BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN SURABAYA
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Analisis Potensi Ekonomi Pengembangan Klon Unggul Lokal Tebu PR 12-01 di wilayah PG Krebet Baru Malang Oleh : Wahyu Asrining C, A.Md dan Badrul Munir, S.TP, MP

Diposting     Senin, 19 Desember 2022 02:12 pm    Oleh    Admin Balai Surabaya



Areal tanaman tebu di Kabupaten Malang, terutama yang berada di wilayah Pabrik Gula Krebet Baru pada masa tanam (MT) 2019/2020 memiliki 19.066 Ha dan 99% areal di wilayah Pabrik Gula Krebet Baru adalah milik petani (tebu rakyat). Produksi gula di Pabrik Gula Krebet Baru pada tahun 2019 mencapai 146.106 ton. Oleh karena itu tanaman tebu rakyat di Pabrik Gula Krebet Baru mempunyai peran strategis dalam upaya swasembada gula nasional.

Di wilayah kerja Pabrik Gula Krebet Baru pada saat ini di dominasi varietas masak lambat yaitu varietas Bululawang (seperti pada Lampiran 1). Komposisi kemasakan Pabrik Gula Krebet Baru pada MT. 2019/2020 terdiri dari masak awal tengah 11% atau 2.041 Ha, dan masak lambat 89% atau 17.025 Ha. Sulitnya untuk memenuhi komposisi varietas masak awal (termasuk varietas PS 881) disebabkan karena sampai saat ini belum ada varietas yang mampu mengungguli varietas Bululawang dari segi produktivitas dan daya tahan keprasannya. Sedangkan varietas Bululawang diduga telah mengalami penurunan produktivitas karena banyak yang terdapat lahan yang keprasannya lebih dari 5 kali.

Penataan varietas di wilayah Pabrik Gula Krebet Baru diperlukan, karena mempengaruhi peningkatan produktivitas gula khususnya pada periode awal giling (bulan Mei sampai dengan Juli). Penataan varietas dengan komposisi ideal, akan memberikan pendapatan petani yang relatif stabil dan gula bagian PG dapat dicapai. Peningkatan produktivitas gula khususnya pada periode awal giling dapat dicapai dengan mengganti varietas Bululawang dengan varietas baru PR 1201 merupakan klon unggul lokal masak awal yang menunjukkan produktivitas tinggi. Dari hasil kajian adaptasi dan observasi di lahan-lahan petani mitra PG Krebet Baru secara nyata dapat diterima dan akan dikembangkan lebih luas, sehingga klon unggul lokal PR 1201 ini dapat digunakan sebagai pengganti varietas Bululawang yang telah lama beredar.  

Tujuan Penulisan

Tulisan populer ini bertujuan untuk memberikan informasi terkait hasil analisis potensi ekonomi penggunaan varietas unggul lokal PR 12-01 dalam penataan komposisi varietas di wilayah kerja PG Krebet Baru Malang.

Analisis Usaha Tani dan Minat Petani dalam Pengembangan Klon Unggul Lokal Tebu PR 1201

Analisis usaha tani ditujukan untuk mengukur nilai tambah pendapatan petani apabila mengganti varietas kontrol saat ini (khususnya varietas Bululawang) dengan klon unggul lokal. Data analisis usaha tani diambil dari data produktivitas hasil pengujian multilokasi, dimana untuk komponen pendapatan yang didapatkan petani ada 2 (dua) yaitu dari pendapatan gula dan tetes dengan rincian sebagai berikut :

  1. Bagi hasil gula

Komposisi bagi hasil antara PG dengan petani adalah 34% : 66%

  • Bagi hasil tetes

Petani akan mendapatkankan sebesar 3 (tiga) Kg per kuintal tebu

 Sedangkan untuk perhitungan laba rugi yang diterima petani menggunakan rumus pendapatan – biaya yang timbul, merupakan merupakan tambahan pendapatan yang akan dicapai.

Pengukuran minat petani dilakukan dengan keinginan petani menanam bibit atau sumber benih yang akan diedarkan pada petani kelompoknya.

Penilaian Minat Petani Mengembangkan Klon Unggul Lokal PR 1201

Data minat petani menggembangkan tebu klon unggul lokal PR 1201 dinilai dari keinginan petani melakukan penanaman kebun benih (dalam pengawasan pihak PG Krebet Baru) yang akan diedarkan kepada anggota kelompok tani. Data sebaran kebun benih klon unggul lokal PR 1201 untuk KBD MT. 2020/2021 di tingkat wilayah disajikan pada tabel 1.

Tabel 1.  Sebaran areal per wilayah yang mengembangkan klon unggul lokal PR 1201 di KBD MT. 2020/2021

Dari tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa terdapat 18,12 Ha KBD dari jumlah total 47,00 Ha yang dikelola oleh kelompok tani di wilayah PG Krebet Baru (38,5%).

Areal Pengembangan Klon Unggul Lokal PR 1201

Sebaran klon unggul lokal PR 1201 di wilayah Malang khususnya PG. Krebet Baru dalam 4 tahun musim tanam berjalan disampaikan pada tabel 2 dan tabel 3.

Tabel 2. Perkembangan luas areal pengembangan tebu klon unggul lokal PR 1201

Tabel 3. Sebaran wilayah areal pengembangan tebu klon unggul lokal PR 1201

Dari tabel 2 dan tabel 3 tersebut diatas dapat dilihat bahwa klon unggul lokal PR 1201 menunjukkan  peningkatan luas areal yang cukup signifikan dalam 4 (empat) tahun berjalan, bahkan pada musim tanam 2018/2019 apabila dibandingkan dengan musim tanam sebelumnya MT. 2017/2018 menunjukkan peningkatan sampai dengan 178%. Hal ini menunjukkan bahwa adanya minat petani di Kabupaten Malang untuk menanam dan mengembangkan klon unggul lokal tersebut.

Analisis Usaha Tani

Analisis usaha tani dilakukan pada tanaman pertama (plant cane) dan tanaman keprasan (ratoon cane) di kebun multilokasi petani  di PG Krebet baru. Analisis usaha tani klon unggul lokal PR 1201 disajikan pada tabel 4 dan 5.

Tabel 4.     Perhitungan analisa usaha tani klon unggul lokal PR 1201 apabila dibandingkan dengan varietas kontrol pada tanaman plant cane (PC).

Tabel 5.     Perhitungan analisa usaha tani klon unggul lokal PR 1201 apabila dibandingkan dengan varietas kontrol pada tanaman ratoon cane (RC).

Dari tabel 4 dan 5 dapat dilihat bahwa pada baik pada tanaman plant cane (PC) maupun pada tanaman ratoon cane (RC) terdapat peningkatan pendapatan hasil gula yang diperoleh petani pada penanaman dengan klon unggul local PR 1201 dibandingkan kontrol yang saat ini masih menjadi komersial di tingkat petani. Sedangkan dari hasil perhitungan analisa usaha tani (tabel 4 dan 5), dapat dilihat bahwa terdapat keuntungan sebesar Rp. 7.122.184,-/ha apabila petani menanam klon unggul lokal PR 1201 dan keuntungan pada keprasannya sebesar PR. 20.005.446,-/ha.

 

Penutup

Dari hasil analisis potensi ekonomi terdapat peningkatan pendapatan hasil gula yang diperoleh petani pada penanaman dengan klon unggul lokal PR 1201 dibandingkan varietas kontrol yang saat ini masih menjadi komersial di tingkat petani. Sedangkan dari hasil perhitungan analisa usaha tani terdapat keuntungan sebesar Rp. 7.122.184,-/ha apabila petani menanam klon unggul lokal PR 1201 dan keuntungan pada keprasannya sebesar PR. 20.005.446,-/ha.

Daftar Pustaka

Anonim. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Screening Jenis Tebu. P3GI Pasuruan. 20 p.

Anonim. 2020. Laporan Pengujian Klon Tebu Pringu di wilayah PG Krebet Baru Malang.

Budhisantosa, H. 1992. Penentuan Keunggulan Varietas Tebu dengan Fungsi Peluang Binom. Buletin P3GI No. 138.

Fatchiyah, Estri Laras Arumingtyas, Sri Widyarti dan Sri Rahayu. 2011. Biologi Molekular : Prinsip Dasar Analisis. Penerbit Erlangga.

Media perkebunan bulan Juli 2017. Penerbit Koperasi Pegawai Ditjen Perkebunan Kerjasama dengan CV. Perisindo Jaya.


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

Potensi Yeast sebagai Agens Pengendali Hayati Oleh: Roosmarrani Setiawati, SP., M.Sc

Diposting        Oleh    Admin Balai Surabaya



Yeast atau khamir lebih dikenal sebagai jamur yang banyak dimanfaatkan pada industri pangan terutama pada proses fermentasi. Namun ternyata yeast juga ada yang berperan dan berpotensi sebagai agens pengendali hayati (APH). Sejauh mana peran tersebut dan jenis yeast yang manakan yang memiliki potensi sebagai APH? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini !

Yeast

Yeast merupakan jamur uniseluler yang kebanyakan termasuk dalam Ascomycota, walaupun ada beberapa yang termasuk Basidiomycota. Diameter yeast  berukuran sekitar 0,075 mm (0.003 inch) dan memiliki beragam bentuk mulai dari bulat telur, oval sampai  filamen. Sebagian besar yeast berkembangbiak secara aseksual dengan cara membelah diri atau bertunas (Ascomycota). Yeast yang termasuk Basidiomycota berkembangbiak secara dimorfik, dari bentuk monokaryotik ke bentuk filamentus dikaryotik (Choudhary & John, 2009).

Morfologi yeast yang tergolong Ascomycota
Morfologi yeast yang tergolong Ascomycota

Di alam, umumya yeast berada di dalam tanah dengan kondisi tekstur, komposisi kimia, kelembapan, dan pH tanah yang berbeda-beda pada letak geografi dan iklim yang bervariasi. Populasi yeast dipengaruhi oleh tingkat kedalaman tanah. Kebanyakan yeast dapat dijumpai pada lapisan atas tanah, pada kedalaman sekitar 2-10 cm.  Selain itu yeast juga ditemukan pada berbagai jaringan tanaman (yeast endofit) seperti daun, batang, bunga, akar dan daerah sekitar perakaran tanaman (rizosfer).

Peran yeast sebagai APH

Tidak seperti umumnya jamur dan bakteri, pemanfaatan yeast sebagai agens pengendali hayati masih sangat jarang diteliti.  Kalaupun ada, umumnya pemanfaatan yeast sebagai agens biokontrol patogen masih terbatas untuk mengendalikan patogen pasca panen pada buah atau sayuran, misalnya Candida oleophila untuk mengendalikan Penicillum expansum dan Botrytis cinerea pada apel. Selain itu pemanfaatan yeast juga masih terbatas untuk mengendalikan patogen yang terdapat pada permukaan daun serta jaringan tanaman lainnya. Namun untuk patogen-patogen yang bersifat terbawa tanah (soil borne pathogen) hal tersebut jarang diujicobakan.

Beberapa marga yeast seperti Cryptococcus, Rhodotorula, dan Debaryomyces telah dimanfaatkan untuk mengendalikan patogen yang menginfeksi daun dan batang tebu. Jenis yeast yang lebih dulu dikenal yaitu Saccharomyces cerevisiae dapat digunakan untuk mengendalikan Rhizoctonia solani, Fusarium equiseti, Botrytis fabae, dan Phytophthora infestans. Ada lagi Torulaspora globose untuk mengendalikankapang Colletotrichum graminicola pada cabai. Kemampuan berkembangbiak yang cepat memungkinkan yeast dapat berkompetisi dengan mikroba lainnya di daerah perakaran tanaman. Oleh karena itu yeast dapat diaplikasikan dalam jumlah banyak untuk mengendalikan patogen terbawa tanah.

Kemungkinan pemanfaatan yeast sebagai agens pengendali hayati, khususnya jasad antagonis sangat tinggi, karena tidak seperti halnya jamur dan bakteri, yeast memiliki sifat antara lain:

  1. Dapat dijumpai dimana-mana (phytobiome), yang menunjukkan tingkat keanekaragaman hayati yang memungkinkan penemuan  jasad antagonis yang alami dan spesifik,
  2. Aman untuk manusia dan hewan dan karena itu aman untuk dimanipulasi,
  3. Umumnya memacu kesehatan tanaman,
  4. Mikroorganisme yang ramah lingkungan, dan
  5. Dapat dengan mudah dan murah untuk diproduksi dalam jumlah yang sangat tinggi.

Mekanisme Pengendalian

Mekanisme pengendalian penyakit oleh yeast pada umumnya adalah antagonisme melalui kompetisi terhadap ruang dan nutrisi, produksi antibiosis, produksi enzim pendegradasi dinding sel patogen, mikoparasitisme, dan induksi ketahanan tanaman (induced resistance).

Kecepatan pertumbuhan yeast yang tinggi dibandingkan patogen bahkan mikroba  agens pengendali hayati lainnya menyebabkan yeast lebih cepat mengkoloni habitatnya. Akibatnya nutrisi yang ada akan dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh yeast. Kompetisi nutrisi antara yeast dengan patogen terutama adalah kompetisi dalam mendapatkan eksudat gula.

