhutani yang turut berpartisipasi dalam program Pemerintah pada Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian BUMN bersama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) juga ikut berperan dalam peningkatan produksi gula dengan bersama-sama mendukung agroforestry tebu. Bahkan Asisten Deputi Bidang Industri Perkebunan dan Kehutanan Kementerian BUMN mengapresiasi inisiatif Perhutani dalam menjalankan program agroforestry dan menjadikan salah satu Program Strategis/Quick Win Perhutani. Program Agroforestry Perhutani merupakan salah satu program strategis Perhutani untuk mendukung ketahanan pangan, yang sebagaimana kita ketahui dunia saat ini sedang mengalami krisis pangan global. Dengan dimulai dari penanaman tebu pada tahun 2021 dan selanjutnya akan diikuti komoditas lainnya. Program ini juga sebagai bentuk sinergi Perum Perhutani dengan BUMN lainnya seperti Holding Perkebunan.

Terkait hal tersebut, maka perlu melihat pengaruh dari program ini terhadap peningkatan produksi gula khususnya di wilayah pengembangan PTPN X. Tulisan populer ini bertujuan untuk memberikan gambaran pengaruh program agroforestry tebu dalam peningkatan produksi gula di wilayah PTPN X.

  1. Agroforestry Tingkatkan Bahan Baku Tebu

Pada tahun 2021 kontribusi beberapa komoditas pada program agroforestry Perum Perhutani sudah cukup signifikan, yaitu dengan total lahan agroforestry sebesar 203.148 Ha Perhutani dengan bantuan masyarakat sekitar hutan dapat memproduksi komoditas padi sebesar 11.422 ton, jagung 12.976 ton, kopi 2616 ton, singkong 3109 ton, porang 274, tebu 498 ton, dan komoditas lainnya 703.692 ton.

Guna menjaga kestabilan pasokan Bahan Baku Tebu (BBT), PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) X secara kontinyu menggarap program Agroforestry tebu dengan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur selama dua tahun terakhir. Program Agroforestry tebu telah terbukti memberikan tambahan pasokan Bahan Baku Tebu (BBT) secara siginifikan ke pabrik gula PTPN X pada Musim Giling Tahun 2020. Salah satunya adalah tambahan pasok BBT sebesar 2.712 Ton untuk PG Lestari. Penambahan pasokan BBT secara signifikan ini kembali terjadi pada Musim Giling Tahun 2021. Varietas yang ditanam pada lahan agroforestry masih didominasi varietas lama Bululawang, karena varietas ini sangat cocok di semua tipe lahan dan tahan pada lahan-lahan kering. Total luasan agroforestry tebu yang telah tertanam adalah sebesar 201.494 Ha untuk PG Gempolkrep dengan KPH Mojokerto, 60,067 Ha untuk PG Djombang Baru dengan KPH Bojonegoro, dan 53,815 Ha untuk PG Lestari dengan KPH Jombang. Selanjutnya, akan diadakan penanaman tanaman tebu kembali pada lahan seluas 128,7 Ha untuk PG Modjopanggoong dengan KPH Blitar.

SINERGI BUMN AGROFORESTRY TEBU MUSIM TANAM 2020/2021 – PRAJA POS

Gambar 1. Tanam Perdana Agroforestry Tebu Tahun 2021

Gambar 2. Panen Perdana Agroforestry Tebu Tahun 2022

Program Agroforestry tebu memberikan dampak signifikan untuk penambahan pasokan BBT ke pabrik gula dengan rendemen antara 7-8%. Selain itu, program Agroforestry tebu ini juga sebagai salah satu upaya memberdayakan masyarakat desa hutan untuk bersinergi memanfaatkan sumberdaya lahan hutan. Hasil penanaman agroforestry tebu ini nantinya akan digilingkan seluruhnya ke Pabrik Gula (PG) dibawah PTPN X. Untuk mengawal agar program agroforestry tebu ini dapat berjalan lancar dan sukses maka pihak PTPN X bersama Perhutani akan melakukan monitoring dan evaluasi (monev) untuk melihat ketepatan perawatan tanaman tebu. Disamping itu juga perlu dijaga kelestarian hutan dari dampak pengembangan program agroforestry tebu.

.

  1.  Dukungan Benih Varietas Unggul

Produktivitas tebu sangat dipengaruhi oleh penggunaan varietas yang ditanam. Penggunaan benih unggul dapat meningkatkan produktifitas gula. Program agroforestry tebu perlu dukungan penggunaan benih unggul dari varietas-varietas yang sudah dilepas oleh Pemerintah tidak hanya varietas Bululawang. BBPPTP Surabaya sebagai UPT Kementerian Pertanian bersama – sama Puslit Gula Jengkol PTPN X dapat berperan serta dalam penyediaan benih unggul sekaligus pengawasan terhadap mutu benih yang digunakan dalam program agroforestry tebu.  

  1. Penutup

Program agroforestry tebu merupakan penambahan luas tanam tebu sebagai upaya peningkatan produksi gula nasional. Program ini telah memberikan dampak positif dalam penambahan produksi gula karena dapat menambah BBT tebu giling PG. Di samping itu juga telah meningkatkan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dalam memanfaatkan lahan di wilayah kehutanan, sehingga membuka lapangan pekerjaan baru. Dukungan dari semua stakeholder Perkebunan diperlukan dalam mensukseskan program agroforestry tebu.

  1. Bahan Bacaan

Ditjenbun. 2022. Media Perkebunan Edisi Agustus 2022. Halaman 41-46. Kementerian Pertanian. Jakarta

https://ptpn10.co.id/blog/jamin-pasok-bbt-ptpn-x-tanam-perdana-lahan-agroforestry. Diakses 10 Oktober 2022

https://bumn.go.id/media/news/detail/agroforestry-untuk-ketahanan-pangan#:~:text=Agroforestri%20adalah%20kegiatan%20rehabilitasi%20hutan,dan%20ekonomis%20diantara%20komponen%20penyusunnya. Diakses 10 Oktober 2022

https://www.forestdigest.com/detail/1816/agroforestri-tebu-defisit-gula. Diakses 10 Oktober 2022

Peraturan Menteri KLH No 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi.


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]