Pemanfaatan Metschnikowia pulcherrima terbuktidapat menghambat perkecambahan spora B. cinerea selama periode inkubasi pada medium sintetik. Contoh lain yaitu Rhodotorula glutinis dan Cryptococcus laurentii untuk Mengen dalikan B. cinerea dan P. expansum.

Beberapa penelitian yang dilakukan para ahli menunjukkan bahwa  terjadi aktivitas antibiotik yeast dalam interaksi dengan jamur patogen pada permukaan buah dan daun. Perlakuan B. cinerea dan Fusarium oxysporum f.sp. radicis-lycopersici dengan antibiotik yang diproduksi oleh S. flocculosa sangatmengurangi perkecambahan spora dan produksi biomassanya. Ahli lain memurnikan ester asam lemak dari Tilletiopsis pallescens dan melaporkan bahwa pada konsentrasi130 µg/ml ternyata mampu menghambat perkembangan buluh kecambah jamur embun tepung Podosphaera xanthii.

Senyawa  siderofor telah terbukti penting dalam kaitannya dengan pengendalian jamur patogen tanaman oleh bakteri. Siderofor juga telah dilaporkan diproduksi oleh spesies Candida dan Rhodotorula. Asam rhodotorulat, yang dihasilkan oleh Rhodotorula, telah menunjukkan kemampuannya dalam menghambat perkecambahan spora berbagai patogen tanaman termasuk  B. cinerea (Calvente et al., 2001). Penyakit busuk abu-abu pada apel yang disebabkan oleh B. cinerea lebih efektif dikendalikan oleh strain R. glutinis penghasil asam non-rhodotorulat kombinasi dengan asam rhodotorulat dibandingkan dengan R. glutinis penghasil asam non-rhodotorulat saja.

Enzim kitinase juga telah dilaporkan dihasilkan dalam medium kultur antara A. pullulans dengan P. expansum dan juga pada permukaan luka apel, T. albescens dan T. pallescens dengan P. xanthii, serta Candida saitoana dengan B. cinerea. Terkait dengan kemampuan melisis dinding sel jamur patogen tanaman, enzim β-1,3-glukanase yang diproduksi oleh Pichia anomala telah dikarakterisasi pada medium yang dilengkapi dengan laminarin atau fragmen dinding sel B. cinerea. Produksi enzim β-1,3-glukanase ditemukan relatif lebih tinggi ketika dinding sel fragmen patogen digunakan sebagai substrat untuk induksi enzim secara in vitro. Jelaslah bahwa enzim pemecah dinding sel terlibat dalam interaksi ini. Namun bila dibandingkan dengan mekanisme mikoparasit yang dilakukan oleh bakteri dan jamur antagonis, maka masih sangat sedikit penelitian yang dilakukan untuk menentukan keterlibatan enzim pemecah dinding sel yang diproduksi oleh yeast pada patogen tanaman jamur tular tanah baik secara in vitro atau in vivo.

Pustaka

El-Tarabily, K.A. &· K. Sivasithamparam.2006. Potential of yeasts as biocontrol    agents             of soil-borne fungal plant pathogens and as plant growth promoters.          Mycoscience 47:25–35.

Ferraz, P., F. Cássio, &  C. Lucas. 2019. Potential of Yeasts as Biocontrol Agents            of the Phytopathogen Causing Cacao Witches’ Broom Disease: Is Microbial        Warfare a Solution?. Frontiers in Microbiology 10(1766):1-13.

Freimoser, F.M. M. P. Rueda,M.B. Tilocca & Q. Migheli. 2019. Biocontrol yeasts:             mechanisms and applications. World Journal of Microbiology and            Biotechnology             35(154):1-20.

Ziedan, El-Sayed H.E. & E. S.H. Farrag. 2011. Application of yeasts as biocontrol             agents  for controlling  foliar diseases on sugar beet plants. Journal of   Agricultural Technology 7(6): 1789-1799.


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

INVENTARISASI KLON UNGGUL HARAPAN TEBU HASIL PEMULIAAN KERJASAMA BBPPTP SURABAYA DENGAN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH GRESIK Oleh R. Tomas Windharno, SP, MP

Diposting        Oleh    ditjenbun



PENDAHULUAN

Indonesia sampai tahun 2021 memerlukan gula nasional kurang lebih 6,5 juta ton, kemampuan produksi gula di dalam negeri  kurang lebih 2,2 juta ton, tahun 2021 impor gula nasional lebih kurang 4,3 juta ton..  semakin tahun produktivitasnya semakin menurun. Bahkan produktivitas tebu tiap hektar sampai saat ini rata-rata tiap hektar terjun bebas ke titik terendah bagaikan tanaman tidak bernilai ekonomis.  Rendahnya rata-rata produktivitas tanaman tebu tiap hektar yang dibudidayakan masyarakat petani tebu di Indonesia termasuk di wilayah Jawa Timur disebabkan  karena faktor genetik dan lingkungan, serta budidaya tanaman tebu tidak berdasar kultur teknis yang benar.  Terbatasnya ketersediaan varietas unggul baru (VUB) menjadi salah satu faktor utama rendahnya produktivitas tiap hektar. Varietas unggul baru tanaman tebu hasil persilangan sangat langka sekali. Varietas tebu unggul yang ada sebagaian besar keberadaan nya sangat lama sehingga banyak yang mengalami degenerasi genetic.  mananam tebu dengan bertumpu varietas Bululawang dengan keprasan tidak terhingga. Demikian pula sebagian petani juga melakukan hal sama, sehingga lengkaplah dinamika keterpurukan produktivitas tanaman tebu.  Akibatnya secara makro variabilitas produktivitas tiap hektar sangat tinggi dengan indikator produktivitas gula nasional tiap hektar 5,2 ton tahun giling  2021.  Tanaman tebu rakyat di Provinsi Jawa Timur mempunyai peran strategis dalam mewujudkan swasembada gula nasional. Di wilayah Jawa Timur sampai saat ini dominasi varietas masak lambat Bululawang dan PS 864 di areal petani tebu rakyat masih sangat tinggi. Musim Tanam  2020/2021 komposisi Masak Lambat mencapai 65% dari sasaran ideal pada peta jalan penataan varietas yang hanya 30%. Permasalahan mendasar dan sangat kompleks memenuhi komposisi varietas masak awal dan masak tengah disebabkan karena sampai saat ini belum ada varietas yang mampu mengungguli varietas Bululawang dari segi produktivitas dan daya tahan keprasannya. Penataan varietas di wilayah Provinsi Jawa Timur khususnya sangat diperlukan, karena mempengaruhi peningkatan produktivitas gula khususnya pada periode awal giling (bulan Mei sampai dengan Juli). Penataan varietas dengan komposisi ideal, akan memberikan pendapatan petani yang relatif stabil dan gula bagian PG dapat dicapai

KLON UNGGUL HARAPAN TEBU

Klon-KLON unggul harapan SB01 UMG NX 22, klon SB03 UMG NX 22, klon SB04 UMG NX 22, klon SB11 UMG NX 22, klon SB12 UMG NX 22, klon SB19 UMG NX 22, klon SB20 UMG NX 22 merupakan hasil pemuliaan  dengan teknik persilangan buatan menggunakan  metode Hawaii yang dilaksanakan oleh Universitas Muhamadiyah Gresik bekerjsama dengan PTPN X yang dimulai sejak tahun 2013.  Pengujian multilokasi dari masing-masing klon unggul harapan telah dilaksanakan pada beberapa tipe agroekologi yang berbeda sejak Musim Tanam 2019 – 2022 dengan beberapa hasil sebagai berikut :

  1. Klon SB01 UMG NX 22

Tanaman plant cane (PC) bobot tebu sebesar 133,18 ton/ha, rendemen 9,29 dan hablur 12,02 ton/ha. Tanaman ratoon cane 1 (RC.1) bobot tebu sebesar 161,83 ton/ha, rendemen 9,17 dan hablur 14,65 ton/ha. Tanaman ratoon Cane 2 (RC.2) bobot tebu sebesar 157.15 ton/ha, rendemen 10,73 dan hablur 12,12 ton/ha. serangan hama penggerek pucuk 0,00-2,49 dan penggerek batang 0,00-3,05 dan serangan penyakit blendok 0,00-1,60, pokahbung 0,00-2,19, luka api 0,00-5,29 dan mosaic 0,00-2,19

  • Klon SB03 UMG NX 22

Tanaman plant cane (PC) bobot tebu sebesar 147,72 ton/ha, rendemen 7,96% dan hablur 11,37 ton/ha. Tanaman ratoon cane 1 (RC.1) ) bobot tebu sebesar 147,90 ton/ha, rendemen 8,23% dan hablur 11,80 ton/ha. Tanaman ratoon Cane 2 (RC.2) bobot tebu sebesar 148,94 ton/ha, rendemen 10,35% dan hablur 11,45 ton/ha. Serangan hama penggerek pucuk 0,00-2,33 dan penggerek batang 0,00-3,23 dan serangan penyakit blendok 0,00-1,15, pokahbung 0,00-1,83, luka api 0,00-2,43 dan mosaic 0,00-2,68.

  • Klon SB04 UMG NX 22

Tanaman plant cane (PC) bobot tebu sebesar 152,56 ton/ha, rendemen 7,84% dan hablur 10,49 ton/ha. Tanaman ratoon cane 1 (RC.1) bobot tebu sebesar 151,70 ton/ha, rendemen 8,77% dan hablur 13,02 ton/ha. Tanaman ratoon Cane 2 (RC.2) bobot tebu sebesar 164,07 ton/ha, rendemen 10,07 dan hablur 11,87 ton/ha. Serangan hama penggerek pucuk 0,00-2,40 dan penggerek batang 0,00-2,50 dan serangan penyakit blendok 0,00-0,34, pokahbung 0,00-2,02, luka api 0,00-3,88 dan mosaic 0,00-0,55

  • Klon SB11 UMG NX 22

Tanaman plant cane (PC) bobot tebu sebesar 151,57 ton/ha, rendemen 7,98% dan hablur 10,86 ton/ha. Tanaman ratoon cane 1 (RC.1) bobot tebu sebesar 154,10 ton/ha, rendemen 8,62% dan hablur 12,99 ton/ha. Tanaman ratoon Cane 2 (RC.2) bobot tebu sebesar 144,71 ton/ha, rendemen 8,83% dan hablur 10,75 ton/ha. Serangan hama penggerek pucuk 0,00-1,04 dan penggerek batang 0,00-3,25 dan serangan penyakit blendok 0,00-1,52, pokahbung 0,00-0,38, luka api 0,00-3,10 dan mosaic 0,00-5,00

  • Klon SB12 UMG NX 22

Tanaman plant cane (PC) bobot tebu sebesar 148,94 ton/ha, rendemen 7,80% dan hablur 10,26 ton/ha. Tanaman ratoon cane 1 (RC.1) bobot tebu sebesar 162,54 ton/ha, rendemen 8,57% dan hablur 13,91 ton/ha. Tanaman ratoon Cane 2 (RC.2) bobot tebu sebesar 149,35 ton/ha, rendemen 9,22% dan hablur 10,63 ton/ha. Serangan hama penggerek pucuk 0,00-1,32 dan penggerek batang 0,00-1,51 dan serangan penyakit blendok 0,00, pokahbung 0,00-1,02, luka api 0,00-4,23 dan mosaic 0,00-0,57

  • Klon SB19 UMG NX 22

Tanaman plant cane (PC) bobot tebu sebesar 159,04 ton/ha, rendemen 8,50% dan hablur 12,26 ton/ha. Tanaman ratoon cane 1 (RC.1) bobot tebu sebesar 154,24 ton/ha, rendemen 8,58% dan hablur 12,93 ton/ha. Tanaman ratoon Cane 2 (RC.2) bobot tebu sebesar 130,79 ton/ha, rendemen 10,72 dan hablur 10,28 ton/ha. Serangan hama penggerek pucuk 0,00-2,49 dan penggerek batang 0,00-2,19 dan serangan penyakit blendok 0,00, pokahbung 0,00-1,80, luka api 0,00-2,22 dan mosaic 0,00-3,70.

  • Klon SB20 UMG NX 22

Tanaman plant cane (PC) bobot tebu sebesar 153,03 ton/ha, rendemen 8,25% dan hablur 11,35 ton/ha. Tanaman ratoon cane 1 (RC.1) bobot tebu sebesar 145,12 ton/ha, rendemen 8,45% dan hablur 11,99 ton/ha. Tanaman ratoon Cane 2 (RC.2) bobot tebu sebesar 165,33 ton/ha, rendemen 9,87 dan hablur 10,66 ton/ha. Serangan hama penggerek pucuk 0,00-2,19 dan penggerek batang 0,00-2,00 dan serangan penyakit blendok 0,00-0,86, pokahbung 0,00-1,72, luka api 0,00-3,18 dan mosaic 0,00-3,54

Ke – 7 klon  tebu unggul harapan ini sesuai  dikembangkan di wilayah dengan tipologi lahan tekstur berat berjenis tanah Vertisol/Aluvial, dan pada tipologi lahan tekstur ringan berjenis tanah Regosol. Ke 7 klon merupakan klon unggul harapan masak awal, tengah, lambat yang menunjukkan potensi produktivitas tinggi sehingga dapat menggantikan varietas masak awal, tengah dan lambat

                      Klon SB01UMG NX 22 Klon SB03 UMG NX 22 Klon SB04 UMG NX 22
Klon SB11 UMG NX 22 Klon SB12UMG NX 22 Klon SB19 UMG NX 22

KERJASAMA DENGAN BBPPTP SURABAYA

Pada Tahun 2022 telah di sepakati kerjasama antara Universitas Muhamadiyah Gresik dengan Balai Besar Perbenihan dan Perkebunan Surabaya dalam ruang lingkup persiapan usulan pelepasan klon unggul harapan dan beberapa pengumpulan data pendukung diantaranya uji DNA Klon unggul dibandingkan dengan varietas-varietas tebu yang telah dilepas untuk memenuhi unsur BUSS (baru, unik, seragam dan stabi), serta penelitian pengembangan pada ketahanana klon unggul harapan terhadap luka api.

Pengujian ketahanan ke 7 klon tebu unggul harapan terhadap serangan penyakit luka api dilaksanakan di green house Universitas Muhamadiyah Gresik, sedangkan spora jamur diperoleh dari pengembangan kultur yang dilaksanakan dilaboratorium kesehatan benih BBPPTP Surabaya.  Tanaman tebu yang diuji ketahanannya dilakukan infeksi dengan spora jamur Sporisorium scitaminea  penyebab penyakit luka api, kemudian dilakukan metode pengamatan pada tanaman sampel dan dibandingkan dengan tanaman control untuk mendapatkan data tambahan terkait ketahanan tanaman tebu klon unggul harapan terhadap serangan penyakit luka api.

Pengujian DNA dilakukan dengan tujuan identifikasi genetic tanaman dengan bantuan marka molekuler melalui analisis sidik jari (Fingerprinting), sehingga dapat memberikan informasi terkait klon unggul yang akan dilepas terutama dalam pembentukan segregasi baru, varietas dan sintetik unggul baru.  Dalam analisi DNA tanaman perkebunan ini dilaksanakan melaui beberapa tahapan yaitu : isolasi DNA , pemilihan dan optimasi primer, persiapan sampel untuk analisis PCR, elektroforesisi kapiler dan analisa data.

KESIMPULAN

Dalam upaya untuk pencapaian swasembada gula konsumsi tahun 2023, salah satu aspek yang sangat mendukung adalah tersedianya varietas-varietas unggul baru yang mempunyai kemampuan produktivitas yang tinggi pada berbagai kondisi agroekologis khususnya pada lahan – lahan marginal serta di dukung oleh ketahanan tanaman terhadap potensi serangan OPT khususnya penyakit luka api yang telah mewabah pada beberapa varietas tebu yang dikembangkan akhir-akhir ini.

BBPPTP Surabaya terus berkomitmen menjalin kerjasama dengan beberapa intitusi untuk lebih berperan secara kolaboratif dalam pelepasan varietas-varietas baru.  Kerjasama yang terus dikembangkan didukung oleh SDM yang kompeten serta sarana dan prasarana laboratorium yang memadai khususnya di analisis DNA dan kesehatan benih.  Dan diharapkan ditahun 2023 progres pelepasan ke 7 Klon unggul harapan yaitu SB01 UMG NX 22, klon SB03 UMG NX 22, klon SB04 UMG NX 22, klon SB11 UMG NX 22, klon SB12 UMG NX 22, klon SB19 UMG NX 22, klon SB20 UMG NX 22akan dapat dilaksanakan sesuai dengan target yang telah ditetapkan


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

OPTIMASI DATA POTENSI DAN SUMBER BENIH DALAM PENDEKATAN KAWASAN PERKEBUNAN MELALUI SISTEM INFORMASI POTENSI KETERSEDIAAN BENIH (SIPOTKENDIL) Oleh R. Tomas Windharno, SP, MP

Diposting     Senin, 05 Desember 2022 10:12 am    Oleh    Admin Balai Surabaya



  1. PENDAHULUAN

SiPotkendil merupakan salah satu aplikasi yang dimiliki BBPPTP Surabaya dalam memberikan pelayanan informasi khususnya tentang benih bermutu. Hadirnya aplikasi ini sebagai implementasi terhadap pelayanan public mengenai keterbukaan informasi. Aplikasi yang memiliki akronim SiPotkendil memiliki kepanjangan Sistem Informasi Potensi dan Ketersediaan Benih di Wilayah Kerja.

Aplikasi Sipotkendil mulai dikembangkan pada tahun 2018 yang dapat berjalan pada dua platform yaitu Website dengan url https://sipotkendil.balaisurabaya.ditjenbun.pertanian.go.id/ dan Android dengan url https://play.google.com/store/apps/details?id=com. gentasoft.sipot&hl=en_US.

Tujuan  dari aplikasi ini adalah memberikan informasi tentang ketersedian benih perkebunan yang unggul, bermutu dan bersertifikat di wilayah kerja BBPPTP Surabaya melalui Informasi benih bermutu dalam tiga data benih generative dan vegetative yang mempresentasikan potensi benih Informasi data pembibitan yang merepresentasikan data ketersediaan benih

Konsep mendekatkan logistic benih kepada kawasan pengembangan komoditasi perkebunan menjadi salah satu alasan untuk pengembangan aplikasi SIPOTKENDIL.  Pengembangan kawasan perkebunan baik intensifikasi maupun ektensifikasi memerlukan data ketersediaan sumber-sumber benih yang harus direncanakan  satu tahun (T-1) sebelum pelaksanaan program.  Dengan  base data terkait kegiatan monev sumber-sumber benih komoditas perkebunan khususnya untuk komoditas strategis seperti : tebu, kopi, kakao, kelapa dan jambu mete menjadi data science dalam pertimbangan pengambil keputusan sebelum menjalankan program pengembangan kawasan perkebunan disuatu wilayah karena akan memasukan komponen biaya pengiriman yang menjadikan program kawasan lebih efektif dan efisien serta tidak terjadi pemborosan.

PENGEMBANGAN SIPOTKENDIL

BISNIS PROSES SIPOTKENDIL

Dalam bisnis proses ini menunjukkan bahwa untuk menampilkan informasi yang terintegrasi dan akurat diperlukan pekerjaan terstrktur yang saling terkait sehingga output layanan berupa informasi ketersediaan benih dapat diakses pengguna layanan secara real time.

  1. Tampilan Home / Beranda
Log In Daftar Bahasa  
Lite Peta Komoditi  
Peta Komoditi  
Kementerian Pertanian RI Direktorat Jenderal Perkebunan BBPPTP SURABAYA Jln Raya Mojoagung No.52 – Mojoagung, Jombang  
  • Tampilan Peta Komoditi
Pop up  
Speech Bubble: Rectangle with Corners Rounded: The : 2500 batang
Tebu: 36500 mata tunas
Serai wngi : 1500 batang
Data Potensi / Ketersediaan  

Peta komoditi ini merupakan salah satu fitur yang memuat informasi terkait potensi dan ketersediaan benih perkebunan di beberapa lokasi wilayah kerja BBPPTP Surabaya, informasi ini berasal dari sumber-sumber benih hasil evaluasi dan proses sertifikasi mutu benih.  Dengan informasi ini diharapkan pemanfaatan potensi-potensi benih yang ada dapat dilaksankan untuk pemenuhan logistic benih khususnya diarea kawasan pengembangan yang ada disekitar potensi benih yang tersedia.  Kondisi ini diharapkan mampu memenuhi  kebutuhan bernih bermutu varietas unggul tanaman perkebunan sesuai dengan prinsip 6 tepat yaitu : tepat varietas, jumlah, mutu, waktu lokasi dan tepat harga). 

Informasi peta komoditi ini dari tujuan 6 tepat minimal akan dapat terpenuhi terkait dengan jumlah benih yang diperlukan, standar mutu yang telah dijamin melalui sertifikat mutu benih, waktu penyediaan benih dan masa kadaluarsa benih serta yang tidak kalah pentinya adalah lokasi penyedia benih yang tidak jauh dari kawasan pengembangan (logistic benh) sehingga akan dapat lebih efektif dan efisien.  Hal ini juga akan memberikan informasi bagi intitusi pemerintah dan pihak swasta untuk menyiapkan sumber-sumber benih potensial dalam upaya mendekatkan pengembangan kawasan komoditas perkebunan dengan logistic benih.

  •  Produsen Benih

Pada fitur ini memuat informasi produsen benih perkebuan baik dari institusi maupun dari swasta yang selama ini menjadi mitra BBPPTP Surabaya, sehingga data potensi dan ketersediaan benih akan selalu update sesuai dengan kondisi riil dilapangan

  • Peta Komoditi dan Grafik Data
Callout: Down Arrow: Tampilan setelah klik Filter
Peta Komoditi / Grafik Data  
Speech Bubble: Rectangle with Corners Rounded: The : 2500 batang
Tebu: 36500 mata tunas
Serai wngi : 1500 batang
-Data Ketersediaan-  
Rectangle: Rounded Corners: Grafik
Data Potensi / Ketersediaan  
Peta Komoditi  
Rectangle: Rounded Corners: Cetak Infografik
Rectangle: Rounded Corners: Kembali Filter
Rectangle: Rounded Corners: Unduh
Text Box: Varietas
Text Box: Varietas
Text Box: Varietas
Grafik Ketersediaan  
Peta Ketersediaan  
Grafik Potensi  
Text Box: Varietas
Text Box: Varietas
Text Box: Varietas
Peta Potensi  
Rectangle: Rounded Corners: Unduh

Peta komoditi dan tampilan infografis akan memberikan informasi spasial dan temporay terkait kondisi potensi dan ketersediaan benih perkebunan dari aspek lokasi dan data kuantitatif.  Data spasial potensi  dan ketersediaan benih yang didukung dengan data kuantitatif ini nantinya akan sangat penting dalam mendukung perencanaan pengembangan kawasan berbasis kewilayaan khususnya kawasan komoditas perkebunan.

  1. KESIMPULAN

Paradigma dalam pendekatan holistic tematik dalam sub sector perkebunan menitik beratkan pada integrasi unsur  yang saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan.  Pendekatan holistic menitikberatkan pada data spasial dan kuantitatif dengan pendekatan pengembangan kawasan perkebunan berdasarkan daya dukung ruang.

Aplikasi SIPOTKENDIL ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan data yang sangat strategis dalam menyusun rencana pengembangan kawasan perkebunan yang berkelanjutan.  Pemanfaatan data dan informasi geospasial sebagai sumber data merupakan salah satu elemen yang patut diperhatikan oleh para pemangku kepentingan pada sub sector perkebunan guna mencapai sasaran pembangunan subsector perkebunan yang efektif dan efisien.


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

FLUKTUASI SERANGAN Chilo sp. PADA TANAMAN TEBU DI WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA TRIWULAN II TAHUN 2022 OLEH: ERNA ZAHRO’IN DAN WAHYU IRIANTO

Diposting     Rabu, 30 November 2022 03:11 pm    Oleh    Admin Balai Surabaya



Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman yang saat ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Karena tanaman tebu digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula. Kebutuhan gula di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun dan belum mampu dipenuhi hingga saat ini.

Produktivitas tebu merupakan hasil interaksi antara faktor internal tanaman dan lingkungan.  Setelah diperoleh tanaman tebu dengan kualitas potensi produksi yang tinggi, maka produktivitas tebu sepenuhnya tergantung lingkungannya.  Faktor lingkungan yang berperan penting dalam menetukan produktivitas tidak hanya sumberdaya lahan semata, tetapi juga termasuk usaha pengelolaan sumberdaya lahan, khususnya menyangkut cara memanipulasi lingkungan sumberdaya lahan yang tersedia untuk  mencapai tingkat potensi lingkungan tumbuh yang paling sesuai untuk pertumbuhan tanaman tebu.  Secara internal, sumberdaya lahan penentu keberhasilan pencapaian tebu untuk mendekati potensinya adalah kesuburan tanah baik secara fisik maupun kimia. Faktor eksternal atau  lingkungan ideal yang sangat berpengaruh terhadap perolehan produktivitas tebu adalah iklim, kesehatan tanaman dan budidaya.  (Anonim, 2011).

Kesehatan tanaman menentukan pertumbuhan tanaman.  Tanaman tebu yang terinfeksi organisme pengganggu dapat berupa hama, penyakit dan gulma dapat dipastikan tidak akan tumbuh normal. Beberapa hama dan penyakit utama yang ditemukan pada tanaman Tebu di wilayah kerja BBPPTP Surabaya diantaranya adalah Penggerek Pucuk tebu (Chilo sacchariphagus), Peng gerek Batang Tebu (Scirpophaga nivella), Lepidiota stigma, dan Rattus argentiventer.

Luas Areal Tanaman Tebu

Berdasarkan data Triwulan II tahun 2022 (Tabel 1) diketahui bahwa tanaman tebu terdapat di lima Provinsi di wilayah kerja BBPPTP Surabaya yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan NTB. Hal ini dikarenakan tanaman tebu memerlukan kondisi geografis tertentu dalam sistem budidaya sehingga tidak semua provinsi di wilayah kerja dapat mengembangkan budidaya Tebu.  Data Triwulan II  tahun 2022   menunjukkan wilayah Provinsi dengan budidaya tanaman tebu terluas adalah Provinsi Jawa Timur seluas 169.944 Ha, provinsi dengan wilayah terluas kedua adalah Jawa Tengah seluas  47.754,29 Ha, diikuti Provinsi Jawa Barat dengan luas 9.968,81 Ha, diikuti Provinsi DI Yogyakarta dengan luas 3.133,56 Ha, dan NTB seluas 2.560,00 Ha sedangkan pada provinsi Banten, Bali dan NTT tidak ada budidaya Tebu.  

Tabel 1 . Luas Areal Tebu di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya Periode Triwulan II Tahun 2022

No. Provinsi Luas Areal (ha)
1 Banten 0.00
2 Jawa Barat 9,968.81
3 Jawa Tengah 47,754.29
4 DIY 3,133.56
5 Jawa Timur 169,944.00
6 Bali 0.00
7 NTB 2,560.00
8 NTT 0.00
Total 233,360.66

Sebaran Serangan OPT Tebu

Tabel 2 . Sebaran Serangan OPT Tebu di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya Periode Triwulan II Tahun 2022

No. Provinsi Luas Serangan (ha)
    Chilo sp. S. nivella L. stigma Ratus sp.
1 Banten 0.00 0.00 0.00 0.00
2 Jawa Barat 29.14 34.91 0.00 0.20
3 Jawa Tengah 1,044.85 885.42 348.68 105.52
4 DIY 64.50 8.00 22.00 63.00
5 Jawa Timur 1,209.60 580.00 657.81 155.04
6 Bali 0.00 0.00 0.00 0.00
7 NTB 0.00 0.00 0.00 0.00
8 NTT 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 2,348.09 1,508.33 1,028.49 323.76

Tabel 2 menunjukkan sebaran serangan OPT tanaman tebu diwilayah kerja BBPPTP Surabaya. Luas serangan C. sacchariphagus (Penggerek Batang Tebu) adalah 2.348.09  Ha, S. nivella (Penggerek Pucuk Tebu) seluas 1.508,33 Ha,    L. stigma seluas 1.028,49 Ha, dan Rattus sp. seluas 323.76 Ha.

Penggerek Batang Tebu (Chilo sacchariphagus)

               Gambar 1: Serangan C. sacchariphagus pada Tanaman Tebu 

Serangan serangga hama penggerek batang tebu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tebu. Kerusakan yang disebabkan oleh hama penggerek batang tebu tersebut akan mengurangi volume nira tebu, akibatnya produksi gula menjadi berkurang. Masalah klasik hingga kini adalah rendahnya produktivitas tebu dan rendahnya rendemen gula. Rata-rata produktivitas tebu yang ditanam di lahan sawah sebesar 95 ton/ha, dan di lahan tegalan sebesar 75ton/ha, dan rendemen gula 7,3-7,5% (Kementan RI, tth).

Salah satu hama  yang menyebabkan kerugian hasil tebu adalah penggerek batang tebu Chilo sacharipagus. Kerugian akibat serangan penggerek batang adalah berupa batang-batang yang mati tidak dapat digiling dan penurunan bobot tebu atau rendemen akibat kerusakan pada ruas­ruas batang. Kerugian gula akibat serangan penggerek  ditentukan oleh jarak waktu antara saat penyerangan dan saat tebang. Menurut Wiriotmodjo (1970) dalam Kementan RI (2020) kehilangan rendemen dapat mencapai 50 % jika menyerang tanaman tebu umur 4-5 bulan dan 4 – 15 % pada tebu yang berumur 10 bulan. Hasil pengamatan Wirioatmodjo (1973) dalam Kementar RI (2020), pada tingkat serangan ruas sebesar 20 %, penurunan hasil gula dapat mencapai 10 %.

Larva muda yang baru menetas hidup dan menggerek jaringan dalam pupus daun yang masih menggulung, sehingga apabila gulungan daun ini nantinya membuka maka akan terlihat luka-luka berupa lobang grekan yang tidak teratur pada permukaan daun. Setelah beberapa hari hidup dalam pupus daun, larva kemudian akan keluar dan menuju ke bawah serta menggerek pelepah daun hingga menembus masuk ke dalam ruas batang. Selanjutnya larva hidup dalam ruas-ruas batang tebu. Di sebelah luar ruas-ruas muda yang digerek akan didapati tepung gerek. Daun tanaman yang terserang terdapat bercak-bercak putih bekas gerekan yang tidak teratur. Bercak putih ini menembus kulit luar daun. Gejala serangan pada batang tebu ditandai adanya lobang gerek pada permukaan batang. Apabila ruas batang tersebut dibelah membujur maka akan terlihat lorong-lorong gerek yang memanjang. Gerekan ini kadang menyebabkan titik tumbuh mati, daun muda layu atau kering. Biasanya dalam satu batang terdapat lebih dari satu ulat penggerek.

Hasil pemetaan (Gambar 2) menunjukkan serangan C. sacchariphagus hanya terjadi di empat wilayah kerja BBPPTP Surabaya yaitu Provinsi Jawa barat dan Jawa Timur dengan kategori serangan rendah dan Provinsi  Jawa Tengah dan DIY dengan tingkat serangan rendah sedang.  Sedangkan data di Provinsi NTB menunjukkan aman dari serangan hama tersebut.  Data di Provinsi Banten, Bali, dan NTT  menunjukkan tidak ada data serangan yang berarti di wilayah tersebut tidak ada budidaya tanaman tebu. Meskipun data tingkat serangan masuk kategori rendah dan sedang tetap diperlukan kewaspadaan adanya peningkatan status serangan.

Gambar 2 : Peta Tingkat Serangan C. sacchariphagus pada Tanaman Tebu Triwulan II Tahun 2022 di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya 

Tabel 3. Perbandingan Luas Serangan C. sacchariphagus Triwulan II dan Triwulan I 2022

No. Provinsi Luas serangan C. sacchariphagus (Ha) Peningkatan/Penurunan Peningkatan/Penurunan
T-I 2022 T-II 2022 Luas serangan (Ha) Luas serangan (%)
1 Banten 0.00 0.00 0.00 0.00
2 Jawa Barat 0.00 29.14 29.14 100.00
3 Jawa Tengah 812.52 1,044.85 232.33 28.59
4 DIY 40.50 64.50 24.00 59.26
5 Jawa Timur 1,306.40 1,209.60 -96.80 -7.41
6 Bali 0.00 0.00 0.00 0.00
7 NTB 0.00 0.00 0.00 0.00
8 NTT 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 2,159.42 2,348.09 188.67 8.74

Gambar 3 : Perbandingan Luas Serangan C. sacchariphagus pada Tanaman Tebu Triwulan Periode Triwulan II Tahun 2022 Triwulan I Tahun 2022.

Kondisi tersebut apabila digambarkan dengan Grafik Perbandingan Luas Serangan pada Triwulan II dan Triwulan I Tahun 2022 (gambar 3) diketahui bahwa terjadi peningkatan luas serangan C. sacchariphagus berdasarkan Tabel 3 seluas 188,67 Ha atau sebesar 8,74%. Terjadinya peningkatan luas serangan tersebut karena terjadi peningkatan luas serangan yang di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah meskipun di provinsi Jawa Timur terjadi penurunan luas serangan.

Tabel 4. Perbandingan Luas Serangan C. sacchariphagus Triwulan II Tahun 2022 dan

Triwulan II Tahun 2021

No. Provinsi Luas serangan C. sacchariphagus(Ha) Peningkatan/Penurunan Peningkatan/Penurunan
T-II 2022 T-II 2021 Luas serangan (Ha) Luas serangan (%)
1 Banten 0.00 0.00 0.00 0.00
2 Jawa Barat 29.14 0.00 29.14 100.00
3 Jawa Tengah 1,044.85 1,123.51 -78.66 -7.00
4 DIY 64.50 33.40 31.10 93.11
5 Jawa Timur 1,209.60 644.32 565.28 87.73
6 Bali 0.00 0.00 0.00 0.00
7 NTB 0.00 0.00 0.00 0.00
8 NTT 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 2,348.09 1,801.23 546.86 30.36

Gambar 4 : Perbandingan Luas Serangan C. sacchariphagus pada Tanaman Tebu Triwulan II Tahun 2022 dan Triwulan II Tahun 2021.

Gambar 4 merupakan grafik Perbandingan Luas Serangan C. sacchariphagus Triwulan II Tahun 2022 dan Triwulan II Tahun 2021 yang menunjukkan terjadinya peningkatan luas serangan. Peningkatan luas serangan yang terjadi seluas 546.86 Ha atau 30.36%. hal ini disebabkan , salah satunya karena rendahnya tindakan pengendalian yang dilakukan petani baik secara swadaya maupun pengendalian yang dilakukan melalui program pemerintah berupa pengendalian mekanis, sanitasi serta biologis menggunakan musuh alami.

Tabel 5. Perbandingan Luas serangan dan Luas pengendalian C. saccahariphagus Periode Triwulan II Tahun 2022

No. Provinsi Luas Serangan (Ha) Luas Pengendalian (Ha) Tingkat Pengendalian (%)
1 Banten 0.00 0.00 0.00
2 Jawa Barat 29.14 0.30 1.03
3 Jawa Tengah 1,044.85 389.85 37.31
4 DIY 64.50 59.00 91.47
5 Jawa Timur 1,209.60 139.62 11.54
6 Bali 0.00 0.00 0.00
7 NTB 0.00 0.00 0.00
8 NTT 0.00 0.00 0.00
Total 2,348.09 588.77 25.07

Gambar 5 : Perbandingan Luas Serangan dan Luas Pengendalian C. sacchariphagus pada Tanaman Tebu periode Triwulan II Tahun 2022

Data pada tabel 5 dan Gambar 5 menunjukkan Perbandingan Luas Serangan dan Luas Pengendalian C. sacchariphagus periode Triwulan II tahun 2022. Data pada tabel dan gambar tersebut menunjukkan bahwa secara global Luas pengendalian hama C. sacchariphagus periode Triwulan II Tahun 2022 hanya sekitar 588.77 Ha atau hanya sebesar  25.07% dari luas serangan yang ada dengan luas pengendalian tertinggi dilaksanakan oleh Provinsi DIY yaitu sebesar 91,47%

Pengendalian yang direkomendasikan dan perlu dilakukan oleh petani antara lain:

  1. Pengelolaan lahan, misalnya pengembalian residu tanaman ke lahan dan menanam tanaman pupuk hijau di antara barisan tanaman tebu untuk meningkatkan keragaman anthropoda terutama predator,
  2. Menanam benih bebas hama dan menggunakan varietas toleran untuk mencegah penyebaran hama di pertanaman,
  3. Memantau dinamika populasi hama di lapangan.
  4. Pengendalian hayati menggunakan parasitoid telur Trichogramma chilonis
  5. Pengendalian mekanis dengan mengambil telur dan ulat dan memusnahkannya serta melakukan roges pada pucuk tanaman yang terserang penggerek pucuk,
  6. Pengendalian kimiawi, merupakan tindakan terakhir apabila cara pengendalian lain tidak berhasil menekan populasi hama, misalnya dengan karbofuran
  7. Pengendalian berdasarkan peraturan pemerintah/ undang-undang untuk menekan penyebaran hama dari suatu daerah ke daerah lain

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Gagasan Swasembada Gula di Indonesia. Balai Penelitian Tanah. Bogor  https://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr26204j.pdf. Diakses tanggal 20    Desember 2011.

P3GI. 2008. Budidaya Tanaman Tebu. Dinas Perkebunan Daerah Prop. Dati I Jawa Timur. PT. Perkebunan XXIV-XXV (PERSERO). Perwakilan P3GI Prop. Jawa Timur. P 23-27, 40.

Kementerian Pertanian. tth. Swasembada Gula Bukanlah Isapan Jempol. https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=1934#:~:text=Rata%2Drata%20produktivitas%20tebu%20yang,3%2D7%2C5%25. Diakses 30 November 2022.

Kementerian Pertanian. 2020.Budidaya Tebu https://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/90623/BUDIDAYA-TANAMAN-TEBU/. Diakses 30 November 2022.


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

Waspadailah…Cacao Mild Mosaic Virus Disease! Oleh ; Roosmarrani Setiawati, SP., M.Sc.

Diposting        Oleh    Admin Balai Surabaya



Setelah Swollen Shoot Virus Disease, kini kakao Indonesia terancam oleh penyaki virus baru yaitu Cacao Mild Mosaic Virus (CaMMV)Disease. Apa dan bagaimana pengaruh virus ini terhadap produksi kakao kita?

            Tanaman kakao, penghasil cokelat di negara ini telah banyak dikenal orang. Tahun 2021 Indonesia tercatat sebagai produsen kakao terbesar ke-3 di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan produksi 706.500 ton per tahun. Jumlah ini mengalami penurunan 0.97% dibanding tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 713.400 ton.

            Produksi kakao berkelanjutan terancam oleh berbagai penyakit baik yang disebabkan oleh jamur dan virus. Banyak di antaranya yang menimbulkan  endemik pada daerah penghasil kakao tertentu namun tidak pada daerah yang lain. Pertukaran plasma nutfah kakao antar bank gen dan lembaga penelitian sangat penting untuk membiakkan bahan tanam yang lebih baik tetapi membawa risiko penyebaran patogen ini secara bersamaan.

            Virus menimbulkan tantangan khusus terutama karena beberapa spesies dapat tetap laten untuk waktu yang lama atau menyebabkan gejala yang sangat ringan atau tidak sama sekali. Penyakit mosaik pada kakao yang disebabkan oleh Badnavirus kerap menimbulkan kendala pada budidaya tanaman kakao.  Gejala infeksi virus ini seperti mosaik, klorosis, dan belang-belang yang terjadi pada daun seringkali dijumpai pada perkebunan kakao di Indonesia sejak tahun 1970-an (Probowati et al., 2019). Seiring dengan berkembangnya teknik diagnosis dan identifikasi patogen secara molekuler, para ahli melakukan serangkaian penelitian untuk memastikan penyebab penyakit ini. 

Sejarah

            CaMMV adalah Badnavirus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik kakao, dan sebelumnya hanya diketahui di Amerika (Muller et al., 2018). CaMMV  awalnya dikenal dengan sebutan Cacao Trinidad Virus (CTV) strain A, sedangkan Cacao Trinidad Virus strain B untuk Cacao Yellow Vein Banding Virus berdasarkan gejala yang ditimbulkannya. Identifikasi patogen ini pertama dilakukan untuk menggambarkan gejala mirip virus yang dijumpai pada daun kakao di Trinidad sekitar tahun 1940an.  Saat itu CaMMV telah  mengakibatkan kehilangan hasil antara 7-33% (Puiq et al., 2021).

             Di Indonesia, penyakit virus pada tanaman kakao yang pertama kali dilaporkan oleh Semangun adalah penyakit mosaik. Keberhasilan penelitian Semangun dan Sinarmojo dalam menularkan penyakit dengan cara penyambungan dan pemberian serangga vektor Pseudococcus sp. serta Ferrisia virgata Cock. telah memperkuat dugaan bahwa penyakit mosaik disebabkan oleh virus.

Gejala Infeksi CaMMV

            Gejala penyakit CaMMV terutama tampak pada daun. Pada awal mula gejala ini dijumpai di Trinidad, berupa bintik-bintik merah pada daun.  Daun-daun yang lain dapat menampakkan klorosis di sekitar tulang daun, kadang berbentuk seperti daun pakis pada urat daun (fern-like interveinal), vein-banding, serta mosaik. Namun, Baker dan Dale (1947) menyatakan bahwa tanaman kakao yang telah terinfeksi untuk waktu yang lama dapat menjadi pembawa (carrier) penyakit tanpa adanya gejala. CTV strain B cenderung menutupi CTV strain A yang mana keduanya dapat terjadi bersama-sama. Ullah et al.(2021) juga membuktikan bahwa daun-daun kakao yang tidak bergejala ternyata terdeteksi positif mengandung virus CaMMV.

A
B

Gambar 1. Gejala CaMMV pada daun dan kakao

  1. Klorosis pada bagian urat  daun  B. Mosaik pada daun

(Sumber: Kandito et al., 2022)

https://doi.org/10.1002/ndr2.12071

Patogen

            Penyakit ini disebabkan oleh CaMMV yang termasuk dalam Genus Badnavirus dan Famili Caulimoviridae. Virus jenis ini memiliki double strandedcircular DNA genome. Partikel CaMMV berbentuk bacilliform (batang) yang tak bermembran.

Penularan

Text Box: ©Clive Lau.
Text Box: ©Clive Lau.

            Penelitian yang diakukan selama tahun 1940-1950 pada sampel bahan kakaodi Trinidadmembuktikan bahwaCaMMV ditularkan oleh serangga vektor golongan kutu-kutuan (Famili:  Pseudococcidae). Setidaknya, dilaporkan 20 jenis kutu dompolan (mealybugs) termasuk diantaranya Planococcoides njalensis dan Planococus citri. Virus bersifat semi persisten, artinya virus terbawa serangga vektor tapi tidak berkembangbiak dalam tubuhnya. Selain itu penularan penyakit ini juga dapat melalui penyambungan (grafting) dan penempelan (okulasi).

Penyebaran

            CaMMV pertama kali dilaporkan menginfeksi tanaman kakao di Trinidad dan Tobago sekitar tahun 1940an. CaMMV kemudian menyebar ke negara-negara Puerto Rico, Brazil, Columbia, Republik Dominika, dan Vanezuela. Di Asia Tenggara, gejala penyakit akibat virus ini juga telah dilaporkan menginfeksi tanaman kakao sejak 50 tahun yang lalu. Meskipun sedikit sekali penelitian yang dilakukan karena rendahnya dampak akibat penyakit ini. Turner dan Sherperd (1978) menyatakan bahwa hampir total penggunaan bahan tanam kakao Trinitario di Indonesia di masa lalu telah membatasi terjadinya penyakit tertentu. Namun tampaknya penyakit karena virus yang tersebar luas telah lama ada. Dalam populasi kakao Trinitario, munculnya gejala sangat bervariasi. Kadang-kadang mudah terlihat pada banyak daun pada satu waktu, tetapi hampir tidak dapat diamati selama tahun berikutnya.

            Saat ini di Indonesia, CaMMV dijumpai menimbulkan gejala klorosis dan mosaik pada  klon-klon kakao di kebun Kulon Progo, DIY dan Jember, Jawa Timur. Baik klon kakao lama maupun klon kakao baru dapat terinfeksi virus ini (Kandito, A., komunikasi pribadi).

Strategi Pengendalian

            Untuk mencegah meluasnya penyakit CaMMV ke daerah yang belum terinfeksi maupun kebun-kebun yang sudah terinfeksi CaMMV maka langkah pengendalian yang dapat dilakukan antara lain:

  1. Dilarang memindahkan bahan tanaman sakit, serangga, sampel tanah dari kebun yang terinfeksi kecuali dibawah pengawasan pakar peneliti.
  2. Tanaman kakao sakit diupayakan untuk dibongkar (eradikasi) untuk menghilangkan sumber inokulum. Dalam upaya ini perlu diingat bahwa biaya yang diperlukan tidak sedikit dan seringkali mengakibatkan pertentangan politik dalam negeri.
  3. Serangga vektor dikendalikan dengan memanfaatkan baik agens pengendali hayati (APH) maupun pestisida nabati. Penggunaan insektisida kimia yang bersifat sistemik dianjurkan bila telah terjadi serangan endemik.
  4. Melakukan inokulasi silang (preimunisasi) dengan menggunakan strain virus yang avirulen untuk melindungi tanaman kakao dari virus yang virulen.
  5. Dilakukan upaya cordon sanitaire, yaitu suatu jalur yang bebas dari CaMMV untuk mengisolir kebun-kebun yang terinfeksi.
  6. Menggunakan bibit kakao yang berasal dari Somatic Embryogenesis (SE) untuk menurunkan tingkat infeksi CaMMV.

Pustaka

Baker, R.E.& Dale, W.T.1947.Notes on a virus disease of cacao. Ann.Appl. Biol. 34: 60– 65.

Marelli, J.P., Guest, D.I., Bailey, B.A., Evans, H.C., Brown, J.K., & Junaid, M. 2019           Chocolate under threat from old and new cacao diseases. Phytopathology 109:        1331–1343.

Muller, E., Ravel, S., Agret, C., Abrokwah, F., Dzahini-Obiatey, & F.H., Galyuon, I. 2018. Next generation sequencing elucidates cacao badnavirus diversity and reveals the existence of more than ten viral species. Virus Research 244: 235–251.

Kandito, A., Hartono, S., Trisyono, Y.A. & Somowiyarjo, S. 2022. First report of Cacao     mild mosaic virus associated with Cacao Mosaic Disease in Indonesia. New Disease Reports 45.

Probowati,W., Somowiyarjo, S. & Hartono, S. 2019. Molecular characterization of mosaic            virus from the cocoa trees showing mosaic symptoms in Yogyakarta, Indonesia.        Biodiversitas 20: 3698–3704.

Puig, A.S. 2021. Detection of Cacao mild mosaic virus (CaMMV) using nested PCR and evidence of uneven distribution in leaf tissue. Agronomy 11, 1842.

Probowati, W. 2013. Identifikasi Molekuler Virus Penyebab Mosaik pada Kakao di            Yogyakarta. Tesis. Program Studi Bioteknologi. Sekolah Pasca Sarjana UGM.

Semangun, H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada          University Press.

Turner, P.D.; Shepherd, R. Cocoa diseases in Malaysia and Indonesia: Their present and           otential importance. In Proceedings of the International Conference Cocoa             Coconuts, Kuala Lumpur, Malaysia, 21–24 June. 308–321.

Ullah, I., Andrew J. Daymon, Paul Hadley , Michelle J. End, Pathmanathan Umaharan

            & Jim M. Dunwell. 2021.Identification of Cacao Mild Mosaic Virus (CaMMV) and   Cacao Yellow Vein-Banding Virus (CYVBV) in Cocoa (Theobroma cacao)         Germplasm. Viruses 13(2152):1-17..                                                                        


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

EKSPLORASI KELAPA LOKAL CUNGAP MERAH PURBALINGGA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL KELAPA KOPYOR CUNGAP MERAH Oleh : Badrul Munir, S.TP, M.P

Diposting     Kamis, 17 November 2022 03:11 pm    Oleh    Admin Balai Surabaya



Indonesia yang secara geografis terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Hindia dan Pasifik), jumlah pulau yang sangat banyak (lebih dari 17.000), serta sifat geografisnya yang unik memungkinkan Indonesia memiliki keanekaragaman plasma nutfah yang sangat tinggi dengan tingkat endemisme yang tinggi pula. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara terbesar kekayaan plasma nutfahnya.

Plasma nutfah adalah sumber daya alam keempat disamping sumber daya air, tanah dan udara yang sangat penting untuk dilestarikan. Pelestarian plasma nutfah sebagai sumber daya genetik akan menentukan keberhasilan program pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Bagi Indonesia, plasma nutfah merupakan sumber daya yang memiliki arti ekonomi dan sosial yang sangat penting. Banyak jenis tanaman yang mempunyai makna global dan nasional berasal dari Indonesia seperti lada hitam, kelapa, cengkeh, tebu, jenis-jenis jeruk, dan buah-buahan tropik lainnya.

Melimpahnya keanekaragaman flora tersebut merupakan potensi sumber daya genetik yang dapat menghasilkan klon/varietas unggul perkebunan, disamping juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bio-fuel, bio-pesticide, bio-fertilizer atau untuk tujuan komersial lainnya. Eksplorasi terhadap komoditas spesifik perkebunan yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif sangat penting untuk mendukung pengembangan varietas unggul nasional.

  1. EKSPLORASI PLASMA NUTFAH

Eksplorasi adalah identifikasi klon yang diduga dan diyakini oleh masyarakat setempat memiliki keunggulan-keunggulan tertentu seperti: umur berproduksi yang cepat/genjah, produktifitas yang tinggi, tahan/toleran terhadap serangan OPT, tahan terhadap cekaman lingkungan/kekeringan, kandungan minyak yang tinggi, ataupun ukuran buah yang sangat besar. Langkah selanjutnya adalah mengamati secara seksama apakah keunggulan tersebut dapat terbukti secara nyata di lapangan dan pengujian.

Determinasi adalah suatu proses penentuan terhadap kebenaran suatu varietas/klon. Apabila varietas/klon tersebut sama dengan lokal lain harus diteliti sejauh mana kesamaannya dan jika benar sama maka pemberian nama harus dipilih dari yang terluas penyebarannya. Sebagai instrumen/alat dalam melakukan determinasi maka diperlukan deskripsi varietas.

Deskripsi varietas adalah pengenalan varietas yang lebih mendalam meliputi: asal usul, silsilah, habitus tanaman, batang utama, percabangan, bentuk daun, warna daun tua, warna daun muda, permukaan daun, panjang daun, lebar daun, panjang tangkai daun, bentuk bunga, type rangkaian bunga, warna bunga muda, warna bunga masak, warna mahkota bunga, bentuk buah, warna buah matang, potensi produksi per pohon, dan kadar minyak astiri.

  1. IDENTIFIKASI KELAPA UNGGUL LOKAL CUNGAP MERAH PURBALINGGA

Salah satu tugas dan fungsi bidang perbenihan BBPPTP Surabaya adalah melakukan identifikasi klon unggul lokal/harapan. Identifikasi klon unggul lokal/harapan dilakukan dengan cara eksplorasi terhadap klon unggul lokal yang berkembang di suatu wilayah dalam rangka pemanfaatn untuk pelepasan varietas unggul baru. Salah satu klon unggul lokal kelapa yang memiliki keunggulan adalah kelapa cungap merah (KCM) Purbalingga. Kelapa cungap merah Purbalingga memiliki karakteristik yang unik, karena disamping berkhasiat sebagai kelapa obat juga memiliki rasa yang khas dan ciri warna mayang merah keunguan.

Kegiatan eksplorasi dilaksanakan di desa Kedarpan, Kecamatan Kejobong Kabupaten Purbalingga. Berdasarkan penuturan Bapak Rawan Udi Purwito, warga Desa Kejobong, Kecamatan Kejobong Kabupaten Purbalingga (-7.388597, 109.504345), kelapa cungap merah (CM) ditanam pertama kali oleh Bapak Rosidi pada tahun 1970-an dengan benih yang tidak diketahui asal usulnya. Di antara kelapa CM tersebut terdapat 1 (satu) pohon kelapa yang mampu menghasilkan buah kopyor dengan jumlah yang terbatas, dalam 1 tandan hanya dihasilkan sekitar 2 – 4 butir buah kopyor. Selanjutnya pohon kelapa CM tersebut disebut kelapa kopyor cungap merah heterozygote generasi nenek (KCM heterozygote nenek). Pada tahun 1990-an, Bapak Rawan menanam buah normal yang diperoleh dari tandan buah kelapa KCM heterozygote yang ada buah kopyornya sebanyak 27 batang di Desa yang sama. Di antara 27 batang kelapa tersebut diperoleh 12 batang kelapa KCM dan 15 batang kelapa CM. Selanjutnya kelapa KCM heterozygote tersebut disebut kelapa KCM heterozygote generasi nol (KCM G0).

Gambar 1. Pohon induk kelapa cungap merah generasi nenek (G0)

  1. KELAPA UNGGUL LOKAL SEBAGAI BAHAN PENGEMBANGAN CALON VARIETAS BARU KELAPA KOPYOR CUNGAP MERAH

Pada tahun 2012 – 2013 tim peneliti CRC (coconut research centre) Universitas Muhammadiyah Purwokerto melakukan pemurnian kelapa KCM heterozygote menjadi kelapa KCM homozygote dengan cara menanam embryo buah kopyor dari kelapa KCM G0 secara in vitro dengan menggunakan teknik kultur embryo (embryo resque). Dalam proses kultur embryo tersebut dilakukan seleksi kecambah untuk memilih kecambah berwarna merah muda. Selanjutnya kecambah tersebut ditumbuhkan secara in vitro dan diaklimatisasikan sehingga diperoleh kelapa KCM homozygote (KCM G1) dan materi ini digunakan sebagai materi pengujian dibandingkan dengan varietas kelapa kopyor genjah hijau Pati (GHP) dan kelapa kopyor genjah coklat Pati (GCP).

Pada tahun 2014 – 2016 dilakukan penanaman benih kelapa KCM G1 di dua lokasi, Kebun Plasma Nutfah Kelapa Kopyor- Universitas Muhammadiyah Purwokerto (-7.414919; 109.277559) dan kebun kelapa kopyor di Desa Karangkemiri, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas (-7.351578; 109.0618824). Sampai tahun 2022, kelapa KCM G1 secara keseluruhan berjumlah 123 pohon dengan 77 pohon telah berproduksi sedangkan 46 pohon berumur 3 tahun dan sudah mulai berbunga.

Pengamatan daya hasil kelapa dilakukan di kebun plasma nutfah kelapa kopyor selama 3 tahun (2019-2021) dengan cara mengamati 12 pohon kelapa Kopyor Cungap Merah (KCM) yang ditanam di blok UMP dan 24 pohon yang ditanam di blok Pekuncen. Sebagai pembanding digunakan 2 varietas kelapa kopyor genjah yang sudah dilepas, yaitu Kopyor Genjah Hijau Pati (GHP) dan Kopyor Genjah Coklat Pati (GCP) masing-masing 8 pohon di blok UMP dan 7 pohon di blok Pekuncen. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa mayoritas (80 %) kelapa KCM mulai menghasilkan bunga ketika tanaman berumur 29.70 ± 4.69 bulan setelah tanam. Kelapa KCM mampu menghasilkan mancung relative cepat, yaitu sekitar 20.92 ± 2.80 hari sekali di blok UMP, sedangkan di blok Pekuncen sedikit lebih lama, yaitu sekitar 23.61 ± 1.57 hari sekali (Tabel 3.1). Ciri tersebut sedikit lebih cepat dibandingkan kelapa pembanding (GCP maupun GHP) yang rata-rata memerlukan waktu sekitar 22.58 ± 2.20 hari di blok UMP dan 25.88 ± 1.77 hari di blok Pekuncen. Jumlah tandan per pohon yang dimiliki oleh kelapa KCM juga sama dibandingkan dengan kelapa GCP maupun GHP, yaitu sekitar 14.67 ± 3.55 tandan per tahun di blok UMP dan 13.38 ± 1.79 tandan per tahun di blok Pekuncen.

Gambar 2. Calon Pohon Induk Terpilih di Kebun Plasma Nutfah UMP

Total produksi buah kelapa per pohon per tahun pada kelapa KCM relative lebih tinggi dibandingkan dengan kelapa GCP maupun GHP. Potensi produksi buah kelapa KCM dapat mencapai sekitar 170.42 ± 17.21 butir / pohon / tahun sedangkan pada kelapa GCP berkisar 112.88 ± 4.60 butir/pohon/tahun dan pada kelapa GHP mencapai 131.50 ± 16.74 butir / pohon / tahun.

  1. PROSES PELEPASAN VARIETAS KELAPA KOPYOR CUNGAP MERAH

Hasil pengujian kelapa Kopyor Cungap Merah (KCM) homozygote yang dilakukan di blok UMP dan blok Pekuncen selama 3 tahun produksi (2019 sd 2021) menunjukkan bahwa kelapa KCM yang diusulkan untuk dilepas sebagai varietas unggul baru memiliki keungulan dibandingkan dengan varietas pembanding GCP dan GHP. Kelapa KCM homozygote hasil pemurnian memiliki keunggulan berupa jumlah buah kopyor per tandan yang dihasilkan sangat tinggi, yaitu 95 %. Jumlah tersebut meningkat dari sekitar 27 % pada kelapa KCM heterozygote yang ditanam di desa Kejobong, Purbalingga. Sifat kopyor tersebut tetap bertahan ketika dilakukan pengujian dengan ditanam di lahan perbukitan tanpa irigasi dan dalam populasi yang bersebelahan dengan kelapa normal di kebun Pekuncen Banyumas, yaitu masih mencapai 89 %. Jumlah buah yang dihasilkan per pohon per tahun juga relatif tinggi, yaitu 170 butir ketika di tanam di lahan UMP. Jumlah tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kelapa GCP dan GHP yang mencapai 112 butir dan 131 butir. Meskipun jumlah tersebut menurun ketika ditanam di lahan Pekuncen, namun penurunan tersebut juga terjadi pada kelapa pembanding. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang optimal kelapa KCM direkomendasikan untuk di tanam di daerah dataran rendah dengan ketinggian di bawah 300 m dpl.

Kelapa KCM juga memiliki keunggulan berupa buah dengan isi daging buah sedang sampai dengan banyak atau bahkan tanpa air mencapai 90 – 92 %. Tingkat kemanisan air dan daging buah juga relatif tinggi (5.14 gr gula total / 100 ml air dan 5.48 gr gula total/ 100 gr daging buah) jika dibandingkan dengan air dan daging buah kelapa pembanding. Hasil uji kandungan asam lemak pada air kelapa dan daging buah kelapa KCM dengan menggunakan alat gas chromatography-mass spectrometry (GC-MS) menunjukkan bahwa air kelapa dan daging buah kopyor KCM mengandung asam laurat dengan kadar tinggi (34.00 % dan 29.74 %), jauh lebih tinggi dari air kelapa normal (2.85 %).

Gambar 3. Daging buah Kelapa Kopyor Cungap Merah

Kelapa KCM juga memiliki ciri khas yang tidak dimiliki varietas lain berupa kecambah yang berwarna merah (Red group 54C – 54D RHS Colour Chart 2019), ujung akar yang berwarna merah (Red group 50A – 50C RHS Colour Chart 2019), bunga betina ketika mancung pecah berwarna merah keunguan (Red-Purple Group 73B – 73C) serta ketika kulit buah muda pada bagian cungap dikupas juga berwarna merah (Red Group 54A – 54D RHS Colour Chart 2019). Ciri khas tersebut tetap dimiliki baik pada kelapa KCM yang ditanam di kebun UMP maupun di kebun Pekuncen. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kelapa KCM memiliki tangkai daun berwarna kuning kehijauan (Yellow-Green Group 146C – 146D RHS Colour Chart 2019) dengan daun tua berwarna kuning kehijauan (Yellow-Green Group 146A dan 147A RHS Colour Chart 2019). Kelapa KCM memiliki batang tegak dengan panjang 11 bekas daun sebesar 50.3 cm. Bunga jantan masih banyak ditemukan ketika bunga betina siap dibuahi. Dengan demikian persentase self pollination pada kelapa KCM cukup tinggi. Meskipun kelapa KCM memiliki bole dalam ukuran kecil terutama ditemukan pada agroklimat dengan air dan perawatan yang baik (blok UMP), namun dengan ciri batang dan self pollination tersebut, maka kelapa KCM dikelompokkan sebagai kelapa genjah.

Gambar 4. Ciri khas warna mayang merah Kelapa Kopyor Cungap Merah

Gambar 5. Ciri morfologi akar berwarna merah (doc. CRC-UMP)

  • PENUTUP

Setelah melalui proses penelitian yang panjang sejak tahun 2009, maka pada tahun 2020 tim CRC – UMP bekerjasama dengan BBPPTP Surabaya  mengajukan proses pelepasan varietas kelapa kopyor cungap merah ini kepada Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. Berdasarkan proses penilaian tim TP2V Direktorat Jenderal Perkebunan dan pelaksanaan sidang pelepasan varietas tanaman perkebunan semester 1 tahun 2022, kelapa kopyor cungap merah dinyatakan layak dan dilepas dengan nama Kelapa Kopyor Cungap Merah (KCM). Setelah dinyatakan lolos sebagai varietas unggul nasional, selanjutnya dilakukan penyiapan calon kebun induk yang akan dijadikan kebun sumber benih kelapa kopyor cungap merah.

  • BAHAN BACAAN

Ditjenbun. 2022. Media Perkebunan Edisi Agustus 2022. Halaman 32-37. Kementerian Pertanian. Jakarta

https://suaramuhammadiyah.id/2022/04/14/kelapa-kopyor-ump-lolos-uji-pelepasan-varietas-kementrian-pertanian/. Diakses pada Mei 2022.

https://banjarnegara.pikiran-rakyat.com/news/pr-2464267152/kelapa-kopyor-hijau-cungap-merah-ump-lolos-uji-pelepasan-varietas-dari-kementan. Diakses pada Mei 2022.

UMP-BBPPTP Surabaya. 2022. Proposal Pelepasan Varietas Kelapa Kopyor Cungap Merah.


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

NETWORKING KELEMBAGAAN BENIH DALAM MENDUKUNG OPTIMASI NURSERI PERKEBUNAN Oleh : R. Tomas Windharno

Diposting     Senin, 14 November 2022 10:11 am    Oleh    Admin Balai Surabaya



PENDAHULUAN

Penyediaan benih bermutu oleh pemerintah salah satunya diwujudkan melalui pembangunan Nurseri Bun Bermutu yang dilengkapi dengan sarana dan prasarananya serta pembangunan kebun sumber benih di sejumlah kawasan pengembangan komoditas tanaman perkebunan.

Salah satu tujuan dari pembangunan dan pengembangan nursery perkebunan adalah mengakselerasi penyediaan benih bermutu tanaman perkebunan khususnya untuk perkebunan rakyat, serta optimalisasi ekspor di bidang perkebunan maka pemerintah melaksanakan dengan membangun logistik benih di kawasan pengembangan perkebunan, sehingga mudah didapatkan oleh pekebun dan menghemat biaya distribusi.

Nurseri tanaman perkebunan yang telah dibangun dan dikembangkan secara  Khusus difokuskan untuk  penyediaan logistik benih dalam jumtah besar dengan kualitas yang baik sehingga memerlukan dukungan sarana prasarana pembenihan yang memadai dan modern. Fasilitas Pembenihan yang modern selain itu aspek yang tidak kalah pentingnya adalah efisiensi teknis, waktu, dan biaya yang sesuai dengan pencapaian target kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas yang terjamin baik, untuk pengadaan benih sesuai target tanam seturuh area wilayah tanam yang direncanakan.  Hal tersebut memerlukan suatu proses bisnis yang efisien khusunya dalam nerworking kelembagaan benih.

PERANAN NETWORKING KELEMBAGAAN BENIH

Dalam Proses Bisnis Nurseri tanaman perkebunan menunjukkan bahwa Nurseri tanaman perkebunan dibangun sesuai dengan kebutuhan komoditas yang akan dikembangkan, Nurseri tanaman perkebunan akan memproduksi benih dari kebun benih sumber menjadi benih sebar yang siap digunakan oleh petani/pekebun.

Peran kelembagaan dalam mendukung produksi benih sangat diperlukan. Terdapat 3 (tiga) sub system pendukung yaitu penelitian dan pengembangan, produksi dan distribusi serta pengendalian mutu. Ketiga sub sistem tersebut saling bersinergi untuk mendukung produksi benih yang yang akan disalurkan kepada penerima kegiatan nursery bun bermutu. Produksi benih pada Nurseri Bun Bermutu dapat dilakukan secara konvensional dan pemanfaatan teknologi modem (kultur jaringan). Proses produksi dilakukan secara swakelola dan benih harus disertifikasi sebelum proses penyaluran benih.

Gambar 1. Kelembagaan dalam Mendukung Produksi Benih Nurseri Bun Bermutu

  1. Sub Sistem Penelitian dan Pengembangan

Puslitbangbun / Balit komoditas , Riset Perkebunan Nusantara /PTPN dan Perguruan tinggi berperan dalam mengembangkan varietas baru yang unggul, spesifik lokasi dan melakukan pelepasan varietas setelah dilakukan kajian melalui uji observasi dan uji adaptasi sesuai dengan yang dipersyaratkan untuk masing-masing komoditas perkebunan

  • Sub Sistem Produksi dan Distribusi

Produksi benih baik melalui Teknik kultur jaringan dan konvensional dilaksanakan oleh UPTD Produksi benih provinsi, Nurseri BBPPTP Surabaya, UPBS Balit komoditas (benih sumber) dan Produsen Benih Swasta Besar.  Produksi benih khususnya untuk komoditas perkebunan memerlukan perencanaan yang baik yang meliputi :

  1. Identifikasi kebutuhan benih

ldentifikasi kebutuhan bibit dilaksanakan pada T-1 melalui koordinasi dengan para pihak.ldentifikasi tersebut dilakukan dalam rangka mengumpulkan informasi antara lain data jenis, jumlah benih, sasaran distribusi, dan rencana lokasi penanaman.

  • Penentuan jenis dan jumlah bibit

Berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan bibit,selanjutnya disusun rencana produksi benih yang meliputi jenis dan jumlah benih yang akandiproduksi. Jenis benih yang diproduksi diutamakan yang bernilai ekonomi tinggi, sesuai dengan kebutuhan kawasan pengembangan.

  • Kebutuhan Benih

Berdasarkan penentuan jenis dan jumlah benih selanjutnya ditentukan jumlah kebutuhan benih yang berasal dari Kebun Sumber Benih yang telah

ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri.

Gambar 2.  Proses Produksi Benih Nurseri Komoditas Perkebunan

  1. Sub Sistem Pengendalian Mutu

Setelah proses produksi dan sebelum benih diedarkan maka harus melalui mekanisme pengendalian mutu yaitu sertifikasi dan pengujian mutu benih.  Sertifikasi benih merupakan salah satu kegiatan yang penting untuk menjamin mutu benih tanaman perkebunan yang beredar. Mutu benih tanaman perkebunan mencakup mutu genetik, fisik, fisiologis dan /atau kesehatan benih. Proses sertifikasi sebagaimana dimaksud dapat diselenggarakan oleh: lembaga yang menyelenggarakan tugas dan fungsi pengawasan dan sertifikasi benih tanaman perkebunan (UPT PuSat UPTD Provinsi). Sertifikasi dilakukan oleh Pengawas Benih Tanaman (PBT), dimana benih yang diedarkan wajib bersertifikat dan berlabel.

KESIMPULAN

Nurseri tanaman perkebunan yang telah dibangun dan dikembangkan untuk melaksanakan proses produksi secara  Khusus difokuskan untuk  penyediaan logistik benih dalam jumtah besar dengan kualitas yang baik  Hal tersebut memerlukan suatu proses bisnis yang efisien khususnya dalam nerworking kelembagaan benih yang meliputi Sub Sistem Penelitian dan Pengembangan; Sub system Produksi dan Distribusi serta Sub Sistem Pengendalian Mutu, yang ketiganya saling berkolaboratif untuk focus dalam penyediaan benih unggul bermutu


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

Peningkatan Produksi Gula Melalui Program Agroforestry Tebu Oleh : Badrul Munir, S.TP, MP

Diposting     Rabu, 02 November 2022 11:11 am    Oleh    Admin Balai Surabaya



Program percepatan swasembada gula konsumsi telah dilakukan sejak tahun 2020 sampai nanti tahun 2023 dalam rangka pencapaian target swasembada gula konsumsi tahun 2024. Sampai tahun 2021, produksi gula mencapai 2,35 juta ton atau naik 10,3 % dibanding tahun 2020 (Media Perkebunan, 2022).

Berbagai strategi telah dilakukan baik secara intensifikasi dan ekstensifikasi untuk mencapai target swasembada gula konsumsi. Permasalahan dalam pengembangan gula nasional adalah semakin berkurangnya lahan tebu di sentra – sentra pengembangan. Untuk mencapai target produksi gula tersebut, maka perlu ada terobosan dalam program ekstensifikasi lahan. Perlu dukungan berbagai pihak dalam pemecahan masalah berkurangnya lahan tebu.

Salah satu program yang dilakukan adalah program agroforestry. Agroforestry adalah kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan menggunakan optimalisasi pemanfaatan lahan dengan sistem kombinasi tanaman berkayu, buah-buahan, atau tanaman semusim sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis diantara komponen penyusunnya. Agroforestry tebu adalah pemanfaatan lahan kehutanan untuk budidaya tanaman tebu. Hal ini sejalan dengan regulasi di Kementerian Lingkungan Hidup. Setelah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Peraturan Nomor 8 tahun 2021 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan di hutan lindung dan hutan produksi, tebu secara eksplisit digolongkan sebagai tanaman jenis lain yang bisa dibudidayakan di dalam kawasan hutan. 

Di pulau Jawa, tebu dalam kawasan hutan berawal dari konflik sosial yang berkepanjangan. Dengan inovasi regulasi Menteri Lingkungan Hidup itu, tebu menjadi legal ditanam di kawasan hutan yang akan menjadi solusi konflik sosial melalui kerja sama petani dengan pemilik lahan (pemerintah atau badan usaha kehutanan milik negara)

Kementerian BUMN mendukung Perum Perhutani yang turut berpartisipasi dalam program Pemerintah pada Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian BUMN bersama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) juga ikut berperan dalam peningkatan produksi gula dengan bersama-sama mendukung agroforestry tebu. Bahkan Asisten Deputi Bidang Industri Perkebunan dan Kehutanan Kementerian BUMN mengapresiasi inisiatif Perhutani dalam menjalankan program agroforestry dan menjadikan salah satu Program Strategis/Quick Win Perhutani. Program Agroforestry Perhutani merupakan salah satu program strategis Perhutani untuk mendukung ketahanan pangan, yang sebagaimana kita ketahui dunia saat ini sedang mengalami krisis pangan global. Dengan dimulai dari penanaman tebu pada tahun 2021 dan selanjutnya akan diikuti komoditas lainnya. Program ini juga sebagai bentuk sinergi Perum Perhutani dengan BUMN lainnya seperti Holding Perkebunan.

Terkait hal tersebut, maka perlu melihat pengaruh dari program ini terhadap peningkatan produksi gula khususnya di wilayah pengembangan PTPN X. Tulisan populer ini bertujuan untuk memberikan gambaran pengaruh program agroforestry tebu dalam peningkatan produksi gula di wilayah PTPN X.

  1. Agroforestry Tingkatkan Bahan Baku Tebu

Pada tahun 2021 kontribusi beberapa komoditas pada program agroforestry Perum Perhutani sudah cukup signifikan, yaitu dengan total lahan agroforestry sebesar 203.148 Ha Perhutani dengan bantuan masyarakat sekitar hutan dapat memproduksi komoditas padi sebesar 11.422 ton, jagung 12.976 ton, kopi 2616 ton, singkong 3109 ton, porang 274, tebu 498 ton, dan komoditas lainnya 703.692 ton.

Guna menjaga kestabilan pasokan Bahan Baku Tebu (BBT), PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) X secara kontinyu menggarap program Agroforestry tebu dengan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur selama dua tahun terakhir. Program Agroforestry tebu telah terbukti memberikan tambahan pasokan Bahan Baku Tebu (BBT) secara siginifikan ke pabrik gula PTPN X pada Musim Giling Tahun 2020. Salah satunya adalah tambahan pasok BBT sebesar 2.712 Ton untuk PG Lestari. Penambahan pasokan BBT secara signifikan ini kembali terjadi pada Musim Giling Tahun 2021. Varietas yang ditanam pada lahan agroforestry masih didominasi varietas lama Bululawang, karena varietas ini sangat cocok di semua tipe lahan dan tahan pada lahan-lahan kering. Total luasan agroforestry tebu yang telah tertanam adalah sebesar 201.494 Ha untuk PG Gempolkrep dengan KPH Mojokerto, 60,067 Ha untuk PG Djombang Baru dengan KPH Bojonegoro, dan 53,815 Ha untuk PG Lestari dengan KPH Jombang. Selanjutnya, akan diadakan penanaman tanaman tebu kembali pada lahan seluas 128,7 Ha untuk PG Modjopanggoong dengan KPH Blitar.

SINERGI BUMN AGROFORESTRY TEBU MUSIM TANAM 2020/2021 – PRAJA POS

Gambar 1. Tanam Perdana Agroforestry Tebu Tahun 2021

Gambar 2. Panen Perdana Agroforestry Tebu Tahun 2022

Program Agroforestry tebu memberikan dampak signifikan untuk penambahan pasokan BBT ke pabrik gula dengan rendemen antara 7-8%. Selain itu, program Agroforestry tebu ini juga sebagai salah satu upaya memberdayakan masyarakat desa hutan untuk bersinergi memanfaatkan sumberdaya lahan hutan. Hasil penanaman agroforestry tebu ini nantinya akan digilingkan seluruhnya ke Pabrik Gula (PG) dibawah PTPN X. Untuk mengawal agar program agroforestry tebu ini dapat berjalan lancar dan sukses maka pihak PTPN X bersama Perhutani akan melakukan monitoring dan evaluasi (monev) untuk melihat ketepatan perawatan tanaman tebu. Disamping itu juga perlu dijaga kelestarian hutan dari dampak pengembangan program agroforestry tebu.

.

  1.  Dukungan Benih Varietas Unggul

Produktivitas tebu sangat dipengaruhi oleh penggunaan varietas yang ditanam. Penggunaan benih unggul dapat meningkatkan produktifitas gula. Program agroforestry tebu perlu dukungan penggunaan benih unggul dari varietas-varietas yang sudah dilepas oleh Pemerintah tidak hanya varietas Bululawang. BBPPTP Surabaya sebagai UPT Kementerian Pertanian bersama – sama Puslit Gula Jengkol PTPN X dapat berperan serta dalam penyediaan benih unggul sekaligus pengawasan terhadap mutu benih yang digunakan dalam program agroforestry tebu.  

  1. Penutup

Program agroforestry tebu merupakan penambahan luas tanam tebu sebagai upaya peningkatan produksi gula nasional. Program ini telah memberikan dampak positif dalam penambahan produksi gula karena dapat menambah BBT tebu giling PG. Di samping itu juga telah meningkatkan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dalam memanfaatkan lahan di wilayah kehutanan, sehingga membuka lapangan pekerjaan baru. Dukungan dari semua stakeholder Perkebunan diperlukan dalam mensukseskan program agroforestry tebu.

  1. Bahan Bacaan

Ditjenbun. 2022. Media Perkebunan Edisi Agustus 2022. Halaman 41-46. Kementerian Pertanian. Jakarta

https://ptpn10.co.id/blog/jamin-pasok-bbt-ptpn-x-tanam-perdana-lahan-agroforestry. Diakses 10 Oktober 2022

https://bumn.go.id/media/news/detail/agroforestry-untuk-ketahanan-pangan#:~:text=Agroforestri%20adalah%20kegiatan%20rehabilitasi%20hutan,dan%20ekonomis%20diantara%20komponen%20penyusunnya. Diakses 10 Oktober 2022

https://www.forestdigest.com/detail/1816/agroforestri-tebu-defisit-gula. Diakses 10 Oktober 2022

Peraturan Menteri KLH No 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi.


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]

TANAMAN PISANG SEBAGAI NAUNGAN KOPI MEMBERIKAN KEUNTUNGAN GANDA

Diposting     Ahad/Minggu, 30 Oktober 2022 07:10 am    Oleh    Admin Balai Surabaya



Latar Belakang

            Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini karena kopi telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi devisa negara, menjadi ekspor non migas, selain itu dapat menjadi penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani pekebun kopi maupun bagi pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam budidaya, pengolahan, maupun dalam mata rantai pemasaran. Pada tahun 2010 luas areal kebun kopi mencapai 1.210.365 Ha dengan produksi 686,92 ton (Ditjenbun, 2013). Sembilan puluh lima (95) % dari luas areal perkebunan kopi tersebut merupakan perkebunan rakyat. Secara umum pada perkebunan rakyat, peningkatan luas areal tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas dan mutu. Rendahnya produktivitas maupun mutu kopi pada perkebunan rakyat biasanya disebabkan oleh umur tanaman yang sudah tua, kurangnya pemeliharaan / perawatan kebun oleh petani dan adanya serangan hama penyakit (Hasna, 2011). Kopi sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia yang tak terpisahkan dan bahkan dibeberapa tempat kopi sudah menjadi sebuah budaya (budaya minum kopi). Perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan produsen kopi terbesar ke-3 didunia, pertama adalah Brazil dan kedua adalah Vietnam. Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa merupakan negara-negara importir kopi dari Indonesia.

Tanaman kopi dengan tanaman naungan Pohon pisang

Kopi  merupakan   salah  satu  komoditas  potensi  di  Kabupaten Lumajang Jawa Timur. Luas areal perkebunan kopi rakyat di Kabupaten Lumajang mencapai kurang lebih 4.157 ha dengan produksi  1,867 ton dalam bentuk biji ose atau rata – rata 450-500 kilogram ose/ha. Areal kopi tersebut tersebar pada sentra-sentra pengembangan di 7 (tujuh) kecamatan yang meliputi kecamatan Senduro, Pasrujambe, Pronojiwo, Tempusari, Randuagung, Klakah, dan Gucialit. Mengingat potensi agroklimatologis wilayah Kabupaten Lumajang sangat mendukung  sekali  dalam  pengembangan  komoditas  kopi.

Kopi yang ditanam oleh Bapak Sugiono Ketua Kelompok Tani Sekarmaju 2 adalah kopi robusta dengan usia ± 15 tahun yang ditanaman pada ketinggian 600 dpl. Pada umumnya tanaman kopi memerlukan naungan terlebih jika daerah pertanaman kurang lembab maka perlu diberikan naungan. Naungan pada dasarnya hanya diperlukan bagi tanaman kopi yang ditanam di daerah – daerah yang kurang subur karena kopi sendiri sebenarnya dapat ditanam tanpa naungan. Apabila tanaman kopi ditanam tanpa naungan pada tanah yang subur, pada permulaannya memperlihatkan pertumbuhan yang baik, dan mulai berbuah juga lebih cepat. Selama 5 – 8 tahun kebun mampu memberikan hasil yang baik. Namun pada tahun – tahun berikutnya hasil akan mengalami penurunan, penurunan hasil ini disebabkan penyinaran matahari yang tidak teratur, sehingga pertumbuhan generatifnya juga tidak teratur, termasuk pembungaan dan perbuahannya. Selain penyinaran yang tidak teratur juga karena sangat kekurangan bahan organik sehingga lapisan humusnya cepat habis, oleh karena itu perlu dilakukanya pemangkasan naungan.

Dalam fase berbuah, tanaman kopi juga hanya membutuhkan intensitas penyinaran terbatas agar dapat dicapai keseragaman dalam proses pemasakan buah, penyinaran berlebihan dapat menyebabkan buah masak lebih cepat tapi tingkat kematangannya tidak sempurna. Disinilah dibutuhkan penanaman pohon naungan agar produktivitas kopi dapat dipertahankan.

Fungsi naungan

Tanaman pelindung atau naungan sangat dibutuhkan tanaman kopi, terutama pada saat mulai memasuki fase produksi, ada beberapa fungsi atau manfaat dari tanaman pelindung ini, antara lain:

  • Mengatur intensitas penyinaran sesuai kebutuhan tanaman kopi, sehingga pembungaan, pembuahan dan pematangan buah bisa seragam dan kualitas biji kopi yang dihasilkan  dapat dipertahankan;
  • Mengurangi penguapan segera hingga humus tidak gampang hilang;
  • Mengurangi berlangsungnya erosi terlebih pada tempat miring;
  • Menghindar embun upas ( frost ) pada daerah-daerah tinggi dan mengurangi potensi serangan hama dan penyakit tanaman;
  • Sebagai sumber bahan organik untuk memperbaiki struktur tanah;
  • Bisa menghambat perkembangan gulma.

Syarat tanaman yang cocok sebagai pohon pelindung/naungan kopi

Tidak semua tanaman dapat dijadikan pelindung atau naungan pada tanaman kopi, tanaman yang kan dijadikan pelindung pada tanaman kopi setidaknya harus memiliki persyaratan sebagai berikut :

  • Tanaman mudah tumbuh; pohonnya tinggi dan bertajuk rindang;
  • Pertumbuhannya cepat ;
  • Banyak menghasilkan daun dan tahan pemangkasan;
  • Daunnya cepat membusuk;
  • Perakaran dalam;
  • Batang dan cabang keras;
  • Tidak mudah terserang hama dan penyakit ;
  • Tajuk dan akar tidak mengganggu tanaman kopi;
  • Bijinya tidak banyak dan tidak tersebar sehingga tidak mudah tumbuh menjadi gulma Leucaena sp;
  • Daunnya bisa menjadi pakan ternak dan kayunya untuk kayu bakar,
  • Tidak menggugurkan daun , terutama pada musim kemarau;
  • Lebih diutamakan dati jenis leguminosa,
  • Mudah diatur secara periodik agar tidak menghambat pembungaan.

Pohon Pisang sebagai Alternatif Tanaman Pelindung Kopi

Sulitnya mendapatkan bibit pohon naungan yang cocok untuk tanaman kopi, membuat para petani mencari alternatif tanaman pelindung yang mudah didapatkan di sekitar lahan kebun kopi. Petani disentra kopi lumajang menanam pisang sebagai pohon pelindung pada tanaman kopi mereka. Pohon pisang itu ditanam berjajar di sela-sela tanaman kopi dengan jarak tanam sekitar 6 x 6 meter. Menurut sugiono Petani Kopi pasrujambe pemanfaatan tanaman pisang sebagai pohon pelindung kopi, menurutnya cukup baik, karena tanaman kopi yang ada dapat tumbuh dengan baik.

Lebih lanjut sugiono menjelaskan, pemanfaatan tanaman pisang sebagai pelindung kopi cukup baik, karena selain berfungsi sebagai pelindung, tanaman pisang juga bisa menjaga kelembaban tanah pada saat terjadi musim kemarau. Selain itu limbah tanaman pisang juga bisa menjadi sumber pupuk organik yang baik bagi tanaman kopi.

Dari segi ekonomis, menurut sugiono penggunaan tanaman pisang sebagai pohon pelindung juga memberikan keuntungan ganda bagi petani, selain dari hasil kopi, mereka juga dapat memperoleh penghasilan tambahan dari buah pisang yang saat ini prospek ekonominya juga cukup baik. Perakaran tanaman pisang yang dangkal, juga tidak berpotensi mengganggu absorbsi hara oleh tanaman kopi. Pertumbuhan anakan tanaman pisang harus dibatasi supaya tidak mengganggu serapan hara oleh tanaman kopi, setiap rumpun kopi cukup dipertahankan 2 anakan saja. Anakan yang terlalu banyak dikhawatirkan justru akan mengganggu pertumbuhan tanaman kopi.

Melihat pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi yang diberi naungan tanaman pisang cukup baik, sugiono semakin yakin  bahwa tanaman ini bisa menjadi alternatif pohon pelindung kopi. Panfaatan tanaman pisang sebagai pohon pelindung kopi telah terbukti efektif dan memberikan keuntungan ganda kepada petani.

Peran pohon naungan terhadap OPT

Menurut Schroth et al. (2000) memberi naungan pada tanaman kopi akan dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap gangguan hama dan penyakit, selain menciptakan kondisi yang cocok bagi pertumbuhan kopi, naungan pada sistem agroforestri kopi juga dapat berperan dalam mengendalikan hama dan penyakit tumbuhan. Namun, dalam perannya sebagai penekan serangan hama dan patogen, naungan dipengaruhi oleh kondisi iklim, ketinggian tempat dan jenis tanah. Dalam mengendalikan hama dan penyakit, naungan akan mempengaruhi suhu dan kelembaban tanah yang memacu peningkatan aktivitas musuh alami. Selain itu, naungan juga berperan dalam mengurangi tingkat cekaman tanaman karena cahaya yang berlebih melemahkan tanaman sehingga mudah terserang hama dan patogen tanaman.

Beberapa hama tanaman kopi yang dipengaruhi oleh intensitas cahaya karena naungan diantaranya:

  1. Nematoda

Tingkat kerapatan naungan yang tinggi, kelimpahan nematoda parasit tumbuhan akan rendah. Tingkat kerapatan naungan 40% optimum bagi kelimpahan nematoda parasit tumbuhan. Dengan kata lain, resiko munculnya serangan nematoda pada tanaman kopi dapat dikurangi dengan meningkatkan kerapatan naungan menjadi lebih dari 40%. Turunnya kelimpahan nematoda pada tingkat naungan di atas 40% disebabkan oleh sifat nematoda yang tidak menyukai kondisi kelembaban tanah yang berlebih. Walaupun nematoda merupakan biota hidrobion (Lavelle & Spain, 2001), tetapi bila kelembaban tanah tinggi maka ia tidak dapat bertahan hidup lebih lama karena tanah dalam kondisi anaerobik (Norton, 1978). Naungan yang sangat rapat menyebabkan tanah lebih lembab dan bersifat anaerobik sehingga menekan kelimpahan nematoda parasit tumbuhan.

  • Kutu Dompolan

Berkembang biaknya kutu dompolan ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim terutama kelembaban, intensitas cahaya dan temperatur. Ledakan serangan hama kutu dompolan sering terjadi pada musim kemarau yang kering dan panjang. Dalam musim hujan, serangan hama ini nampak berkurang, demikian pula tahun -tahun dimana terdapat musim kemarau yang relatif basah. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh naungan. Semakin kurang naungan berarti semakin besar intensitas cahaya. Naungan yang diberikan pada tanaman kopi juga mempengaruhi jumlah serangan. Pada kondisi naungan yang ringan, pohon kopi yang mengalami serangan berat berjumlah 45 %, sedangkan pada kondisi naungan gelap, hanya 22% yang mengalami serangan berat. Dengan demikian maka pada naungan yang gelap dapat memperkecil tingkat serangan, namun bukan jaminan untuk menghindari serangan. Perbedaan intensitas cahaya ternyata sangat berpengaruh tehadap komposisi jenis kelamin. Apabila naungan gelap, maka sex-ratio antara kutu betina dan jantan adalah 1:9, tetapi pada naungan yang ringan, kutu betina lebih banyak dari pada kutu jantan. Dengan demikian berarti bahwa pada kondisi naungan yang ringan, sumber penularan kutu dompolan jauh lebih besar dari pada kondisi dengan naungan yang gelap, karena jumlah kutu betina yang siap bertelur lebih banyak.

  • Hama Xylosandrus compactus

Rendahnya tingkat naungan pohon penaung, menyebabkan sinar matahari yang masuk ke lahan lebih besar, sehingga kelembaban udara menjadi lebih rendah (Dewi et al., 2005). Tanaman kopi idealnya memerlukan naungan sekitar 23 – 28% (Pinto et al., 2000), penaungan > 50% akan menurunkan produktivitas tanaman. Dilain pihak, bila tingkat penaungan terlalu rendah, maka cahaya matahari yang masuk semakin tinggi sehingga fotosintesa tanaman akan meningkat (SIPPO, 2002). Peningkatan laju fotositesa akan meningkatkan metabolisme tanaman kopi dan merangsang pembungaan (Kimani et al, 2002; Najiyati, 2004). Pembungaan yang berlebihan menyebabkan kondisi tanaman menjadi lemah, sehingga tanaman lebih rentan terhadap serangan X. compactus. Tingginya kerapatan pohon penaung kemungkinan menjadi penghalang perpindahan X. compactus dari satu pohon ke pohon lainnya. Keragaman pohon penaung dalam sistem agroforestri berbasis kopi mempengaruhi tingkat serangan X. compactus. Semakin tinggi keragaman pohon penaung, menyebabkan intensitas serangan hama semakin rendah. Tingginya keragaman spesies pohon penaung memungkinkan penggerek ranting mempunyai peluang menyerang pohon penaungnya. Drizd (2003), menyebutkan bahwa X. compactus dapat menyerang lebih dari 100 spesies tanaman antara lain: alpukat, jeruk, jambu biji, mangga, mahoni, kakao, kayu manis dan pohon penaung lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 20171. https://disbunhut.pasuruankab.go.id/content-591-panen-raya-petik-merah-kopi.html. Diakses 16  Oktober 2022.

Anonim, 20202. https://manfaatnyasehat.blogspot.co.id/2016/04/berbagai-manfaat-gamal-untuk-kesehatan.html diakses 16 Oktober  2021.

Ditjenbun, 2013. Kopi Berkelanjutan.

   https://ditjenbun.deptan.go.id/pascapanen/berita-203-kopi-berkelanjutan-.html. Diakses tanggal 15 Oktober  2022

Dewi, W.S., Suprayogo, D., Yanuwiyadi, B. And Hairiah, K. 2005. Dapatkah agro- forestri mempertahankan biodiversitas cacing tanah? Agrivita (forthcoming).

Drizd, Lara. 2003. The Black Twig Borer: A Study of The Damage Done to Unprotected Hawaiian Coffee. http: // www.ncf.edu/mccord/The%20Black%2 0Twig%20Borer.pdf. diakses 20 oktober  2022.

Hasna Q, 2011. Macam-Macam Hama Tanaman Kopi.       https://planthospital.blogspot.com/2011/10/macam-macam-hama-tanaman-kopi.html. Diakses tanggal 19  Oktober 2022.

Kimani, M, Little, T and Vos, J.G.M. 2002. Introduction to Coffee Management through Discovery Learning. CABI Bioscience. Africa Regional Centre, Nairobi, Kenya. 35p.

Lavelle P & Spain AV. 2001. Soil Ecology. Kluwer Academic Publisher. Dordrecht, Boston, London.

Norton DC. 1978. Ecology of Plant Parasitic Nematodes. John Willey and Sons, New York, Chichester, Brisbane, and Toronto.

SIPPO (Swiss Import Promotion Programme). 2002. Part B: Production guidelines for organic coffee, cocoa and tea. www. sippo.ch/files/publications/bio- cacao_b.pdf, p: 51-64.

Schroth, G., Krauss, U, Gasparotto, L., Duarte, J.A. 2000. Pest and diseases in agroforestry systems of the humid tropics. Agroforestry systems 50: 199-241.

Oleh

Bayu Aji Nugroho

POPT Madya

BBPPTP Surabaya


Bagikan Artikel Ini  
[Sassy_Social_Share style="display:inline-block; margin-left:140px;"]